Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jadi Isu Dunia, Spesies Asing Invasif Kurang Diperhatikan Indonesia

Kompas.com - 18/05/2024, 07:00 WIB
Faqihah Muharroroh Itsnaini,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Keberadaan jenis spesies invasif atau jenis asing invasif (JAI) atau invasive alien species (IAS) di Indonesia masih kurang mendapat perhatian. 

Menurut Peneliti Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi BRIN Aisyah Handani, meski JAI atau IAS menjadi salah satu isu yang seksi di dunia internasional, Indonesia sendiri belum memposisikan hal ini sebagai suatu hal penting. 

"Di Convention on Biological Diversity (CBD) itu IAS selalu jadi target karena merupakan ancaman utama bagi keanekaragaman hayati. Di luar negeri sudah pada aware, tapi di Indonesia belum," ujar Aisyah dalam webinar "Awasi dan Kenali Spesies Invasif Asing" yang digelar Biodiversity Warriors, Jumat (17/5/2024). 

Baca juga: Cara KLHK Lestarikan Satwa Langka, Gunakan Teknologi

Sebagai informasi, jenis invasif atau jenis asing invasif adalah spesies hewan, tumbuhan, atau organisme lain, sebagai pendatang di suatu wilayah yang hidup dan berkembang biak di wilayah tersebut.

Mereka menjadi ancaman bagi biodiversitas, sosial ekonomi, maupun kesehatan pada tingkat ekosistem, individu, maupun genetik.

Menurut penelitian, terdapat lebih dari 300 spesies invasif telah menyebar di Indonesia.

Bahkan, berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) per Juli 2021, dari 54 Taman Nasional yang dikelola KLHK, lebih dari 50 persen telah terinvasi jenis tumbuhan invasif dan mempengaruhi populasi satwa endemis dan tumbuhan khas Indonesia.

"Makanya kita terus mengupayakan supaya awareness terhadap IAS itu semakin luas, bekerjasama dan berkolaborasi misalnya dengan mahasiswa, pemerintahan, masyarakat," imbuh dia. 

Kurang kelembagaan dan regulasi

Situasi kondisi lain yang terjadi di Indonesia saat ini, kata dia, kurang regulasi terkait jenis asing invasif tersebut. Sebab, dinilai belum menjadi isu yang krusial secara nasional. 

"Regulasi dan kelembagaan terkait IAS atau jenis asing invasif (JAI) itu masih minim, karena belum jadi isu nasional, belum ada regulasi dan kelembagaan yang kuat untuk mengelola IAS," papar Aisyah. 

Baca juga: Banyak Satwa Indonesia di Luar Negeri, KLHK: Manfaatkan Protokol Nagoya

Padahal, keberadaan jenis asing invasif misalnya eceng gondok tidak hanya menjadi tugas BRIN. Melainkan sejumlah kementerian seperti Kementerian Pertanian, Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. 

"Antar lembaganya kita masih belum terlalu kuat koordinasinya, apalagi sampai menyeluruh ke sektor swasta, NGO, dan universitas. Tapi kita bisa bangun pelan-pelan," ungkap Aisyah. 

Oleh karena hal-hal tersebut, baik sumberdaya manusia maupun anggaran untuk membahas JAI atau IAS masih sangat kurang. 

Selain itu, belum ada database atau basis data yang mumpuni mengenai jenis asing invasif di Indonesia. Data seperti apa saja spesiesnya, di mana penyebarannya, angka dan jumlahnya, baru bisa ditemukan melalui situs luar negeri. 

Solusi

Lantas, apa yang bisa dilakukan untuk meminimalisir kedatangan spesies asing invasif yang mengganggu keanekaragaman hayati? Secara menyeluruh, Aisyah menyebut perlu dilakukan pencegahan, lalu kemudian pengendalian.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
B40 untuk Energi Bersih Pecahkan Rekor Dunia, Pertamina: Negara Hemat Rp 675 T
B40 untuk Energi Bersih Pecahkan Rekor Dunia, Pertamina: Negara Hemat Rp 675 T
BUMN
LEGO Group Hentikan Penggunaan Gas Alam untuk Pangkas Emisi GRK
LEGO Group Hentikan Penggunaan Gas Alam untuk Pangkas Emisi GRK
Swasta
Studi Ungkap Orang yang Pernah Kebanjiran Cenderung Sadar Krisis Iklim
Studi Ungkap Orang yang Pernah Kebanjiran Cenderung Sadar Krisis Iklim
Pemerintah
Kisah di Balik Cokelatin Signature, Berawal dari Hobi yang Jadi Ladang Cuan
Kisah di Balik Cokelatin Signature, Berawal dari Hobi yang Jadi Ladang Cuan
LSM/Figur
Dua Tahun Berjalan, Pasar Karbon Indonesia Belum Menunjukkan Geliat
Dua Tahun Berjalan, Pasar Karbon Indonesia Belum Menunjukkan Geliat
LSM/Figur
Belantara Foundation Ajak Anak Muda Cermati Biodiversitas Sekitar
Belantara Foundation Ajak Anak Muda Cermati Biodiversitas Sekitar
LSM/Figur
DBS Foundation Gelontorkan Rp 96 M untuk Perempuan dan Anak Muda Rentan
DBS Foundation Gelontorkan Rp 96 M untuk Perempuan dan Anak Muda Rentan
Swasta
BMKG Peringatkan Cuaca Panas Bakal Terjadi hingga Awal November
BMKG Peringatkan Cuaca Panas Bakal Terjadi hingga Awal November
Pemerintah
Sampah Jadi Energi, Prabowo Teken Perpres Percepat Proyek Pembangkit Listrik dari Limbah
Sampah Jadi Energi, Prabowo Teken Perpres Percepat Proyek Pembangkit Listrik dari Limbah
Pemerintah
Energi Bersih: Mimpi Besar atau Janji Kosong Indonesia?
Energi Bersih: Mimpi Besar atau Janji Kosong Indonesia?
Pemerintah
Mom Uung Rilis Penelitian ASI Booster untuk Perkuat Literasi Menyusui di Indonesia
Mom Uung Rilis Penelitian ASI Booster untuk Perkuat Literasi Menyusui di Indonesia
Swasta
WHO: 3 Miliar Orang Alami Masalah Otak, Cuma yang Kaya Bisa Berobat
WHO: 3 Miliar Orang Alami Masalah Otak, Cuma yang Kaya Bisa Berobat
Pemerintah
Hindari Kecurangan, Pemerintah Siapkan Mekanisme Pengawasan Karbon
Hindari Kecurangan, Pemerintah Siapkan Mekanisme Pengawasan Karbon
Pemerintah
Studi Oxford dan Pennsylvania: Carbon Offset Gagal Jawab Masalah, Hentikan Saja
Studi Oxford dan Pennsylvania: Carbon Offset Gagal Jawab Masalah, Hentikan Saja
LSM/Figur
PBB Ingin Kapal Nol Emisi, AS Hadang dengan Ancaman bagi Pendukungnya
PBB Ingin Kapal Nol Emisi, AS Hadang dengan Ancaman bagi Pendukungnya
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau