KOMPAS.com - Hari Minggu 21 Juli 2024 dinobatkan sebagai hari terpanas sepanjang sejarah pencatatan suhu dilakukan oleh manusia.
Lembaga pemantau perubahan iklim bentukan Uni Eropa, Copernicus Climate Change Service (C3S) melaporkan, berdasarkan data awal suhu rata-rata global pada Minggu mencapai 17,09 derajat celsius.
Suhu tersebut lebih tinggi dibandingkan rekor hari terpanas sebelumnya yang jatuh pada 6 Juli 2023 dengan temperatur rata-rata 17,08 derajat celsius.
Baca juga: Menara Pemantau GRK Jambi Diremsikan, Upaya Mengendalikan Suhu Bumi
Sebelumnya, rekor hari terpanas juga sempat terpecahkan pada 2016 dengan rata-rata temperatur global 16,8 derajat celsius.
Dilansir dari Euronews, Rabu (24/7/2024), fenomena tersebut menggambarkan betapa cepatkan rekor hari terpanas saling melampaui hanya dalam waktu kurang dari 10 tahun.
Direktur C3S Carlo Buontempo mengatakan, fenomena tersebut sangat mengejutkan, apalagi dalam 13 bulan terakhir suhu rata-rata bulanan terus memecahkan rekor.
"Kita sekarang berada di wilayah yang belum terpetakan dan seiring dengan terus memanasnya iklim, kita akan melihat rekor-rekor baru dipecahkan dalam beberapa bulan dan tahun mendatang," kata Buontempo.
Baca juga: Suhu Laut Selandia Baru Pecahkan Rekor Tertinggi
Dinobatkannya hari Minggu 21 Juli 2024 sebagai hari terpanas sejalan dengan fenomena panas ekstrem yang terjadi di sejumlah wilayah.
Di pedalaman California, AS, suhu mendekati 40 derajat celsius. Pada saat yang sama, Eropa dilanda gelombang panas yang mematikan.
"Ini jelas merupakan tanda mengkhawatirkan yang terjadi setelah 13 bulan berturut-turut mencatat rekor, kata ilmuwan iklim Berkeley Earth Zeke Hausfather.
Hausfather memperkirakan, ada 92 persen kemungkinan bahwa 2024 akan mengalahkan tahun 2023 sebagai tahun terpanas yang pernah tercatat.
Umumnya, Juli merupakan bulan yang panas secara global, terutama karena belahan Bumi Utara yang mengalami musim panas.
Baca juga: 12 Tahun Terakhir, Rata-rata Suhu Bumi Sudah Naik 1,5 Derajat Celsius
Catatan C3S sudah ada sejak 1940, namun pengukuran global lainnya yang dilakukan oleh pemerintah AS dan Inggris sudah ada sejak 1880.
Para ilmuwan menyampaikan, kenaikan suhu Bumi sebagian besar disebabkan oleh perubahan iklim akibat pembakaran bahan bakar fosil.
Mereka sepakat, pemanasan akan terus berlanjut kecuali manusia mengurangi gas rumah kaca (GRK) dari pembakaran bahan bakar fosil.
Di sisi lain, ilmuwan iklim dari University of Pennsylvania Michael Mann menyampaikan, perbedaan antara angka tertinggi tahun ini dan tahun lalu sangatlah kecil.
"Kita seharusnya tidak pernah membandingkan suhu absolut untuk setiap hari," kata Mann.
Baca juga: Skenario Terburuk, Suhu Indonesia Bisa Naik 3,5 Derajat pada 2100
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya