Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 09/06/2024, 22:20 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Lembaga think tank  Institute for Essential Services Reform (IESR) mengapresiasi dirilisnya kuota pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atap.

Menurut IESR, kepastian kuota PLTS atap tersebut telah dinanti oleh konsumen dan pelaku usaha panel surya. 

Untuk diketahui, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) sebelumnya menerbitkan Kuota Pengembangan Sistem PLTS Atap PLN Tahun 2024-2028 melalui SK Dirjen Ketenagalistrikan Nomor 279.K/TL.03/DJL.2/2024.

Baca juga: Cermati Minat Pelanggan Dorong Efektivitas Pemenuhan Kuota PLTS Atap

Total kuota PLTS atap di 11 sistem tenaga listrik dalam jangka waktu lima tahun tersebut adalah 5.746 megawatt (MW).

Rinciannya, 901 MW pada 2024, 1.004 MW pada 2025, 1.065 MW pada 2026, 1.183 MW pada 2027, dan 1.593 MW pada 2028.

Di sisi lain, IESR menilai pembagian kuota tersebut perlu diperjelas dengan klastering atau sub-sistem.

Walaupun dalam Peraturan Menteri ESDM No 2 Tahun 2024, klastering tersebut merupakan tugas pemegang izin usaha pemegang tenaga listrik seperti PLN.

Baca juga: Pemerintah Masih Evaluasi Kebijakan Insentif PLTS Atap

Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa mengungkapkan, ketentuan pembagian kuota PLTS di tingkat klastering atau sub-sistem akan memberikan kejelasan bagi konsumen dan juga kepastian investasi bagi para pelaku usaha PLTS atap.

Pasalnya, setelah ditiadakannya mekanisme net-metering alias ekspor-impor listrik, PLTS atap akan lebih banyak dilakukan untuk pelanggan komersial dan industri.

Fabby menyampaikan, pembagian kuota per sub-sistem memberikan informasi yang lebih transparan bagi konsumen untuk membaca peluang mereka mengajukan permohonan pemasangan PLTS atap.

"Oleh karenanya, Dirjen Ketenagalistrikan harus memastikan PT PLN segera menyampaikan pembagian per cluster sebelum bulan Juli saat masa permohonan dimulai," kata Fabby dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Jumat (7/6/2024).

Baca juga: Reduksi Karbon, Perusahaan Daur Ulang Botol Kemasan Manfaatkan PLTS

Pemerintah juga perlu pula mencermati minat pelanggan dalam adopsi PLTS atap, sehingga dapat meningkatkan kuotanya pada 2025 guna mencapai bauran energi terbarukan 23 persen pada 2025.

Manajer Program Akses Energi Berkelanjutan IESR Marlistya Citraningrum mengatakan, pelanggan industri untuk memasang PLTS atap sebenarnya cukup tinggi guna menekan pengeluaran listrik.

Sehingga, peniadaan ekspor-impor listrik dari PLTS atap tidak terlalu berdampak pada minat mereka.

Marlistya menilai, yang perlu dijelaskan juga adalah prosedur bila terjadi permintaan melebihi kuota yang ditetapk pada cluster sistem tertentu.

"Minat dari pelanggan residensial kemungkinan turun karena tingkat keekonomian yang berubah, namun dengan semakin meluasnya informasi dan keinginan untuk menghemat biaya listrik, bisa jadi permintaan penggunaan juga akan tumbuh," kata Marlistya.

Baca juga: Elon Musk: Kombinasi PLTS dan Baterai Selesaikan Masalah Energi Dunia

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Studi: 2024 Jadi Era Transisi Energi Betulan, Emisi Segera Capai Puncak

Studi: 2024 Jadi Era Transisi Energi Betulan, Emisi Segera Capai Puncak

LSM/Figur
Bisakah Negara-negara di Asia Hentikan Penggunaan Batu Bara?

Bisakah Negara-negara di Asia Hentikan Penggunaan Batu Bara?

Pemerintah
Harga PLTS dan PLTB Turun Drastis, ASEAN Harus Ambil Kesempatan

Harga PLTS dan PLTB Turun Drastis, ASEAN Harus Ambil Kesempatan

LSM/Figur
“Social Enterprise” yang Ramah Lingkungan Masih Hadapi Stigma Negatif

“Social Enterprise” yang Ramah Lingkungan Masih Hadapi Stigma Negatif

Swasta
Singapura Putuskan Ikut Danai Studi Kelayakan CCS di Negaranya

Singapura Putuskan Ikut Danai Studi Kelayakan CCS di Negaranya

Pemerintah
Perluasan Hutan Tanaman Energi Dinilai Percepat Deforestasi di Kalimantan Barat

Perluasan Hutan Tanaman Energi Dinilai Percepat Deforestasi di Kalimantan Barat

LSM/Figur
Penegakan Hukum dan Rendahnya Kesadaran Masyarakat jadi Tantangan Kelola Sampah

Penegakan Hukum dan Rendahnya Kesadaran Masyarakat jadi Tantangan Kelola Sampah

LSM/Figur
Pengajar dan Praktisi Minta Prabowo Revolusi Ketenagakerjaan ke Arah Berkelanjutan

Pengajar dan Praktisi Minta Prabowo Revolusi Ketenagakerjaan ke Arah Berkelanjutan

LSM/Figur
Seruan Pendanaan Pelestarian Alam Menggema dalam KTT Keanekaragaman Hayati COP16

Seruan Pendanaan Pelestarian Alam Menggema dalam KTT Keanekaragaman Hayati COP16

Pemerintah
79 Persen Eksekutif Agrifood Laporkan Pertumbuhan Pendapatan dari Investasi Keberlanjutan

79 Persen Eksekutif Agrifood Laporkan Pertumbuhan Pendapatan dari Investasi Keberlanjutan

Pemerintah
 Bank Belum Siap Hadapi Perubahan Iklim

Bank Belum Siap Hadapi Perubahan Iklim

Pemerintah
Emisi CO2 Global dari Kebakaran Hutan meningkat 60 Persen Sejak 2001

Emisi CO2 Global dari Kebakaran Hutan meningkat 60 Persen Sejak 2001

LSM/Figur
Tolak PLTU Captive, Koalisi Sulawesi Tanpa Polusi Minta Prabowo Revisi Perpres 112/2022

Tolak PLTU Captive, Koalisi Sulawesi Tanpa Polusi Minta Prabowo Revisi Perpres 112/2022

LSM/Figur
Google Bakal Manfaatkan Nuklir untuk Pasok Listrik Data Center

Google Bakal Manfaatkan Nuklir untuk Pasok Listrik Data Center

Swasta
Ilmuwan Eksplorasi Rumput Laut Jadi Sumber Energi dan Pakan Ternak

Ilmuwan Eksplorasi Rumput Laut Jadi Sumber Energi dan Pakan Ternak

Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau