KOMPAS.com - Jepang berencana membangun jalur konveyor sejauh 500 kilometer (km) yang menghubungkan Tokyo dan Osaka sebagai jalur distribusi barang.
Infrastruktur tersebut dapat menjadi berbagai solusi dari berbagai tantangan mulai dari mengatasi kekurangan sopir truk, mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK), dan kemacetan.
Rencana tersebut diluncurkan bulan lalu oleh Kementerian Pertanahan, Infrastruktur, Transportasi, dan Pariwisata Jepang, sebagaimana dilansir Euronews, Senin (5/8/2024).
Baca juga: 3 Inisiasi Kemenhub untuk Dorong Transportasi Hijau
Ada sejumlah rencana lokasi jalur konveyor tersebut, mulai dari tengah jalan raya, di sepanjang bahu jalan, atau melalui terowongan bawah tanah.
Rencana yang dinamakan Autoflow-Road tersebut diproyeksikan dapat beroperasi selama 24 jam yang dapat mengangkut kargo setara dengan 25.000 truk per hari.
Menurut perkiraan surat kabar Yomiuri, jalan tersebut dapat beroperasi dalam satu dekade dengan biaya yang diperkirakan mencapai 80 miliar yen per 10 km.
Kementerian Pertanahan, Infrastruktur, Transportasi, dan Pariwisata Jepang mengatakan, jalur konveyor tersebut akan mengatasi krisis logistik, mengurangi emisi GRK, sekaligus memanfaatkan ruang jalan sepenuhnya.
Selain itu, tujuan utama proyek ini adalah untuk mengatasi kekurangan sopir truk yang semakin parah di Jepang.
Baca juga: Transportasi Publik Perlu Terintegrasi dan Humanis
Berkurangnya sopir truk tersebut tak lepas dari menuanya penduduk dan semakin enggannya pemuda untuk menjadi sopir karena rendahnya upah dan jam kerja yang panjang.
Aturan baru yang dimaksudkan mengurangi jumlah lembur yang diizinkan bagi pengemudi justru menambah keterlambatan pengiriman.
Untuk diketahui, lebih dari 90 persen kargo Jepang saat ini diangkut melalui jalan darat.
Sebuah studi terkini oleh Nomura Research Institute menunjukkan, pada 2030 akan terjadi kekurangan pengemudi truk sebesar 35 persen di seluruh Jepang dibandingkan dengan jumlah kargo yang akan diangkut.
Daerah pedesaan akan menjadi yang paling terdampak.
Baca juga: Pengamat: Transportasi Umum Jakarta Setara Kota Besar Dunia
International Transport Forum (ITF) memperkirakan, transportasi barang yang terkait perdagangan menyumbang lebih dari 7 persen dari total emisi karbon dioksida secara global.
Subsektor ini juga menyumbang sekitar 30 persen dari semua emisi terkait transportasi.
AS, China, dan Uni Eropa merupakan penghasil emisi teratas dalam transportasi barang darat, sementara Jepang menyumbang sekitar 3 persen menurut data International Energy Agency (IEA).
Jepang sendiri bertujuan untuk mengurangi emisi GRK sebesar 46 persen pada 2030.
Baca juga: Forum ITS 2024 Teken Tiga Inisiatif Transportasi Berkelanjutan
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya