Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus TBC Sensitif Obat Capai 808.000 Kasus Tahun Lalu

Kompas.com, 8 April 2024, 18:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Editor

KOMPAS.com - Sepanjang 2023 tercatat ada 808.000 kasus tuberkulosis (TBC) sensitif obat (SO) dan sekitar 88 persen memulai pengobatan.

Hal tersebut disampaikan Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Imran Pambudi sebagaimana dilansir Antara, Kamis (4/4/2024).

Imran menuturkan, TBC SO adalah kondisi di mana Mycobacterium tuberculosis alias bakteri penyebab TBC masih sensitif terhadap obat anti-TBC yang potensial.

Baca juga: Dokter Paparkan Ciri-ciri Batuk karena TBC

"Walaupun dampaknya tidak seberat TBC RO (resisten obat), namun penularannya relatif sama dengannya," ujar Imran.

Angka tersebut menunjukkan ada ratusan ribu orang sudah terkonfirmasi mengidap TBC SO namun belum memulai pengobatan.

Imran beurjar, kondisi tersebut berisiko menimbulkan penularan ke orang lainnya.

TBC SO dan TBC RO disebabkan oleh pengobatan yang tidak adekuat, sehingga menyebabkan Mycobacterium tuberculosis kebal terhadap obat-obatan.

Baca juga: Rutin Buka Jendela Jadi Upaya Cegah Bakteri TBC

Dia menyebutkan, salah satu isu dalam penanganan TBC adalah tingginya angka putus pengobatan.

Imran berujar, isu tersebut mengemuka karena beberapa hal yakni durasi pengobatan yang cukup lama minimal enam bulan, adanya efek samping obat, kesulitan akses, masalah ekonomi, dan stigma.

Menurutnya, apabila TBC tidak ditangani secara tepat, maka berisiko menjadi TBC RO serta kerusakan fungsi paru-paru.

Imran mengatakan, TBC menjadi penyakit yang menjadi beban secara global dan nasional.

Baca juga: Dokter: Terpapar TBC Tidak Berarti Langsung Sakit, Ada Rentang Waktu

Diperkirakan ada 121 kasus TBC per jam di Indonesia. Dan setiap jamnya, TBC membunuh 15 orang.

Dia berucap, Indonesia telah melakukan upaya-upaya yang signifikan dalam pemberantasan TBC.

Sebagai buktinya, kata dia, pada 2023 ada sebanyak 821.000 kasus atau 77 sampai 78 persen dari 1.090.000 penderita TBC baru yang diperkirakan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Selain itu, pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2021 tentang Penanggulangan Tuberkulosis, di mana setiap fasilitas kesehatan yang menemukan kasus TBC wajib melaporkan kepada dinas kesehatan dan mencatatnya di Sistem Informasi Tuberkulosis.

Baca juga: Pengidap TBC Rentan Alami Gangguan Kesehatan Mental dari Lingkungan

Guna mengoptimalkan kualitas layanan serta kontribusi pelaporan tersebut, Imran menyampaikan pemerintah melakukan sejumlah upaya lain seperti bekerja sama dengan jaringan rumah sakit di Indonesia.

Menurutnya, tenaga kesehatan merupakan ujung tombak dalam penanganan TBC seperti diagnosis, penemuan kasus, pengobatan, hingga edukasi bagi masyarakat.

Mereka juga berperan sebagai pendamping dan pendukung para pasien agar semangat menjalani pengobatan sampai tuntas.

Namun demikian, eliminasi TBC tak sebatas menjadi tugas tenaga kesehatan, melainkan merupakan tanggung jawab seluruh pihak.

Baca juga: Pakar: TBC Dapat Diatasi dengan Pencegahan

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Anak-anak Korban Bencana di Sumatera Dapat Trauma Healing
Anak-anak Korban Bencana di Sumatera Dapat Trauma Healing
Pemerintah
Cegah Deforestasi, Koalisi LSM Rilis Panduan Baru untuk Perusahaan
Cegah Deforestasi, Koalisi LSM Rilis Panduan Baru untuk Perusahaan
LSM/Figur
Dukung Pembelajaran Anak Disabilitas, Wenny Yosselina Kembangkan Buku Visual Inklusif
Dukung Pembelajaran Anak Disabilitas, Wenny Yosselina Kembangkan Buku Visual Inklusif
LSM/Figur
Kemendukbangga: Program MBG Bantu Cegah Stunting pada Anak
Kemendukbangga: Program MBG Bantu Cegah Stunting pada Anak
Pemerintah
Mengapa Anggaran Perlindungan Anak Harus Ditambah? Ini Penjelasannya
Mengapa Anggaran Perlindungan Anak Harus Ditambah? Ini Penjelasannya
LSM/Figur
Banjir di Sumatera, Kemenhut Beberkan Masifnya Alih Fungsi Lahan
Banjir di Sumatera, Kemenhut Beberkan Masifnya Alih Fungsi Lahan
Pemerintah
Limbah Plastik Diprediksi Capai 280 Juta Metrik Ton Tahun 2040, Apa Dampaknya?
Limbah Plastik Diprediksi Capai 280 Juta Metrik Ton Tahun 2040, Apa Dampaknya?
LSM/Figur
Koperasi Bisa Jadi Kunci Transisi Energi di Masyarakat
Koperasi Bisa Jadi Kunci Transisi Energi di Masyarakat
LSM/Figur
2025 Termasuk Tahun Paling Panas Sepanjang Sejarah, Mengapa?
2025 Termasuk Tahun Paling Panas Sepanjang Sejarah, Mengapa?
LSM/Figur
Jelajah Mangrove di Pulau Serangan Bali, Terancam Sampah dan Sedimentasi
Jelajah Mangrove di Pulau Serangan Bali, Terancam Sampah dan Sedimentasi
LSM/Figur
Guru Besar IPB Sebut Tak Tepat Kebun Sawit Penyebab Banjir Sumatera
Guru Besar IPB Sebut Tak Tepat Kebun Sawit Penyebab Banjir Sumatera
LSM/Figur
Perkuat Profesionalisme, AIIR Jadi Organisasi Profesi Investor Relations Pertama di Indonesia
Perkuat Profesionalisme, AIIR Jadi Organisasi Profesi Investor Relations Pertama di Indonesia
LSM/Figur
13 Perusahaan Dinilai Picu Banjir Sumatera, Walhi Desak Kemenhut Cabut Izinnya
13 Perusahaan Dinilai Picu Banjir Sumatera, Walhi Desak Kemenhut Cabut Izinnya
LSM/Figur
Agroforestri Karet di Kalimantan Barat Kian Tergerus karena Konversi Sawit
Agroforestri Karet di Kalimantan Barat Kian Tergerus karena Konversi Sawit
LSM/Figur
Perkebunan Sawit Tak Bisa Gantikan Hutan untuk Serap Karbon dan Cegah Banjir
Perkebunan Sawit Tak Bisa Gantikan Hutan untuk Serap Karbon dan Cegah Banjir
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau