Hal pertama adalah potensi manusia. Indonesia memerlukan banyak tenaga ahli di ekonomi hijau. Menurut survei dari UKM Suara Mahasiswa dengan Yayasan Cerah, 55 persen belum memahami konsep pekerjaan hijau.
Perguruan tinggi dapat mengambil peran sebagai inkubator bagi anak-anak muda. Menyadur dari The Conversation, beberapa hal bisa perguruan tinggi lakukan untuk mempersiapkan anak muda, yaitu memasukkan kurikulum keberlanjutan, membuat riset, menambahkan kriteria green jobs dalam profil lulusan, kolaborasi dengan beragam pemangku kepentingan, mengadakan workshop, dan mengintegrasikan isu keberlanjutan dalam unit kegiatan mahasiswa.
Dari sisi pemerintah, pemimpin hijau harus menerapkan kebijakan yang holistik dan tegas terkait ekonomi hijau.
Apabila kebijakan pemerintah holistik dan jelas, pemangku kepentingan lainnya akan lebih mudah mengadaptasinya dalam upaya berkontribusi dalam sektor ekonomi hijau. Arah pembangunan untuk mencapai Indonesia 2045 akan menjadi lebih jelas dan terarah.
Misalnya, kebijakan energi terbarukan. Indonesia perlu memasifkan pembangunan infrastruktur energi terbarukan.
Indonesia memiliki potensi energi terbarukan yang melimpah. Namun demikian, kapasitas yang terpasang masih sedikit.
Menurut laporan Global Energy Monitor dalam A Race to the Top: Southeast Asia 2024, kapasitas terpasang PLTS di Indonesia baru mencapai 21 megawatt (MW), yang membuat Indonesia menempati peringkat ke-8 dari 11 negara di Asia Tenggara.
Alhasil, pemerintah perlu melakukan penataan regulasi sehingga makin banyak investor yang ingin berinvestasi di Indonesia.
Sampai saat ini, investasi terkait energi terbarukan terdistribusi tidak merata. Sebanyak 44 persen dana investasi mengalir ke kawasan Asia Timur, 26 persen ke kawasan Eropa, dan kurang dari 4 persen mengalir ke Afrika dan Timur Tengah.
Pada sisi pemangku kepentingan lain, mereka telah berupaya secara mandiri melakukan kolaborasi untuk pertumbuhan ekonomi hijau.
Perusahaan Blibli menerapkan beberapa kebijakan ramah lingkungan di perusahaannya, seperti menggunakan kemasan daur ulang untuk mengirimkan paket kepada pelanggan.
Blibli juga menyediakan produk ramah lingkungan melalui halaman khusus ‘Eco Hub’ di platform e-commerce.
Di sisi lain, media juga berperan penting sebagai penyambung berbagai pemangku kepentingan.
Menurut Direktur Eksekutif Katadata Insight Center (KIC) Adek Media Roza, media harus menjadi katalisator untuk mempertemukan para pemangku kepentingan dalam isu perubahan iklim, dengan melakukan advokasi, diseminasi informasi, riset, dan advokasi kebijakan publik.
Singkatnya, setiap pemangku kepentingan adalah seorang pemimpin hijau. Dengan shifting fokus menuju ekonomi berkelanjutan, setiap pemangku kepentingan memiliki peran yang besar dalam mengawal ekonomi hijau.
Kepemimpinan hijau menjadi kunci untuk mencapai pembangunan berkelanjutan dan inklusif.
Melalui penguatan pertumbuhan ekonomi dengan industrialisasi dan hilirisasi, peningkatan efisiensi melalui digitalisasi, dan pembangunan ekonomi berkelanjutan, Indonesia dapat menciptakan masa depan lebih baik bagi semua.
Pemimpin yang mengadopsi green leadership tidak hanya berfokus pada hasil jangka pendek, tetapi juga berkomitmen menjaga keberlanjutan jangka panjang, memastikan bahwa pertumbuhan ekonomi berjalan seiring dengan pelestarian lingkungan dan peningkatan kesejahteraan sosial.
Indonesia saat ini sedang berproses menjadi teladan bagi negara lain dalam hal bagaimana memadukan pertumbuhan ekonomi dengan keberlanjutan lingkungan melalui kepemimpinan yang visioner dan bertanggung jawab.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya