Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Taufan Teguh Akbari
Dosen

18 tahun sebagai akademisi (dosen), konsultan, pengamat dan praktisi kepemudaan, komunikasi, kepemimpinan & sustainability (keberlanjutan). Saat ini mengemban amanah sebagai Full-time Lecturer, Associate Professor & Head of Centre Sustainability and Leadership Centre di LSPR Institute of Communication & Business, Chairman Millennial Berdaya Nusantara Foundation (Rumah Millennials), Dewan Pakar Perhimpunan Persahabatan Indonesia Tiongkok (PPIT), GEKRAF & HIPMI Institute

Kinerja Hijau dan Implementasi "Green Leadership"

Kompas.com, 28 Agustus 2024, 12:47 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Hal pertama adalah potensi manusia. Indonesia memerlukan banyak tenaga ahli di ekonomi hijau. Menurut survei dari UKM Suara Mahasiswa dengan Yayasan Cerah, 55 persen belum memahami konsep pekerjaan hijau.

Perguruan tinggi dapat mengambil peran sebagai inkubator bagi anak-anak muda. Menyadur dari The Conversation, beberapa hal bisa perguruan tinggi lakukan untuk mempersiapkan anak muda, yaitu memasukkan kurikulum keberlanjutan, membuat riset, menambahkan kriteria green jobs dalam profil lulusan, kolaborasi dengan beragam pemangku kepentingan, mengadakan workshop, dan mengintegrasikan isu keberlanjutan dalam unit kegiatan mahasiswa.

Dari sisi pemerintah, pemimpin hijau harus menerapkan kebijakan yang holistik dan tegas terkait ekonomi hijau.

Apabila kebijakan pemerintah holistik dan jelas, pemangku kepentingan lainnya akan lebih mudah mengadaptasinya dalam upaya berkontribusi dalam sektor ekonomi hijau. Arah pembangunan untuk mencapai Indonesia 2045 akan menjadi lebih jelas dan terarah.

Misalnya, kebijakan energi terbarukan. Indonesia perlu memasifkan pembangunan infrastruktur energi terbarukan.

Indonesia memiliki potensi energi terbarukan yang melimpah. Namun demikian, kapasitas yang terpasang masih sedikit.

Menurut laporan Global Energy Monitor dalam A Race to the Top: Southeast Asia 2024, kapasitas terpasang PLTS di Indonesia baru mencapai 21 megawatt (MW), yang membuat Indonesia menempati peringkat ke-8 dari 11 negara di Asia Tenggara.

Alhasil, pemerintah perlu melakukan penataan regulasi sehingga makin banyak investor yang ingin berinvestasi di Indonesia.

Sampai saat ini, investasi terkait energi terbarukan terdistribusi tidak merata. Sebanyak 44 persen dana investasi mengalir ke kawasan Asia Timur, 26 persen ke kawasan Eropa, dan kurang dari 4 persen mengalir ke Afrika dan Timur Tengah.

Pada sisi pemangku kepentingan lain, mereka telah berupaya secara mandiri melakukan kolaborasi untuk pertumbuhan ekonomi hijau.

Perusahaan Blibli menerapkan beberapa kebijakan ramah lingkungan di perusahaannya, seperti menggunakan kemasan daur ulang untuk mengirimkan paket kepada pelanggan.

Blibli juga menyediakan produk ramah lingkungan melalui halaman khusus ‘Eco Hub’ di platform e-commerce.

Di sisi lain, media juga berperan penting sebagai penyambung berbagai pemangku kepentingan.

Menurut Direktur Eksekutif Katadata Insight Center (KIC) Adek Media Roza, media harus menjadi katalisator untuk mempertemukan para pemangku kepentingan dalam isu perubahan iklim, dengan melakukan advokasi, diseminasi informasi, riset, dan advokasi kebijakan publik.

Singkatnya, setiap pemangku kepentingan adalah seorang pemimpin hijau. Dengan shifting fokus menuju ekonomi berkelanjutan, setiap pemangku kepentingan memiliki peran yang besar dalam mengawal ekonomi hijau.

Kepemimpinan hijau menjadi kunci untuk mencapai pembangunan berkelanjutan dan inklusif.

Melalui penguatan pertumbuhan ekonomi dengan industrialisasi dan hilirisasi, peningkatan efisiensi melalui digitalisasi, dan pembangunan ekonomi berkelanjutan, Indonesia dapat menciptakan masa depan lebih baik bagi semua.

Pemimpin yang mengadopsi green leadership tidak hanya berfokus pada hasil jangka pendek, tetapi juga berkomitmen menjaga keberlanjutan jangka panjang, memastikan bahwa pertumbuhan ekonomi berjalan seiring dengan pelestarian lingkungan dan peningkatan kesejahteraan sosial.

Indonesia saat ini sedang berproses menjadi teladan bagi negara lain dalam hal bagaimana memadukan pertumbuhan ekonomi dengan keberlanjutan lingkungan melalui kepemimpinan yang visioner dan bertanggung jawab.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
LSM/Figur
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
Pemerintah
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Pemerintah
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Pemerintah
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Swasta
Tuntaskan Program KMG-SMK, BNET Academy Dorong Penguatan Kompetensi Guru Vokasi
Tuntaskan Program KMG-SMK, BNET Academy Dorong Penguatan Kompetensi Guru Vokasi
Swasta
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Pemerintah
Jutaan Hektare Lahan Sawit di Sumatera Berada di Wilayah yang Tak Layak untuk Monokultur
Jutaan Hektare Lahan Sawit di Sumatera Berada di Wilayah yang Tak Layak untuk Monokultur
LSM/Figur
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Swasta
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
Pemerintah
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Pemerintah
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
BUMN
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
LSM/Figur
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Pemerintah
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau