KOMPAS.com - Sejumlah sungai di Alaska, kawasan Arktik, berubah warna menjadi kecokelatan seperti karat karena mencairnya permafrost atau lapisan beku abadi di atas tanah akibat perubahan iklim.
Temuan tersebut mengemuka berdasarkan studi yang diterbitkan dalam jurnal Nature pada Senin (20/5/2024).
Fenomena sungai berwarna kecokelatan di Alaska terjadi setiap musim panas saat pencairan permafrost sangat dalam.
Baca juga: Perubahan Iklim Bikin Perekonomian Dunia Lebih Buruk Dibandingkan Perkiraan Sebelumnya
Arktik menjadi salah satu wilayah yang mengalami pemanasan paling cepat di dunia. Ketika lapisan permafrost mencair, mineral-mineral yang tadinya tersimpan di dalam tanah kini merembes ke jalur air.
"Ini adalah dampak perubahan iklim yang tidak terduga dan kita lihat di beberapa sungai paling bersih di negara kita," kata Brett Poulin, penulis studi dan asisten profesor toksikologi lingkungan di University of California Davis.
Mencairnya permafrost menyebabkan mineral terkena oksigen sehingga meningkatkan keasaman air dan melarutkan logam seperti seng, tembaga, kadmium, dan besi hingga menimbulkan warna coklat berkarat pada sungai-sungai di Alaska.
Studi ini menyoroti potensi degradasi air minum dan risiko terhadap perikanan di Arktik, sebagaimana dilansir The Guardian.
Baca juga: Cara Wujudkan Ketahanan Pangan di Tengah Perubahan Iklim
"Bila bercampur dengan sungai lain, logam tersebut akan menjadi lebih kuat dampaknya terhadap kesehatan perairan," kata Poulin.
Fenomena ini pertama kali diamati pada 2018, ketika para peneliti melihat sungai berwarna kecokelatan di sepanjang Brooks Range di Alaska utara.
Kondisi sungai tersebut sangat berbeda daripada tahun 2017 di mana air jernih masih mengalir di sana.
Dalam setahun, anak sungai Akillik di taman nasional Lembah Kobuk mengalami hilangnya dua spesies ikan lokal yakni dolly varden dan slimy sculpin.
Baca juga: Perubahan Iklim Berkaitan Erat dengan Kasus Stunting
"Data kami menunjukkan bahwa ketika sungai berubah warna menjadi kecokelatan, kami melihat penurunan signifikan makroinvertebrata dan biofilm di dasar sungai, yang pada dasarnya merupakan dasar jaring makanan," kata Poulin.
Para peneliti di National Park Service Badan Survei dan Geologi AS (USGS) dan University of California Davis sekarang ingin lebih memahami implikasi jangka panjang dari perubahan komposisi kimia di tempat-tempat lain dengan permafrost.
"Wilayah ini (Arktik) mengalami pemanasan setidaknya dua hingga tiga kali lebih cepat dibandingkan wilayah lain di planet ini,” kata Scott Zolkos, ilmuwan Arktik dari Woodwell Climate Research Center yang tidak terlibat dalam penelitian ini.
"Jadi kita bisa perkirakan dampak seperti ini akan terus berlanjut," sambungnya.
Baca juga: Dampak Perubahan Iklim, Eropa Memanas 2 Kali Lipat Dibanding Benua Lainnya
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya