KOMPAS.com - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mendorong percepatan riset dan inovasi terkait pemanfaatan tanaman obat untuk perempuan.
Hal tersebut dilakukan karena isu kesehatan wanita sangat fundamental, mengingat sekitar 49,9 persen penduduk Indonesia adalah perempuan.
Kepala Organisasi Riset Kesehatan BRIN NLP Indi Dharmayanti mendorong periset di lembaga tersebut, khususnya di Pusat Riset Bahan Baku Obat dan Obat Tradisional (PRBBOOT).
Baca juga: Potensi Melimpah, tapi Obat Herbal Standar RI Masih Sedikit
"Terus berkarya dan berkolaborasi, mempercepat, dan memperkuat inovasi pemanfaatan tanaman obat dan ramuan tradisional kita," kata Indi dalam webinar Bincang Riset V bertema "Tanaman Obat dan Ramuan Herbal untuk Kesehatan Wanita", Selasa (20/8/2024), sebagaimana dikutip situs web BRIN.
Sementara itu, Kepala PRBBOOT BRIN Sofa Fajriah mengatakan, tingginya keanekaragaman hayati di Indonesia sangat menjanjikan untuk pengembangan produk obat dari bahan alam, khususnya untuk ramuan kesehatan wanita.
"Istilah back to nature (kembali ke alam) semakin mendorong pemanfaatan herbal yang memberikan efek pada kesehatan," sebut Sofa.
Dia menuturkan, semakin banyak berbagai kajian atau studi tentang herbal oleh para ilmuwan akan meningkatkan kesadaran masyarakat akan kesehatan.
Baca juga: Orangutan Mampu Obati Luka dengan Racikan Herbal Sendiri
Selain itu, semakin banyaknya penelitian akan berpengaruh pula pada penggunaan obat herbal yang berasal dari tumbuhan dengan cara tradisional dan alami.
Pasalnya, penggunaan obat herbal sebenarnya telah dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia sejak zaman dulu.
Diberitakan Kompas.com sebelumnya, Kepala BRIN Laksana Tri Handoko menyampaikan, Indonesia memiliki potensi obat herbal yang sangat besar.
"Secara umum mestinya kita bisa menggantikan semua bahan baku obat," kata Kepala BRIN Laksana Tri Handoko di Jakarta, Senin (3/6/2024), sebagaimana dilansir Antara.
Baca juga: Indonesia Simpan Potensi Obat Herbal Hewan dari 30.000 Spesies Tanaman
Handoko menuturkan, Indonesia telah mengidentifikasi sekitar 30.000 spesies dari biodiversitas. Akan tetapi, obat herbal berstandar masih sangat sedikit yakni 76 obat.
Menurutnya, bila keanekaragaman hayati itu bisa dioptimalkan secara baik, hal tersebut dapat menciptakan kedaulatan obat dan kesehatan bagi Indonesia.
Dengan demikian, lanjutnya, insiden berebut obat dan kelangkaan obat yang terjadi seperti saat pandemi Covid-19 tidak akan terulang.
"Itu (bahan baku obat) salah satu bentuk kedaulatan dan ketahanan era modern ini yang justru jauh lebih penting daripada bukan hanya masalah perang," kata Handoko.
Baca juga: 5 Obat Herbal Asam Urat yang Bisa Dicoba di Rumah
Lebih lanjut, Handoko menyampaikan membuat bahan baku alam menjadi obat-obatan butuh proses yang cukup panjang.
Proses tersebut tidak hanya menyangkut dari aspek riset, tetapi juga aspek pengembangan teknologi proses.
Beberapa tumbuhan, kata dia, diketahui bisa menjadi bahan baku parasetamol, namun untuk membuat mesin yang bisa memproses tumbuhan menjadi parasetamol secara konsisten masih menjadi tantangan saat ini.
Handoko menegaskan, pihaknya terus berusaha menjalin berbagai kerja sama dengan industri kesehatan agar Indonesia dapat menciptakan obat dan alat kesehatan secara mandiri berbekal sumber daya biodiversitas tersebut.
"Industri yang membuat mesin tidak ada di Indonesia. Itu sebabnya mau tidak mau kita harus bermitra dengan industri manufaktur," ucapnya.
Baca juga: 7 Tanaman Herbal yang Mudah Ditanam di Ambang Jendela
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya