KOMPAS.com - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengakui penerapan teknologi penangkap dan penyimpan karbon atau carbon capture and storage/carbon capture, utilization, and storage (CCS/CCUS) masih mahal.
Dia menambahkan, biaya yang tinggi dari penerapan CCS/CCUS tersebut menjadi tantangan utama bagi Indonesia.
"Rencana implementasi CCS/CCUS sekarang masih mahal, tapi memang harus kita coba. Sesuatu kalau baru dicoba kan memang mahal," ujar Arifin di Kantor Ditjen Migas, Jakarta, Jumat (2/8/2024), dikutip dari siaran pers Kementerian ESDM.
Baca juga: 5 Pembangkit PLN Akan Jadi Percontohan Penerapan CCS
Arifin menjelaskan Indonesia memiliki 15 proyek CCS/CCUS yang masih dalam tahap studi atau persiapan.
Proyek-proyek tersebut tersebar dari barat hingga timur Indonesia seperti Tangguh EGR/CCUS, Abadi CCS, Sukowati CCUS/EOR, Gundih CCUS/EGR, Pilot Test CO2 Huff and Puff Jatibarang, Ramba CCUS/EOR, serta CO2 Huff and Puff Gemah.
Selain itu ada Sakakemang CCS, Arun CCS, Central Sumatera Basin CCS/CCUS Hubs, Kutai Basin CCS Hub, Asri Basin CCS/CCUS Hubs, CCU to Methanol RU V Balikpapan, East Kalimantan CCS/CCUS Study, dan Blue Ammonia + CCS Donggi Matindok.
Arifin menuturkan, biaya untuk menginjeksikan per ton karbon dioksida ke penyimpanan akan memakan biaya yang tidak sedikit.
Baca juga: BP Berau Gandeng ITB Kembangkan Teknologi CCS dan CCUS di Indonesia
Contohnya adalah pemurnian gas di Gundih dengan 43-53 dollar AS per ton karbon dioksida dengan total 0,3 juta ton karbon dioksida per tahun, investasi injeksi 105 juta dollar AS.
Selanjutnya Produksi LNG Bintuni di Papua Barat, 33 dollar AS per ton karbon dioksida. Total 2,5-3,3 juta ton karbon dioksida per tahun, investasi injeksi sebesar 948 juta dollar AS.
Kemudian Produksi LNG di Masela, NTT, 26 dollar AS per ton karbon dioksida, total 3,5 juta ton karbon dioksida per tahun, investasi injeksi sebesar 1,4 miliar dollar AS.
Terakhir gasifikasi batu bara menjadi DME di Tanjung Enim, Sumatera Selatan, 50-55 dollar AS per ton karbon dioksida, total 3 juta ton karbon dioksida per tahun dan investasi injeksi mencapai 1,6 miliar dollar AS.
Baca juga: Penerapan CCS/CCUS Bakal Melanggengkan Penggunaan Bahan Bakar Fosil
Arifin memastikan, potensi yang dimiliki Indonesia untuk mengaplikasikan CCS/CCUS akan dimanfaatkan sebagian besar untuk kebutuhan domestik.
Dia menambahkan, dalam regulasi yang ada, 70 persen penyimpanan karbon akan dimanfaatkan oleh kebutuhan domestik.
Arifin menambahkan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) meneken Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Penangkapan dan Penyimpanan Karbon.
Salah satu substansi utamanya adalah kapasitas penyimpanan untuk domestik minimal 70 persen dari total kapasitas penyimpanan dan dapat disesuaikan untuk kepentingan nasional.
Selain itu, pada 2023, Kementerian ESDM telah menerbitkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 2 Tahun 2023 tentang Penyelenggaraan Penangkapan dan Penyimpanan Karbon, serta Penangkapan, Pemanfaatan, dan Penyimpanan Karbon pada Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.
Baca juga: Penerapan CCS/CCUS Bakal Melanggengkan Penggunaan Bahan Bakar Fosil
Melalui landasan hukum tersebut, Arifin berujar Indonesia menjadi sebagai salah satu negara pionir di Asia Tenggara yang terdepan dalam membuat regulasi mengenai CCS/CCUS.
"Malaysia saja belum. Malaysia baru September. Kita sudah duluan, sudah sekitar enam bulan ya," tuturnya.
Indonesia, sebut Arifin, memiliki potensi kapasitas penyimpanan karbon dioksida yang sangat besar mencapai 577,6 giga ton.
Potensi tersebut terdiri dari potensi saline aquifer sebesar 572,8 giga ton dan depleted oil and gas sebesar 4,8 giga ton.
Seluruh potensi penyimpanan karbon dioksida tersebut tersebar dari ujung barat hingga timur di wilayah Indonesia.
Baca juga: Anggota Komite BPH MIgas Akui CCS Akan Perpanjang Energi Fosil
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya