Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rencana Malaysia Jalankan Diplomasi Orangutan, Rayu Negara Lain Beli Minyak Sawitnya

Kompas.com, 9 Mei 2024, 13:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Malaysia berencana memberikan hadiah orangutan kepada negara-negara pengimpor minyak sawit dari "Negeri Jiran".

Dalam rencana yang dikenal sebagai "diplomasi orangutan" tersebut, Malaysia menjadikan mamalia cerdas yang dilindungi itu untuk menghilangkan kekhawatiran negara lain mengenai dampak lingkungan minyak sawit.

Dilansir dari Reuters, Rabu (8/5/2024), Menteri Perkebunan dan Komoditas Malaysia Johari Abdul Ghani mengatakan, negaranya akan menawarkan hadiah berupa orangutan kepada mitra dagangnya, khususnya importir besar seperti Uni Eropa, India, dan China sebagai bagian dari strategi diplomatik.

Baca juga: Orangutan Mampu Obati Luka dengan Racikan Herbal Sendiri

Rencana tersebut mengemuka setelah Uni Eropa memberlakukan Undang-Undang (UU) Anti Deforestasi tahun lalu, tepatnya, 16 Mei 2023.

Setidaknya, ada tujuh komoditas yang diatur dalam UU tersebut yaitu minyak sawit mentah, kopi, daging, kayu, kakao, kedelai, dan karet.

UU tersebut ditentang sejumlah negara, termasuk Malaysia, dan menyebut aturan tersebut diskriminatif.

"(Diplomasi orangutan) ini akan membuktikan kepada komunitas global bahwa Malaysia berkomitmen terhadap konservasi keanekaragaman hayati," kata Johari di platform media sosial X (dulu Twitter), Selasa (7/5/2024) malam.

Baca juga: Perusahaan Tambang Beri Orangutan Rumah Baru di Lahan Reklamasi

Johari menyampaikan, Malaysia tidak bisa mengambil pendekatan defensif terhadap isu minyak sawit.

"Sebaliknya kita perlu menunjukkan kepada negara-negara di dunia bahwa Malaysia adalah produsen minyak sawit berkelanjutan dan berkomitmen untuk melindungi hutan dan kelestarian lingkungan," tutur Johari.

Sejauh ini, belum ada rincian lebih lanjut mengenai rencana tersebut.

Dikhawatirkan

Di sisi lain, rencana Malaysia untuk menjalankan "diplomasi orangutan" dikhawatirkan oleh kelompok-kelompok advokasi satwa dan lingkungan.

Pasalnya, orangutan adalah satwa yang terancam punah. World Wide Fund (WWF) menyebutkan, di Kalimantan, populasi orangutan diprediksi kurang dari 105.000 ekor.

Baca juga: Lestarikan Orangutan Berarti Turut Selamatkan Hutan

"Diplomasi orangutan" juga dapat memicu kekhawatiran terhadap upaya perlindungan dan konservasi populasi mamalia tersebut di alam bebas.

WWF Malaysia mengatakan, alih-alih menjadikan orangutan sebagai alat diplomasi, perkebunan kelapa sawit harus menyediakan koridor satwa liar yang aman bagi orangutan.

Selain itu, WWF Malaysia juga meminta pemerintah untuk menghentikan konversi hutan menjadi perkebunan.

Kelompok advokasi Justice for Wildlife Malaysia mengatakan, pemerintah harus mempertimbangkan langkah-langkah diplomasi alternatif.

Selain itu, diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai potensi dampak dan kelayakan rencana tersebut terhadap upaya konservasi lainnya.

Baca juga: Mengenal Orangutan Tapanuli, Kerabat Dekat Manusia

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
JSI Hadirkan Ruang Publik Hijau untuk Kampanye Anti Kekerasan Berbasis Gender
JSI Hadirkan Ruang Publik Hijau untuk Kampanye Anti Kekerasan Berbasis Gender
Swasta
Dampak Panas Ekstrem di Tempat Kerja, Tak Hanya Bikin Produktivitas Turun
Dampak Panas Ekstrem di Tempat Kerja, Tak Hanya Bikin Produktivitas Turun
Pemerintah
BMW Tetapkan Target Iklim Baru untuk 2035
BMW Tetapkan Target Iklim Baru untuk 2035
Pemerintah
Lebih dari Sekadar Musikal, Jemari Hidupkan Harapan Baru bagi Komunitas Tuli pada Hari Disabilitas Internasional
Lebih dari Sekadar Musikal, Jemari Hidupkan Harapan Baru bagi Komunitas Tuli pada Hari Disabilitas Internasional
LSM/Figur
Material Berkelanjutan Bakal Diterapkan di Hunian Bersubsidi
Material Berkelanjutan Bakal Diterapkan di Hunian Bersubsidi
Pemerintah
Banjir Sumatera: Alarm Keras Tata Ruang yang Diabaikan
Banjir Sumatera: Alarm Keras Tata Ruang yang Diabaikan
Pemerintah
Banjir Sumatera, Penyelidikan Hulu DAS Tapanuli Soroti 12 Subyek Hukum
Banjir Sumatera, Penyelidikan Hulu DAS Tapanuli Soroti 12 Subyek Hukum
Pemerintah
Banjir Sumatera, KLH Setop Operasional 3 Perusahaan untuk Sementara
Banjir Sumatera, KLH Setop Operasional 3 Perusahaan untuk Sementara
Pemerintah
Berkomitmen Sejahterakan Umat, BSI Maslahat Raih 2 Penghargaan Zakat Award 2025
Berkomitmen Sejahterakan Umat, BSI Maslahat Raih 2 Penghargaan Zakat Award 2025
BUMN
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Pemerintah
Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
LSM/Figur
Ambisi Indonesia Punya Geopark Terbanyak di Dunia, Bisa Cegah Banjir Terulang
Ambisi Indonesia Punya Geopark Terbanyak di Dunia, Bisa Cegah Banjir Terulang
Pemerintah
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Pemerintah
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
LSM/Figur
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau