Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Pramono Dwi Susetyo
Pensiunan

Pemerhati masalah kehutanan; penulis buku

Masyarakat Adat yang Terlupakan

Kompas.com - 17/05/2024, 14:55 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SEBELAS Tahun Penyangkalan Putusan MK”, itulah judul berita harian Kompas, Selasa (14/05/2024), terkait masyarakat adat.

Presiden dan DPR telah membangkang perintah konstitusi untuk membuat undang-undang (UU) masyarakat adat sehingga masyarakat adat banyak menderita, kata Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Rukka Sombolinggi.

Sebelas tahun pascaputusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada 16 Mei 2012, kepastian hukum bagi masyarakat adat hingga saat ini belum terwujud.

Berbagai peraturan perundangan di bidang agraria dan sumberdaya alam yang baru dibuat dan direvisi semakin mengesampingkan hak-hak masyarakat adat.

Terdapat dua hal penting yang diatur dalam putusan MK No. 35/PUU/IX/2012 tersebut. Pertama, menegaskan masyarakat adat sebagai subyek hukum atau penyandang hak atas wilayah adatnya.

Kedua, hutan adat adalah milik masyarakat adat yang berada di dalam wilayah adatnya. Sebagai subyek hukum, berarti masyarakat adat dianggap cakap melakukan perbuatan hukum dan memiliki otoritas mengatur sumber-sumber agrarian di wilayah adatnya.

Selain dua hal tersebut, MK juga menyatakan pentingnya pembuatan UU khusus masyarakat adat.

Dalam Kolom Kompas.com, saya menulis terkait hutan adat berjudul “Hutan Adat Bukan Hutan Negara, Lantas Hutan Apa?" (4/2/2023).

Dalam pembahasan tersebut, saya menyebut bahwa meskipun hutan adat bukan hutan negara, namun hutan adat tetap diperlakukan sama sebagaimana hutan negara dalam tanda kutip sampai hari ini.

Pasalnya, UU yang menjadi muara persoalan semua ini tidak kunjung disahkan karena masih berbentuk RUU yang tidak mempunyai kewenangan hukum apa-apa hingga berakhirnya masa jabatan anggota DPR dan Presiden periode 2019-2024.

Apa sebenarnya yang terjadi dengan karut marut masyarakat adat sehingga pemerintah maupun negara terkesan kurang serius mengurusnya, bahkan melupakannya. Berikut ini saya mencoba menganalisis tentang masyarakat adat berikut aspek-aspeknya.

Logika terbalik

Sejarah negeri ini, sebelum berdirinya NKRI tahun 1945, masyarakat terdiri dari kelompok serta suku-suku bangsa yang tersebar di pulau–pulau di Indonesia.

Sebelum tinggal menetap di suatu tempat, mereka adalah suku nomaden yang selalu berpindah tempat untuk bertahan hidup.

Oleh karena itu, sistem pertanian sederhana berupa ladang yang diolahnya selalu berpindah-pindah (shifting culitivation) untuk mencari lahan hutan baru yang masih subur.

Masyarakat yang berkelompok pada umumnya tinggal di hutan-hutan yang telah memberikan kehidupan pada mereka dengan tersedianya makanan pokok dari tumbuh-tumbuhan/pohon-pohanan yang tersedia secara alami di alam.

Meski tidak ada perjanjian tertulis, kelompok masyarakat ini membentuk kelompok adat dan menguasai wilayah hutan tertentu yang mereka sebut hutan adat.

Seiring berjalannya waktu dan bertambahnya jumlah penduduk, maka kawasan hutan alam yang ada dikavling-kavling oleh masyarakat adat lalu menjadi hutan adat. Hal itu menjadi pertanda bahwa hutan adat itu telah dikuasai oleh masyarakat adat setempat.

Klaim kawasan hutan sekaligus untuk menghindari konflik dengan masyarakat adat lainnya yang juga mengusai kawasan hutan lain.

Aturan ini sudah terjadi dan berlangsung sejak sebelum Indonesia merdeka. Kita mengenal masyarakat adat Baduy di Provinsi Banten, masyarakat adat Suku Anak Dalam di Provinsi Jambi, masyarakat adat Dayak Kenyah di Provinsi Kalimantan Timur dan sebagainya.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

AS Pertimbangkan Tambang Laut Dalam untuk Cari Nikel dan Lawan China

AS Pertimbangkan Tambang Laut Dalam untuk Cari Nikel dan Lawan China

Pemerintah
LPEM UI: Penyitaan dan Penyegelan akan Rusak Tata Kelola Sawit RI

LPEM UI: Penyitaan dan Penyegelan akan Rusak Tata Kelola Sawit RI

Pemerintah
Jaga Iklim Investasi, LPEM FEB UI Tekankan Pentingnya Penataan Sawit yang Baik

Jaga Iklim Investasi, LPEM FEB UI Tekankan Pentingnya Penataan Sawit yang Baik

Pemerintah
Reklamasi: Permintaan Maaf yang Nyata kepada Alam

Reklamasi: Permintaan Maaf yang Nyata kepada Alam

LSM/Figur
Dampak Ekonomi Perubahan Iklim, Dunia Bisa Kehilangan 40 Persen GDP

Dampak Ekonomi Perubahan Iklim, Dunia Bisa Kehilangan 40 Persen GDP

LSM/Figur
Studi: Mikroplastik Ancam Ketahanan Pangan Global

Studi: Mikroplastik Ancam Ketahanan Pangan Global

LSM/Figur
Kebijakan Tak Berwawasan Lingkungan Trump Bisa Bikin AS Kembali ke Era Hujan Asam

Kebijakan Tak Berwawasan Lingkungan Trump Bisa Bikin AS Kembali ke Era Hujan Asam

Pemerintah
Nelayan di Nusa Tenggara Pakai “Cold Storage” Bertenaga Surya

Nelayan di Nusa Tenggara Pakai “Cold Storage” Bertenaga Surya

LSM/Figur
Pakar Pertanian UGM Sebut Pemanasan Global Ancam Ketahanan Pangan Indonesia

Pakar Pertanian UGM Sebut Pemanasan Global Ancam Ketahanan Pangan Indonesia

LSM/Figur
3 Akibat dari Perayaan Lebaran yang Tidak Ramah Lingkungan

3 Akibat dari Perayaan Lebaran yang Tidak Ramah Lingkungan

LSM/Figur
1.620 Km Garis Pantai Greenland Tersingkap karena Perubahan Iklim, Lebih Panjang dari Jalur Pantura

1.620 Km Garis Pantai Greenland Tersingkap karena Perubahan Iklim, Lebih Panjang dari Jalur Pantura

LSM/Figur
Semakin Ditunda, Ongkos Atasi Krisis Iklim Semakin Besar

Semakin Ditunda, Ongkos Atasi Krisis Iklim Semakin Besar

LSM/Figur
Harus 'Segmented', Kunci Bisnis Sewa Pakaian untuk Dukung Lingkungan

Harus "Segmented", Kunci Bisnis Sewa Pakaian untuk Dukung Lingkungan

Swasta
ING Jadi Bank Global Pertama dengan Target Iklim yang Divalidasi SBTi

ING Jadi Bank Global Pertama dengan Target Iklim yang Divalidasi SBTi

Swasta
Dekarbonisasi Baja dan Logam, Uni Eropa Luncurkan Rencana Aksi

Dekarbonisasi Baja dan Logam, Uni Eropa Luncurkan Rencana Aksi

Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau