Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Pembentukan Badan Air Nasional, AHY Mau Lapor Jokowi

Kompas.com, 23 Mei 2024, 21:00 WIB
Aisyah Sekar Ayu Maharani,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) berencana melapor ke Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait usulan pembentukan Badan Air Nasional.

"Kami tidak punya kewenangan secara langsung, tetapi tentu saya akan melaporkan sekaligus juga memberikan masukan-masukan, sebagai pembantu presiden punya kewajiban diminta atau tidak diminta untuk memberikan masukan yang baik," kata AHY saat ditemui usai menjadi pembicara dalam rangkaian acara World Water Forum (WWF) ke-10 di Bali Nusa Dua Convention Center (BNDCC), Badung, Bali, Rabu (22/5/2024).

Sebelumnya, AHY juga telah menyampaikan usulan perlunya pemerintah membentuk lembaga khusus yang berwenang mengelola sumber daya air dalam forum internasional tersebut.

"Pemerintah pusat harus membentuk lembaga yang mempunyai kewenangan dan kapasitas untuk mengintegrasikan dan menyinkronkan seluruh kebijakan, strategi dan tindakan terkait pengelolaan air," ucap AHY dalam sambutannya.

Menurutnya, lembaga tersebut harus gesit dalam menghadapi fenomena krisis air, mengelola sumber daya air hingga mengatasi egosektoral dan tumpang tindih antar-pihak.

Indonesia juga dikhawatirkan akan terus menghadapi tantangan terkait air apabila tidak ada badan khusus yang menangani.

Baca juga: 10 Miliar Jiwa Terancam Krisis Tanah dan Air, AHY Usulkan 3 Hal

Dalam sambutannya, AHY terinspirasi dari sejumlah negara yang telah lebih dulu membentuk lembaga khusus air.

"Kita dapat mempelajari beberapa praktik terbaik dari negara-negara yang telah mendirikan lembaga baru-baru ini, Kanada pada tahun 2023 serta Arab Saudi dan Afrika Selatan sebelumnya," lanjutnya.

Sependapat dengan AHY, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian yang juga hadir dalam forum tersebut mengatakan, pertambahan jumlah penduduk diiringi dengan kebutuhan energi, makanan, hingga air memerlukan penanganan serius.

Menurut Tito, saat ini pengelolaan air di Indonesia masih dilakukan oleh lintas kementerian dengan batasannya masing-masing.

Seperti Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) khusus kelautan tetapi tidak mengurus air yang ada di daratan. Ada KLHK yang juga mengurus air tetapi tidak menangani air secara spesifik.

"Kementerian ATR/BPN sangat terhubung dengan masalah air karena tata ruang daerah yang menjadi tangkapan air dikonversi menjadi pemukiman sehingga terjadi longsor dan banjir, berpengaruh semuanya," tutur Tito.

Namun demikian, Tito juga menegaskan bahwa dirinya dan AHY tidak memiliki kewenangan untuk membentuk badan air ini.

"Ini sebagai idea sharing dari pengalaman-pengalaman negara lain, maybe it is time for us to have more attention on water related issue," tuntas Tito.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Upaya Warga Selamatkan Kakatua Jambul Kuning Langka, Tanam Pohon Kelengkeng
Upaya Warga Selamatkan Kakatua Jambul Kuning Langka, Tanam Pohon Kelengkeng
LSM/Figur
IS2P Bekali Jurnalis untuk Olah Laporan Keberlanjutan dan Cegah Greenwashing
IS2P Bekali Jurnalis untuk Olah Laporan Keberlanjutan dan Cegah Greenwashing
LSM/Figur
Eksploitasi SDA Demi Ekonomi 8 Persen, Indonesia Bisa Keluarkan Biaya Lebih Menurut Pakar
Eksploitasi SDA Demi Ekonomi 8 Persen, Indonesia Bisa Keluarkan Biaya Lebih Menurut Pakar
LSM/Figur
Upaya Restorasi TN Tesso Nilo 31.000 Hektare, Cukupkah untuk Gajah?
Upaya Restorasi TN Tesso Nilo 31.000 Hektare, Cukupkah untuk Gajah?
Pemerintah
Banjir Sumatera dan Amanah Kolektif Menjaga Ruang Hidup
Banjir Sumatera dan Amanah Kolektif Menjaga Ruang Hidup
Pemerintah
Survei: 32 Persen CEO Indonesia Klaim Perusahaannya Terapkan Keberlanjutan
Survei: 32 Persen CEO Indonesia Klaim Perusahaannya Terapkan Keberlanjutan
Swasta
Kemenhut: Gelondongan Terbawa Banjir Berasal dari Pohon Lapuk dan Kemungkinan 'Illegal Logging'
Kemenhut: Gelondongan Terbawa Banjir Berasal dari Pohon Lapuk dan Kemungkinan "Illegal Logging"
Pemerintah
Ironi Banjir Besar di Sumatera, Saat Cuaca Ekstrem Bertemu Alih Fungsi Lahan
Ironi Banjir Besar di Sumatera, Saat Cuaca Ekstrem Bertemu Alih Fungsi Lahan
Pemerintah
ADB: Asia Perlu 1,7 Triliun Dollar AS Per Tahun untuk Respons Perubahan Iklim
ADB: Asia Perlu 1,7 Triliun Dollar AS Per Tahun untuk Respons Perubahan Iklim
LSM/Figur
Kemenhut Ancam Pidanakan Pihak yang Tak Serahkan Lahan TN Tesso Nilo
Kemenhut Ancam Pidanakan Pihak yang Tak Serahkan Lahan TN Tesso Nilo
Pemerintah
Kasus Campak Global Naik, 30 Juta Anak Tak Dapat Vaksin
Kasus Campak Global Naik, 30 Juta Anak Tak Dapat Vaksin
Pemerintah
Viral Kayu Gelondongan Hanyut Saat Banjir, Kemenhut Telusuri Asalnya
Viral Kayu Gelondongan Hanyut Saat Banjir, Kemenhut Telusuri Asalnya
Pemerintah
Menundukkan Etno-Egoisme dalam Perjuangan Ekologis
Menundukkan Etno-Egoisme dalam Perjuangan Ekologis
Pemerintah
Banjir di Sumatera, Tutupan Hutan Kian Berkurang akibat Alih Fungsi Lahan
Banjir di Sumatera, Tutupan Hutan Kian Berkurang akibat Alih Fungsi Lahan
Pemerintah
Ketimpangan Struktur Penguasaan Tanah jadi Akar Konflik Agraria di Indonesia
Ketimpangan Struktur Penguasaan Tanah jadi Akar Konflik Agraria di Indonesia
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Memuat pilihan harga...
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau