Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com, 4 Juli 2024, 10:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Editor

KOMPAS.com - Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia dan Brunei Darussalam Denis Chaibi mengungkapkan, sejumlah perusahaan teknologi raksasa seperti Apple, Microsoft, dan SpaceX tertarik berinvestasi di Indonesia tetapi dengan kepastian adanya penerapan ekonomi sirkular.

"Para raksasa teknologi ini tertarik untuk memasuki pasar Indonesia yang sedang booming, hal ini benar adanya. Namun, salah satu poin penting dalam investasi mereka adalah memastikan adanya ekonomi sirkular," ujar Chaibi dalam Green Economy Expo 2024 di Jakarta Convention Center, Rabu (3/7/2024).

Pada April 2024, CEO Apple Tim Cook dan CEO Microsoft Satya Nadella datang ke Indonesia dalam waktu yang berbeda untuk membahas antara lain rencana investasi di Indonesia.

Baca juga: Bappenas Luncurkan Peta Jalan Ekonomi Sirkular 2025-2045

Begitu pula dengan pemilik sekaligus CEO Tesla Inc dan SpaceX Elon Musk yang menghadiri World Water Forum (WWF) 2024 di Bali. Musk turut meresmikan internet satelit Starlink di tanah air.

"Mereka ingin memastikan iPhone yang mereka produksi bisa didaur ulang di Indonesia. Mereka ingin memastikan bahwa layanan cloud dengan server-nya (memanfaatkan) energi terbarukan. Singkatnya, jika Indonesia ingin menarik lebih banyak investasi terkemuka, ekonomi sirkular adalah nilai jual yang penting," ucap Chaibi, sebagaimana dilansir Antara.

Dalam kesempatan tersebut, dia membicarakan perihal tiga dari lima sektor prioritas penerapan ekonomi sirkular di Indonesia yang disusun Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas). Mulai dari elektronik, pangan, hingga tekstil.

Selain menerapkan ekonomi sirkular pada sektor elektronik, Chaibi menyatakan program makan bergizi gratis yang diusung Presiden terpilih Prabowo Subianto merupakan cara efektif untuk menjamin ketahanan pangan.

Baca juga: MMSGI Tawarkan Model Sirkular Air di Lanskap Pascatambang

Namun, dia menekankan agar sampah makanan yang berpotensi semakin banyak akibat pelaksanaan program tersebut perlu ditanggulangi dengan baik.

"Setiap tahunnya, limbah makanan dapat menghidupi 28 juta orang. Jika kita bisa mengurangi sampah makanan dengan cara yang wajar, kita bisa memberi makan 10 persen penduduk Indonesia," kata Chaibi.

Karena itu, pemahaman yang lebih baik tentang produk, penyimpanan, panen, pengelolaan, infrastruktur cold chain, hingga pengelolaan stok di sektor pangan harus diterapkan dengan menggunakan konsep ekonomi sirkular.

Pasalnya, ketahanan pangan dan limbah makanan mempunyai kaitan erat.

Baca juga: Peluang dan Komitmen Pemerintah Terhadap Ekonomi Sirkular di Indonesia

Terakhir, dia mengungkapkan sektor tekstil yang dapat dikembangkan Indonesia dengan mengikuti tren desain ramah lingkungan seperti pemanfaatan bahan daur ulang agar Indonesia tetap memiliki akses ke pasar Amerika Serikat (AS) dan Eropa.

Apabila aturan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) dapat memasukkan elemen daur ulang, maka Indonesia mampu menjadi penghasil terbesar bahan daur ulang, mengingat negara ini memiliki jumlah konsumen terbesar di Asia Tenggara.

Chaibi menegaskan, ekonomi sirkular sangat penting untuk melaksanakan prioritas presiden terpilih dalam bidang ketahanan pangan.

"Penting untuk terus menarik investasi bernilai tinggi dan berteknologi tinggi, dan penting bagi Indonesia untuk mempertahankan keunggulan kompetitif di bidang tekstil dan alas kaki, dengan menyesuaikan aturan kandungan lokal (TKDN) dengan aturan mengenai bahan daur ulang," tutur Chaibi.

Baca juga: Aneka Tantangan Ekonomi Sirkular di Indonesia, Kurang Kolaborasi

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Kebijakan Adaptasi dan Mitigasi Krisis Iklim RI Dinilai Belum Peduli Kelompok Paling Rentan
Kebijakan Adaptasi dan Mitigasi Krisis Iklim RI Dinilai Belum Peduli Kelompok Paling Rentan
LSM/Figur
Pemerintah Bakal Bangun SPKLU di Desa untuk Perluas Penggunaan EV
Pemerintah Bakal Bangun SPKLU di Desa untuk Perluas Penggunaan EV
Pemerintah
Rencana Buka 600.000 Ha Lahan Sawit Baru, Solusi atau Kemunduran?
Rencana Buka 600.000 Ha Lahan Sawit Baru, Solusi atau Kemunduran?
LSM/Figur
Greenpeace: Komitmen Iklim Anggota G20 Tak Ambisius
Greenpeace: Komitmen Iklim Anggota G20 Tak Ambisius
LSM/Figur
RI-Inggris Teken MoU Kurangi Sampah Plastik dan Polusi Laut
RI-Inggris Teken MoU Kurangi Sampah Plastik dan Polusi Laut
Pemerintah
COP30: 300 Juta Dollar AS Dialokasikan untuk Riset Kesehatan Iklim
COP30: 300 Juta Dollar AS Dialokasikan untuk Riset Kesehatan Iklim
Pemerintah
Startup Indonesia Perkuat Ekosistem Inovasi Berkelanjutan lewat Nusantara Innovation Hub
Startup Indonesia Perkuat Ekosistem Inovasi Berkelanjutan lewat Nusantara Innovation Hub
Swasta
WEF: Transisi Hijau Ciptakan 9,6 Juta Lapangan Kerja Baru pada 2030
WEF: Transisi Hijau Ciptakan 9,6 Juta Lapangan Kerja Baru pada 2030
Pemerintah
Celios: Banyak Negara Maju Belum Bayar Utang Ekologis ke Negara Berkembang
Celios: Banyak Negara Maju Belum Bayar Utang Ekologis ke Negara Berkembang
Pemerintah
Skandal Sawit Kalteng: 108 Perusahaan Masuk Kawasan Hutan, Ogah Bangun Kebun Plasma
Skandal Sawit Kalteng: 108 Perusahaan Masuk Kawasan Hutan, Ogah Bangun Kebun Plasma
LSM/Figur
Tantangan Menggeser Paradigma Bisnis Sawit dari Produktivitas ke Keberlanjutan
Tantangan Menggeser Paradigma Bisnis Sawit dari Produktivitas ke Keberlanjutan
Swasta
Masyarakat Adat Jaga Ekosistem, tapi Hanya Terima 2,9 Persen Pendanaan Iklim
Masyarakat Adat Jaga Ekosistem, tapi Hanya Terima 2,9 Persen Pendanaan Iklim
LSM/Figur
Laporan Mengejutkan: Cuma 19 Persen Perusahaan Sawit di Kalteng Lolos Administrasi
Laporan Mengejutkan: Cuma 19 Persen Perusahaan Sawit di Kalteng Lolos Administrasi
LSM/Figur
Laporan Ceres: Kemajuan Keberlanjutan Air Korporat Terlalu Lambat
Laporan Ceres: Kemajuan Keberlanjutan Air Korporat Terlalu Lambat
Pemerintah
Konsumsi Air Dunia Melonjak 25 Persen, Bank Dunia Ungkap Bumi Menuju Kekeringan
Konsumsi Air Dunia Melonjak 25 Persen, Bank Dunia Ungkap Bumi Menuju Kekeringan
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme Jernih KOMPAS.com
Memuat pilihan harga...
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme Jernih KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau