Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Suhu Laut Selandia Baru Pecahkan Rekor Tertinggi

Kompas.com, 13 Juli 2024, 16:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Suhu laut di Selandia Baru memecahkan rekor tertinggi, melampaui rata-rata suhu global.

Peristiwa tersebut memicu kekhawatiran atas kesehatan kehidupan dan ekosistem laut di negara tersebut, sebagaimana dilansir The Guardian, Rabu (10/7/2024).

Data baru dari Stats NZ menunjukkan, sejak tahun 1982, suhu permukaan laut Selandia Baru meningkat rata-rata antara 0,16 sampai 0,26 derajat celsius tiap 10 tahun.

Baca juga: Pelajar Diajak Eksplorasi Laut dan Hidup di Atas Kapal OceanXplorer

Sedangkan suhu di perairan pesisir meningkat antara 0,19 sampai 0,34 derajat celsius setiap 10 tahun.

Pada 2022 atau 2023, setiap wilayah samudera dan pesisir mengalami tahun-tahun terpanas yang pernah tercatat.

Laju pemanasan permukaan laut di sekitar Selandia Baru juga dua kali lipat melampaui rata-rata global setiap sebesar 0,18 celsius.

Ilmuwan di National Institute for Water and Atmospherics Matt Pinkerton mengatakan, bahkan di satu wilayah yakni Chatham Rise, suhu meningkat tiga kali lebih tinggi dibandingkan rata-rata global.

Dia menambahkan, Selandia Baru mungkin mengalami peningkatan suhu yang lebih tinggi karena posisi geografisnya serta gerakan arus laut global yang membawa panas.

Baca juga: RI Optimistis Mampu Kurangi 70 Persen Sampah Plastik di Laut

"Selandia Baru terletak di antara Pasifik, Laut Tasman, dan Samudra Selatan. Terjadi banyak pemanasan yang terjadi di ketiga wilayah tersebut, sehingga kita menerima panas dari segala arah," ujar Pinkerton.

Pinkerton mengatakan, suhu tinggi di Selandia Baru menghilangkan dugaan bahwa negara kepulauan itu relatif aman dari suhu ekstrem.

"Karena kita dikelilingi oleh begitu banyak lautan, kami (menduga) sedikit terlindungi oleh efek pemanasan. (Data) ini mengatakan bahwa hal itu tidak benar," ucap Pinkerton.

Gelombang panas laut juga mencapai tingkat yang baru di Selandia Baru.

Pulau Utara Bagian Barat Selandia Baru mengalami kondisi gelombang panas selama 89 persen sepanjang periode 2022, yang merupakan tertinggi di antara wilayah pesisir.

Baca juga: Indonesia dan OceanX Eksplorasi Laut Dalam secara Lima Tahap

"Bahkan kenaikan suhu sekecil apa pun dapat mengganggu ekosistem laut, menyebabkan relokasi beberapa spesies, dan meningkatkan risiko penyakit," kata Stuart Jones, manajer statistik lingkungan dan pertanian Stats NZ.

Gelombang panas laut yang hebat sebelumnya telah dikaitkan dengan pemutihan spons laut secara massal di Selandia Baru, matinya rumput laut banteng di selatan, terdamparnya ikan dalam skala besar, dan kematian penguin.

"Gelombang panas laut yang intens dapat menyebabkan perubahan ekologi skala besar dengan membunuh spesies pembentuk habitat seperti rumput laut," kata Christopher Cornwall, dosen biologi kelautan di Victoria University of Wellington.

Dia menambahkan, sangat mungkin pemanasan dan gelombang panas laut yang lebih sering, intens, dan lebih lama telah menyebabkan perubahan permanen pada ekosistem laut di Aotearoa.

Baik Cornwall maupun Pinkerton menambahkan, sejauh mana pemanasan laut akan mengganggu ekosistem masih kurang dipahami.

Sementara itu, pemantauan jangka panjang diperlukan untuk mengantisipasi dan merencanakan perubahan, terutama ketika menilai kuota penangkapan ikan.

Baca juga: NTTI Pasang Pembatas, Selamatkan Laut Bunaken dari Sampah Plastik

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
BMW Tetapkan Target Iklim Baru untuk 2035
BMW Tetapkan Target Iklim Baru untuk 2035
Pemerintah
Lebih dari Sekadar Musikal, Jemari Hidupkan Harapan Baru bagi Komunitas Tuli pada Hari Disabilitas Internasional
Lebih dari Sekadar Musikal, Jemari Hidupkan Harapan Baru bagi Komunitas Tuli pada Hari Disabilitas Internasional
LSM/Figur
Material Berkelanjutan Bakal Diterapkan di Hunian Bersubsidi
Material Berkelanjutan Bakal Diterapkan di Hunian Bersubsidi
Pemerintah
Banjir Sumatera: Alarm Keras Tata Ruang yang Diabaikan
Banjir Sumatera: Alarm Keras Tata Ruang yang Diabaikan
Pemerintah
Banjir Sumatera, Penyelidikan Hulu DAS Tapanuli Soroti 12 Subyek Hukum
Banjir Sumatera, Penyelidikan Hulu DAS Tapanuli Soroti 12 Subyek Hukum
Pemerintah
Banjir Sumatera, KLH Setop Operasional 3 Perusahaan untuk Sementara
Banjir Sumatera, KLH Setop Operasional 3 Perusahaan untuk Sementara
Pemerintah
Berkomitmen Sejahterakan Umat, BSI Maslahat Raih 2 Penghargaan Zakat Award 2025
Berkomitmen Sejahterakan Umat, BSI Maslahat Raih 2 Penghargaan Zakat Award 2025
BUMN
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Pemerintah
Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
LSM/Figur
Ambisi Indonesia Punya Geopark Terbanyak di Dunia, Bisa Cegah Banjir Terulang
Ambisi Indonesia Punya Geopark Terbanyak di Dunia, Bisa Cegah Banjir Terulang
Pemerintah
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Pemerintah
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
LSM/Figur
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
Pemerintah
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Pemerintah
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau