Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Aneka Tantangan Ekonomi Sirkular di Indonesia, Kurang Kolaborasi

Kompas.com, 21 Maret 2024, 07:00 WIB
Faqihah Muharroroh Itsnaini,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ada sejumlah tantangan untuk mengubah sistem kehidupan di Indonesia menjadi ekonomi sirkular dan berkelanjutan.

Expert Team Coordinator SDGs National Secretariat Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Yanuar Nugroho menyampaikan bahwa salah satu faktor ekonomi sirkular masih sulit diterapkan sepenuhnya adalah karena perubahan besar membutuhkan usaha semua pihak.

“Dari kehidupan biasa, kita bertransformasi ke ekonomi sirkular dan keberlanjutan itu tidak mudah. Perlu effort, biaya besar, dan lain-lain,” ujar Yanuar dalam sesi Talkshow bertajuk “Exploring Future Opportunities and Challenges of Circular Economy in Advancing SDGs in Indonesia” di Jakarta, Rabu (20/3/2024).

Baca juga: Penguatan Desa Berbasis Ekonomi Kerakyatan Digital

Oleh karena itu, butuh kesadaran dan dukungan semua pihak untuk menggerakkan prinsip ekonomi sirkular.

“Tidak hanya bergantung sama pemerintah. Kita perlu kolaborasi di lintas kementerian, lembaga, akademisi, masyarakat, semua pihak,” imbuhnya.

Salah seorang SDGs Mover yang dipilih UNDP Indonesia Chelsea Islan mengatakan pentingnya pergerakan dimulai dari diri sendiri. Pergerakan kecil, menurutnya, ketika disatukan akan menjadi kekuatan besar.

“Memang kita semua harus sadar dan bergerak. Tidak bisa hanya dari atas, terutama karena Indonesia sangat beragam dan luas, harus dirangkul semuanya,” ujar Chelsea.

Tantangan ekonomi sirkular

Di samping pentingnya kolaborasi untuk mencapai keberlanjutan, Yanuar menilai pemahaman masyarakat terhadap pentingnya ekonomi sirkular juga masih harus ditingkatkan.

“Tantangan penerapan ekonomi sirkular di antaranya adalah awareness. Memahami implikasi dan ruang lingkupnya, apa yang harus dilakukan pertama kali, siapa melakukan apa,” tutur Yanuar.

Baca juga: BEI Serukan Investasi Pemberdayaan Ekonomi Perempuan

Selain soal awareness, persoalan menyeimbangkan permintaan dan penawaran pasar dalam hal kualitas dan kuantitas juga menjadi tantangan.

Kemudian, masih kurangnya infrastruktur termasuk teknologi pendukung, hingga belum adanya skema pembiayaan atau insentif yang tepat untuk mendukung ekonomi sirkular.

Lebih jauh lagi, kata Yanuar, Pemerintah Indonesia masih belum mengoptimalkan penegakan hukum maupun pendidikan terkait ekonomi sirkular di Tanah Air.

Namun, ia menilai tingkat Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs) di Indonesia termasuk cukup baik. Sebab, ia optimistis terhadap lingkungan yang memungkinkan untuk mencapai arah tersebut.

“Tapi kita bisa memungkinkan lingkungan itu. Misalnya mendorong ekonomi sirkular dengan insentif, kebijakan pemerintah, pengelolaan limbah dan sampah,” paparnya.

Tentang ekonomi sirkular

Ekonomi sirkular merupakan sebuah sistem atau model untuk menghasilkan pertumbuhan ekonomi dengan mempertahankan nilai produk, bahan, dan sumber daya dalam perekonomian selama mungkin. Sehingga, dapat meminimalisasi kerusakan sosial dan lingkungan.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Baru 2 Bandara Pakai BTT Listrik, Kemenhub Siapkan Revisi Standar Nasional
Baru 2 Bandara Pakai BTT Listrik, Kemenhub Siapkan Revisi Standar Nasional
Pemerintah
BRIN: Peralihan ke BTT Listrik Pangkas Emisi Bandara hingga 31 Persen
BRIN: Peralihan ke BTT Listrik Pangkas Emisi Bandara hingga 31 Persen
LSM/Figur
Etika Keadilan Masyarakat dan Iklim
Etika Keadilan Masyarakat dan Iklim
Pemerintah
Akhiri Krisis Air, Vinilon Group dan Solar Chapter Alirkan Air Bersih ke Desa Fafinesu NTT
Akhiri Krisis Air, Vinilon Group dan Solar Chapter Alirkan Air Bersih ke Desa Fafinesu NTT
Swasta
Kisah Kampung Berseri Astra Cidadap, Ubah Tambang Ilegal Jadi Ekowisata
Kisah Kampung Berseri Astra Cidadap, Ubah Tambang Ilegal Jadi Ekowisata
Swasta
IEA: Dunia Menjadi Lebih Hemat Energi, tetapi Belum Cukup Cepat
IEA: Dunia Menjadi Lebih Hemat Energi, tetapi Belum Cukup Cepat
Pemerintah
Intensifikasi Lahan Tanpa Memperluas Area Tanam Kunci Keberlanjutan Perkebunan Sawit
Intensifikasi Lahan Tanpa Memperluas Area Tanam Kunci Keberlanjutan Perkebunan Sawit
Swasta
Industri Penerbangan Asia Pasifik Siap Penuhi Target 5 Persen Avtur Berkelanjutan
Industri Penerbangan Asia Pasifik Siap Penuhi Target 5 Persen Avtur Berkelanjutan
Pemerintah
Indonesia Ingin Bangun PLTN, tapi Geopolitik Jadi Pertimbangan Utama
Indonesia Ingin Bangun PLTN, tapi Geopolitik Jadi Pertimbangan Utama
Pemerintah
Cerita dari Pulau Obi: Reklamasi Tambang Tak Sekadar Menanam Ulang
Cerita dari Pulau Obi: Reklamasi Tambang Tak Sekadar Menanam Ulang
Swasta
Momen Haru, Orangutan Artemis dan Gieke Kembali ke Hutan Setelah Rehabilitasi
Momen Haru, Orangutan Artemis dan Gieke Kembali ke Hutan Setelah Rehabilitasi
Pemerintah
Survei Deloitte: Eksekutif Terus Berinvestasi dalam Keberlanjutan
Survei Deloitte: Eksekutif Terus Berinvestasi dalam Keberlanjutan
Swasta
Arktik Terdalam Memanas, Krisis Iklim Meluas
Arktik Terdalam Memanas, Krisis Iklim Meluas
Pemerintah
IESR: RI Belum Siap Transisi Energi karena Lembaga Pembayaran Gelontorkan Dana ke Energi Fosil
IESR: RI Belum Siap Transisi Energi karena Lembaga Pembayaran Gelontorkan Dana ke Energi Fosil
LSM/Figur
BMKG Perkirakan Hujan Terjadi di Sejumlah Daerah hingga 27 November
BMKG Perkirakan Hujan Terjadi di Sejumlah Daerah hingga 27 November
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme Jernih KOMPAS.com
Memuat pilihan harga...
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme Jernih KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau