WACANA penutupan Taman Nasinal (TN) Komodo untuk Wisata pada 2025 cukup mengejutkan bagi saya selaku pengamat kehutanan dan lingkungan.
Balai Taman Nasional Komodo (BTNK) berencana menutup kawasan Taman Nasional Komodo dari aktivitas wisata. Belum diketahui aktivitas wisata di Taman Nasional Komodo bakal ditutup total atau pada hari tertentu saja.
BNTK sedang mengkaji rencana penutupan aktivitas wisata di Taman Nasional Komodo. Penutupan kunjungan wisatawan ke salah satu destinasi favorit di Indonesia itu ditargetkan terealisasi pada pertengah tahun depan.
Kepala BTNK Hendrikus Rani Siga menyebut, ada empat alasan perlu dilakukan penutupan aktivitas wisata di Taman Nasional Komodo.
Pertama, Taman Nasional Komodo perlu pemulihan dari aktivitas wisata yang intens selama ini. Kedua, mendorong spot-spot wisata di daratan Pulau Flores sebagai destinasi utama selain Taman Nasional Komodo.
Ketiga, mendorong peningkatan peluang ekonomi bagi masyarakat yang berada sekitar daya tarik wisata di Pulau Flores dan sekitarnya.
Keempat, mendorong efektivitas pengelolaan melalui penataan kembali sumber daya manusia (SDM), infrastruktur, relasi dengan para pihak, terutama masyarakat dalam kawasan sebagai bagian dari revitalisasi instrumen pengelolaan Taman Nasional Komodo.
Mungkinkah TN Komodo ditutup, bahkan ditutup total pada 2025? Saya mencoba untuk mengkritisi kebijakan tersebut dari aspek ekonomi, sosial, dan ekologi terkait rencana penutupan tersebut.
Taman nasional diartikan sebagai kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi.
Taman Nasional di Indonesia sebagai kawasan hutan konservasi diatur oleh dua regulasi. Pertama UU No 5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya (sudah direvisi pada 2024 dan disetujui DPR RI dan pemerintah, namun secara prinsip tentang Taman Nasional tidak berubah).
Kedua, UU No 41/1999 tentang Kehutanan. Selain itu, ada sejumlah regulasi turunannya.
Dalam UU 41/1999, bersama-sama dengan cagar alam secara spesifik menyebut tentang keunikan dan kekhasan zona inti taman nasional.
Dalam pasal 41 ayat (2) disebutkan bahwa rehabilitasi hutan dan lahan (reboisasi, penghijuan, pemeliharaan, pengayaan tanaman, penerapan teknik konservasi tanah secara vegetatif dan sipil teknis pada lahan kritis dan tidak produktif) dilakukan di semua hutan dan kawasan hutan kecuali cagar alam dan zona inti taman nasional.
Lebih lanjut dalam penjelasannya disebut bahwa pada cagar alam dan zona inti taman nasional tidak boleh dilakukan kegiatan rehabilitasi. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga kekhasan, keaslian, keunikan, dan keterwakilan dari jenis flora dan fauna serta ekosistemnya.
Dari aspek perlindungan sistem penyangga kehidupan, zona inti taman nasional dan cagar alam mempunyai prioritas perlindungan yang paling tinggi dibandingkan dengan kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam lainnya (suaka margasatwa, taman hutan raya dan taman wisata).
Sebagai salah satu kawasan pelestarian alam (KPA) selain taman wisata dan taman hutan raya (tahura), Taman Nasional adalah kawasan konservasi yang mempunyai pembagian kawasan yang khas dalam bentuk zonasi yang tidak sama dengan kawasan konservasi lainnya.
Dalam sistem penyelenggaraan KSA dan KPA, penataan kawasan taman nasional diatur dengan sistem zonasi, sedangkan untuk kawasan KSA dan KPA yang lain diatur dengan sistem blok.
Penyusunan zona atau blok pengelolaan dilakukan oleh unit pengelola dengan memperhatikan hasil konsultasi publik dengan masyarakat di sekitar KSA atau KPA serta pemerintah provinsi dan/atau pemerintah kabupaten/kota.
Penetapan zona atau blok dilakukan oleh menteri atau pejabat yang ditunjuk. Zona pengelolaan pada kawasan taman nasional meliputi: a) zona inti; b) zona pemanfaatan; c) zona rimba; dan/atau d) zona lain sesuai dengan kepentingan.
Sejak 2015, bersama-sama dengan Mandalika NTB, Borobudur Jateng dan Likupang Sulut, Pulau Komodo NTT ditetapkan pemerintah sebagai lima Destinasi Pariwisata Super Prioritas (DPSP) dengan kelas premium.
Destinasi wisata kelas premium adalah destinasi wisata yang mahal dan berbiaya tinggi karena berbanding lurus dengan fasilitas akomodasi dan infrastruktur yang tersedia juga berstandar internasional.
Dengan telah ditetapkan sebagai DPSP bagi Taman Nasional Komodo, arus wisatawan ke TN Komodo menjadi semakin deras datang ke Labuan Bajo (kota terdekat dengan TN Komodo), khususnya wisatawan mancanegara.
TN Komodo telah disulap menjadi obyek wisata kelas premium berkelas dunia dan tidak sembarang orang mampu untuk mengunjunginya.
Pemerintah Provinsi NTT sanggup menggelontorkan dana Rp 100 miliar untuk membenahi TN. Komodo, sedangkan pemerintah pusat membenahi infrastruktur Bandar Udara Labuan Bajo, hotel-hotel, jalan dan sebagainya yang telah selesai tahun 2023.
Dampaknya luar biasa. Kabupaten Manggarai Barat NTT menetapkan pariwisata menjadi lokomotif penggerak ekonomi.
Semua sektor bakal berorientasi pada pariwisata, termasuk sektor perkebunan, pertanian dan penangkapan ikan. Sektor tersebut didorong agar mendukung sektor pariwisata.
Dalam dua-tiga tahun ke depan, semua kebutuhan restoran diharapkan bisa disuplai dari masyarakat tani Manggarai Barat.
Di Labuan Bajo pula Presiden Jokowi pada 9-11 Mei 2023, berani menyelenggarakan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN untuk pertama kali di Labuan Bajo sambil menawarkan keindahan alam Pulau Komodo dan sekitarnya kepada tamu-tamu negara anggota ASEAN.
KTT ASEAN tersebut sangat mendorong dan meningkatkan perekonomian lokal dari sektor wisata.
Nampaknya DPSP Pulau Komodo semakin dikenal luas didunia, dan barangkali merupakan DPSP yang paling maju dibanding dengan empat DPSP yang telah ditetapkan pemerintah sebelumnya.
Penyelenggaraan KTT ke-42 ASEAN berhasil menciptakan efek berganda bagi perekonomian sektor riil di wilayah Labuan Bajo dan sekitarnya, mulai dari penginapan yang sudah terpesan penuh hingga restoran yang selalu ramai oleh tamu setiap harinya.
Kepala Dinas Pariwisata, Ekonomi Kreatif dan Kebudayaan Kabupaten Manggarai Barat Pius Baut menyampaikan kesuksesan penyediaan akomodasi selama KTT ke-42 ASEAN tidak terlepas dari kerja sama antara para pelaku usaha dengan pemerintah daerah (pemda).
Hingga Selasa (9/5/2023), Dinparekraf Manggarai Barat mencatat semua ketersediaan kamar hotel yang berada di sekitar Labuan Bajo yang berjumlah sekitar 2.000 kamar sudah penuh terisi untuk tanggal 7 Mei hingga 12 Mei 2023.
Seiring dengan penuhnya kapasitas hotel tersebut, pihaknya mendukung para penduduk lokal untuk menyediakan penginapan atau home stay demi menampung para tamu yang kehabisan kamar hotel.
Pius optimistis penyelenggaraan KTT Ke-42 ASEAN akan menarik semakin banyak wisatawan, baik lokal maupun mancanegara untuk berkunjung ke Labuan Bajo di masa-masa mendatang.
Sebagai kawasan yang mendapat prioritas perlindungan yang paling tinggi, zona inti mempunyai keunikan dan memperoleh perlakuan khusus.
Pasal 32 UU No 5/1990 dalam penjelasannya, yang dimaksud dengan zona inti adalah bagian kawasan taman nasional yang mutlak dilindungi dan tidak diperbolehkan adanya perubahan apa pun oleh aktivitas manusia.
Setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan zona inti taman nasional.
Harus diakui bahwa terdapat beberapa kelemahan dalam pengelolaan TN. Pertama, luas TN yang dijaga dan diawasi tidak sebanding dengan jumlah petugas.
Rata-rata luas TN di atas 100.000 ha, bahkan ada TN yang mempunyai luas di atas 1000.000 ha. Sementara itu, petugas jagawana hanya berkisar 100 -125 orang setiap TN.
Idealnya satu orang petugas jagawana secara efektif menjaga dan mengawasi 200 – 250 ha. Oleh karena itu, TN dengan luas 100.000 ha membutuhkan petugas jagawana minimal 500 orang.
Kedua, batasan antara zona inti, zona pemanfaatan dan zona lainnya di lapangan belum jelas dan nyata. Pembuatan tata batas antarzona membutuhkan waktu yang lama dan biaya cukup besar.
Pelibatan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota dan masyarakat setempat dalam menjaga, mengamankan dan mengawasi TN wajib dilakukan untuk menghilangkan kesan bahwa Balai Besar/Balai TN bekerja sendiri.
Sebagai kompensasinya, masyarakat diberi kesempatan luas untuk mengelola zona pemanfaatan untuk kegiatan pariwisata dan rekreasi sebagaimana yang diamanatkan dalam UU No 5/1990 pasal 34 ayat (3).
TN sebagai bagian dari kawasan konservasi adalah aset nasional yang harus dipertahankan sampai kapanpun.
Jadi sangat wajar apabila warga Pulau Komodo menentang rencana Balai Taman Nasional Komodo (BTNK) menutup kawasan taman nasional untuk aktivitas wisata pada 2025 mendatang.
Warga Pulau Komodo terancam kehilangan sumber penghasilan jika kawasan TNK ditutup untuk aktivitas wisata. Sebab, sebagian besar warga di sana bekerja di sektor pariwisata seperti menjadi guide hingga menjual suvenir.
Memang besar dampaknya. Masyarakat sebagian besar mata pencaharian di wisata untuk dapat menjamin kebutuhan sehari-hari.
Rencana penutupan Pulau Komodo sebagai tujuan wisata pada 2025, juga tidak sejalan dengan misi pemerintah menetapkan destinasi wisata super prioritas (DPSP) yang dicanangkan Presiden Jokowi dan telah diperkenalkan kepada kepala negara/kepala pemerintahan negara Asean pada KTT Asean di Labuan Bajo tahun lalu.
Kalau toh untuk alasan pemulihan, mestinya hanya zona inti saja yang perlu mendapat prioritas untuk pemulihannya.
Zona selebihnya tetap dapat difungsikan sebagaimana mestinya, tentu dengan pengawasan dan penjagaan yang lebih ketat tanpa menghilangkan nilai wisatanya.
Kalaupun masih mengkhawatirkan dari aspek tekanan ekologis, jumlah pengunjung dapat dibatasi dengan pengurangan hingga 50 persen per hari.
Masih banyak cara lain yang lebih bijaksana daripada menutup total kawasan Pulau Komodo. Sesungguhnya, masyarakat yang terlibat dalam sektor pariwisata di Pulau Komodo secara langsung maupun tidak langsung juga ikut terlibat dan membantu mengawasi kelestarian Pulau Komodo dan satwa Komodo yang menjadi ikon dari Manggarai Barat dan NTT.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya