Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pembangkit Listrik Terdesentralisasi Lebih Cocok di Indonesia, Manfaatkan Potensi Lokal

Kompas.com - 06/08/2024, 20:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Sebagai negara kepulaian, ditambah betang alam yang beragam mulai dari pegunungan hingga pesisir, penyediaan energi di Indonesia menghadapi tantangan.

Penyediaan energi yang terpusat dan disalurkan melalui jaringan transmisi berisiko tinggi menghadapi gangguan di seluruh sistemnya. Contoh teranyar adalah padamnya lisrik di Sumatera pada Juni 2024.

Kondisi Indonesia tersebut membutuhkan pendekatan pembangkit listrik terdesentralisasi dengan memanfaatkan potensi sumber energi lokal.

Baca juga: Kementerian ESDM: Penerimaan Masyarakat Tantangan Utama Energi Nuklir

Pembangkit dari energi terbarukan seperti surya menjadi pilihan potensial untuk memperkuat akses energi di Indonesia. Selain itu, potensinya mencapai 3.000-20.000 gigawatt peak (GWp),

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menggarisbawahi, penggunaan energi terbarukan sangat penting bila dilihat dari kacamata konsumen.

YLKI menyampaikan, penggunaan energi terbarukan merupakan salah satu bentuk tanggung jawab konsumen untuk mewujudkan pola konsumsi yang berkelanjutan.

Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi mengatakan, pihaknya mendorong semua pihak untuk menciptakan iklim kebijakan dan regulasi yang kondusif.

Baca juga: Youth Climate Conference 2024, Anak Muda Dorong Transisi Energi

"Sehingga masyarakat bisa dengan mudah mengakses dan menginstalasi energi surya untuk memenuhi kebutuhan energi mereka," kata Tulus dalam Opini Konsumen: Arah, Tantangan, Dukungan Saat Ini dan Masa Depan yang dilaksanakan YLKI berkolaborasi dengan Institute for Essential Services Reform (IESR) dan Koaksi Indonesia, sebagaimana rilis yang diterima Kompas.com, Selasa (6/8/2024).

Manajer Program Akses Energi Berkelanjutan IESR Marlistya Citraningrum menyebutkan, energi surya merupakan sumber energi yang demokratis.

Dari beragam contoh pengembangan energi surya di Indonesia, terdapat empat catatan penting untuk memastikan dampaknya berkelanjutan.

Pertama, berorientasi pada pengguna dan dampaknya. Kedua, identifikasi sistem yang sesuai dengan konteks lokal.

Baca juga: Forum Pemuda YCC Deklarasikan Rekomendasi Transisi Energi untuk Indonesia Emas 2045

Ketiga, pendampingan berkelanjutan bagi komunitas dan masyarakat. Keempat, pengelolaan yang profesional.

Selain itu, pemetaan sumber pembiayaan inovatif perlu dilakukan untuk memastikan kebutuhan pengembangan energi surya direalisasikan dengan optimal.

Misalnya, dana desa, iuran swadaya masyarakat, dan program-program corporate social responsibility (CSR).

Edukasi publik untuk pengembangan PLTS juga perlu mendapatkan perhatian serius. Minimnya pengetahuan publik atas informasi energi terbarukan akan berbanding lurus dengan permintaan.

"Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Koaksi Indonesia tahun 2019, diketahui bahwa 64 persen responden pernah melihat teknologi energi terbarukan, namun tidak merasa relevan dengan kehidupan sehari-hari," kata Manajer Komunikasi dan Kampanye Koaksi Indonesia Fitrianti Sofyan.

Baca juga: Anggota Komite BPH MIgas Akui CCS Akan Perpanjang Energi Fosil

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Masuk 500 Besar Perusahaan Terbaik Versi TIME, Intip Strategi ESG Astra

Masuk 500 Besar Perusahaan Terbaik Versi TIME, Intip Strategi ESG Astra

Swasta
Wanagama Nusantara Jadi Pusat Edukasi dan Konservasi Lingkungan di IKN

Wanagama Nusantara Jadi Pusat Edukasi dan Konservasi Lingkungan di IKN

Pemerintah
20 Perusahaan Global Paling 'Sustain' Versi Majalah TIME, Siapa 20 Teratas?

20 Perusahaan Global Paling "Sustain" Versi Majalah TIME, Siapa 20 Teratas?

Swasta
Tanpa Turunnya Emisi, Populasi Dunia Hadapi Ancaman Cuaca Ekstrem

Tanpa Turunnya Emisi, Populasi Dunia Hadapi Ancaman Cuaca Ekstrem

LSM/Figur
Kerajinan Lontar Olahan Perempuan NTT Diakui di Kancah Global

Kerajinan Lontar Olahan Perempuan NTT Diakui di Kancah Global

LSM/Figur
Partisipasi dalam “Ayo Sehat Festival 2024”, Roche Indonesia Dorong Akses Pemeriksaan Diabetes Sejak Dini

Partisipasi dalam “Ayo Sehat Festival 2024”, Roche Indonesia Dorong Akses Pemeriksaan Diabetes Sejak Dini

Swasta
Penyaluran Pembiayaan Berkelanjutan Capai Rp 1.959 Triliun pada 2023

Penyaluran Pembiayaan Berkelanjutan Capai Rp 1.959 Triliun pada 2023

Pemerintah
Terobosan, Jet Tempur Inggris Pakai Bahan Bakar Berkelanjutan

Terobosan, Jet Tempur Inggris Pakai Bahan Bakar Berkelanjutan

Pemerintah
Pemenang SDG Pioneers 2024 dari Afrika: Kevin Getobai, Usung Peternakan Berkelanjutan

Pemenang SDG Pioneers 2024 dari Afrika: Kevin Getobai, Usung Peternakan Berkelanjutan

LSM/Figur
Den Haag Jadi Kota Pertama di Dunia yang Larang Iklan Energi Fosil

Den Haag Jadi Kota Pertama di Dunia yang Larang Iklan Energi Fosil

Pemerintah
 PUBG Mobile Ajak Jutaan Pemain Ikut Jaga Kelestarian Lingkungan lewat Kampanye Play For Green

PUBG Mobile Ajak Jutaan Pemain Ikut Jaga Kelestarian Lingkungan lewat Kampanye Play For Green

Swasta
Kontribusi Pembangunan Berkelanjutan, 12 Tokoh Bisnis Dunia Sabet SDG Pioneer 2024

Kontribusi Pembangunan Berkelanjutan, 12 Tokoh Bisnis Dunia Sabet SDG Pioneer 2024

Swasta
5 Perusahaan Indonesia Masuk 1.000 Terbaik Dunia Versi Majalah TIME, Ini Daftarnya

5 Perusahaan Indonesia Masuk 1.000 Terbaik Dunia Versi Majalah TIME, Ini Daftarnya

Swasta
Integrasi Kecerdasan Buatan, PLN NP Optimalkan Pembangkit EBT

Integrasi Kecerdasan Buatan, PLN NP Optimalkan Pembangkit EBT

BUMN
Separuh Penduduk Dunia Tak Punya Perlindungan Sosial di Tengah Krisis Iklim

Separuh Penduduk Dunia Tak Punya Perlindungan Sosial di Tengah Krisis Iklim

Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau