Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

11 Bulan Berturut-turut, Bumi Pecahkan Rekor Suhu Terrpanas

Kompas.com, 9 Mei 2024, 15:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Rata-rata suhu April 2024 adalah 15,03 derajat celsius, menjadikannya bulan April terpanas sepanjang pencatatan suhu.

Menurut layanan pemantau perubahan iklim bentukan Uni Eropa, Copernicus Climate Change Service (C3S), suhu udara rata-rata bulan April 2024 lebih tinggi 0,67 derajat celsius dibandingkan temperatur rata-rata April tahun 1991-2020.

Suhu udara rata-rata bulan April 2024 juga lebih tinggi 0,14 derajat celsius bila dibandingkan April 2023.

Baca juga: 10 Kota Terpanas di Indonesia Hari Ini, Deli Serdang 36,7 Derajat Celsius

Panasnya temperatur sepanjang April sekaligus menjadi tonggak di mana Bumi mengalami bulan-bulan terpanas yang memecahkan rekor selama 11 bulan berturut-turut.

Termasuk April, suhu rata-rata Bumi selama 12 bulan lebih tinggi 1,61 derajat celsius dibandingkan era pra-industri antara 1850-1900.

Suhu rata-rata Bumi selama 12 bulan terakhir juga merupakan rekor terpanas sejak Revolusi Industri.

Padahal, dalam Perjanjian Paris, dunia sepakat membatasi kenaikan suhu Bumi di atas 1,5 derajat celsius dibandingkan era pra-industri.

Baca juga: Maret, Bulan dengan Rekor Suhu Terpanas Global, Picu Bencana Ekstrem

Ilmuwan Iklim Senior C3S Julien Nicolas mengatakan, kini para ilmuwan bertanya-tanya apakah sistem iklim Bumi berubah akibat kenaikan suhu Bumi yang ekstrem tersebut.

Dilansir dari Reuters, Rabu (8/5/2024), emisi gas rumah kaca (GRK) dari pembakaran energi fosil menjadi biang keladi kenaikan suhu Bumi.

Dalam beberapa bulan terakhir, fenomena El Nino yang menghangatkan permukaan air di bagian timur Samudera Pasifik juga telah meningkatkan suhu dunia.

Para ilmuwan telah mengonfirmasi bahwa perubahan iklim menyebabkan beberapa cuaca ekstrem tertentu pada April, termasuk gelombang panas di kawasan Sahel Afrika yang berpotensi menyebabkan ribuan kematian.

Seorang ilmuwan iklim di Universitas Newcastle Hayley Fowler mengatakan, data terbaru dari C3S menunjukkan dunia hampir gagal mencapai Perjanjian Paris.

Baca juga: BMKG: Tahun 2023 Rekor Suhu Terpanas, Dampak Aktivitas Industri

"Pendapat pribadi saya adalah kita telah kalah dalam upaya tersebut, dan kita benar-benar perlu berpikir serius untuk menjaga suhu di bawah 2 derajat celsius dan mengurangi emisi secepat mungkin," ujarnya.

1,5 derajat celsius merupakan ambang batas menurut para ilmuwan untuk menghindari dampak paling buruk dari pemanasan global seperti panas yang mematikan, banjir, dan hilangnya ekosistem permanen.

Secara teknis, ambang batas 1,5 derajat celsius masih belum tercapai karena mengacu pada suhu rata-rata global selama beberapa dekade.

Namun, beberapa ilmuwan mengatakan tujuan tersebut tidak lagi dapat dicapai secara realistis.

Baca juga: Februari 2024 Jadi yang Terpanas Sepanjang Sejarah

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Agroforestri Karet di Kalimantan Barat Kian Tergerus karena Konversi Sawit
Agroforestri Karet di Kalimantan Barat Kian Tergerus karena Konversi Sawit
LSM/Figur
Perkebunan Sawit Tak Bisa Gantikan Hutan untuk Serap Karbon dan Cegah Banjir
Perkebunan Sawit Tak Bisa Gantikan Hutan untuk Serap Karbon dan Cegah Banjir
Pemerintah
Di Balik Kayu Gelondongan yang Terdampar
Di Balik Kayu Gelondongan yang Terdampar
LSM/Figur
Survei LinkedIn 2025 Sebut Permintaan Green Skills di Dunia Kerja Meningkat
Survei LinkedIn 2025 Sebut Permintaan Green Skills di Dunia Kerja Meningkat
Swasta
Menunda Net Zero Picu Gelombang Panas Ekstrem, Wilayah Dekat Khatulistiwa Paling Terdampak
Menunda Net Zero Picu Gelombang Panas Ekstrem, Wilayah Dekat Khatulistiwa Paling Terdampak
LSM/Figur
Guru Besar IPB Sebut Kebun Sawit di Sumatera Bisa Jadi Hutan Kembali
Guru Besar IPB Sebut Kebun Sawit di Sumatera Bisa Jadi Hutan Kembali
Pemerintah
Banjir Sumatera Jadi Pelajaran, Kalimantan Utara Siapkan Regulasi Cegah Ekspansi Sawit
Banjir Sumatera Jadi Pelajaran, Kalimantan Utara Siapkan Regulasi Cegah Ekspansi Sawit
Pemerintah
Panas Ekstrem Ganggu Perkembangan Belajar Anak Usia Dini
Panas Ekstrem Ganggu Perkembangan Belajar Anak Usia Dini
Pemerintah
Implementasi B10 Hemat Rp 100 T Per Tahun, Ini Strategi Pertamina agar Pasokan Stabil
Implementasi B10 Hemat Rp 100 T Per Tahun, Ini Strategi Pertamina agar Pasokan Stabil
BUMN
Genjot Pengumpulan Botol Plastik PET, Coca-Cola Indonesia Luncurkan Program “Recycle Me” 2025
Genjot Pengumpulan Botol Plastik PET, Coca-Cola Indonesia Luncurkan Program “Recycle Me” 2025
Swasta
KLH Janji Tindak Tegas Perusahaan yang Picu Banjir di Sumatera Utara
KLH Janji Tindak Tegas Perusahaan yang Picu Banjir di Sumatera Utara
Pemerintah
27 Harimau Sumatera Terdeteksi di Leuser, Harapan Baru untuk Konservasi
27 Harimau Sumatera Terdeteksi di Leuser, Harapan Baru untuk Konservasi
LSM/Figur
Proyek Bioetanol Kurang Libatkan Petani, Intensifikasi Lahan Perkebunan Belum Optimal
Proyek Bioetanol Kurang Libatkan Petani, Intensifikasi Lahan Perkebunan Belum Optimal
Swasta
Perempuan dan Anak Jadi Korban Ganda dalam Bencana Sumatera, Mengapa?
Perempuan dan Anak Jadi Korban Ganda dalam Bencana Sumatera, Mengapa?
LSM/Figur
4 Gajah Terlatih Bantu Angkut Material akibat Banjir di Aceh
4 Gajah Terlatih Bantu Angkut Material akibat Banjir di Aceh
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau