KOMPAS.com - Suhu laut di Selandia Baru memecahkan rekor tertinggi, melampaui rata-rata suhu global.
Peristiwa tersebut memicu kekhawatiran atas kesehatan kehidupan dan ekosistem laut di negara tersebut, sebagaimana dilansir The Guardian, Rabu (10/7/2024).
Data baru dari Stats NZ menunjukkan, sejak tahun 1982, suhu permukaan laut Selandia Baru meningkat rata-rata antara 0,16 sampai 0,26 derajat celsius tiap 10 tahun.
Baca juga: Pelajar Diajak Eksplorasi Laut dan Hidup di Atas Kapal OceanXplorer
Sedangkan suhu di perairan pesisir meningkat antara 0,19 sampai 0,34 derajat celsius setiap 10 tahun.
Pada 2022 atau 2023, setiap wilayah samudera dan pesisir mengalami tahun-tahun terpanas yang pernah tercatat.
Laju pemanasan permukaan laut di sekitar Selandia Baru juga dua kali lipat melampaui rata-rata global setiap sebesar 0,18 celsius.
Ilmuwan di National Institute for Water and Atmospherics Matt Pinkerton mengatakan, bahkan di satu wilayah yakni Chatham Rise, suhu meningkat tiga kali lebih tinggi dibandingkan rata-rata global.
Dia menambahkan, Selandia Baru mungkin mengalami peningkatan suhu yang lebih tinggi karena posisi geografisnya serta gerakan arus laut global yang membawa panas.
Baca juga: RI Optimistis Mampu Kurangi 70 Persen Sampah Plastik di Laut
"Selandia Baru terletak di antara Pasifik, Laut Tasman, dan Samudra Selatan. Terjadi banyak pemanasan yang terjadi di ketiga wilayah tersebut, sehingga kita menerima panas dari segala arah," ujar Pinkerton.
Pinkerton mengatakan, suhu tinggi di Selandia Baru menghilangkan dugaan bahwa negara kepulauan itu relatif aman dari suhu ekstrem.
"Karena kita dikelilingi oleh begitu banyak lautan, kami (menduga) sedikit terlindungi oleh efek pemanasan. (Data) ini mengatakan bahwa hal itu tidak benar," ucap Pinkerton.
Gelombang panas laut juga mencapai tingkat yang baru di Selandia Baru.
Pulau Utara Bagian Barat Selandia Baru mengalami kondisi gelombang panas selama 89 persen sepanjang periode 2022, yang merupakan tertinggi di antara wilayah pesisir.
Baca juga: Indonesia dan OceanX Eksplorasi Laut Dalam secara Lima Tahap
"Bahkan kenaikan suhu sekecil apa pun dapat mengganggu ekosistem laut, menyebabkan relokasi beberapa spesies, dan meningkatkan risiko penyakit," kata Stuart Jones, manajer statistik lingkungan dan pertanian Stats NZ.
Gelombang panas laut yang hebat sebelumnya telah dikaitkan dengan pemutihan spons laut secara massal di Selandia Baru, matinya rumput laut banteng di selatan, terdamparnya ikan dalam skala besar, dan kematian penguin.
"Gelombang panas laut yang intens dapat menyebabkan perubahan ekologi skala besar dengan membunuh spesies pembentuk habitat seperti rumput laut," kata Christopher Cornwall, dosen biologi kelautan di Victoria University of Wellington.
Dia menambahkan, sangat mungkin pemanasan dan gelombang panas laut yang lebih sering, intens, dan lebih lama telah menyebabkan perubahan permanen pada ekosistem laut di Aotearoa.
Baik Cornwall maupun Pinkerton menambahkan, sejauh mana pemanasan laut akan mengganggu ekosistem masih kurang dipahami.
Sementara itu, pemantauan jangka panjang diperlukan untuk mengantisipasi dan merencanakan perubahan, terutama ketika menilai kuota penangkapan ikan.
Baca juga: NTTI Pasang Pembatas, Selamatkan Laut Bunaken dari Sampah Plastik
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya