KEPEMIMPINAN yang peduli dengan keseimbangan alam menjadi sesuatu yang tidak terbantahkan. Tuntutan disematkan oleh stakeholder untuk menyeimbangkan pembangunan ekonomi, lingkungan, dan sosial.
Terlebih, pembangunan dalam dekade terakhir telah memunculkan masalah seperti degradasi lingkungan dan ketidakadilan sosial.
Pemimpin membutuhkan konsep kepemimpinan yang relevan untuk bisa membangun ketiga hal secara bersamaan.
Di tengah problematika diskursus tersebut, konsep green leadership muncul sebagai pendekatan krusial untuk mengarahkan Indonesia menuju masa depan lebih baik.
Dalam beberapa tahun terakhir, sudah banyak ahli yang menjabarkan tentang kepemimpinan hijau. Dalam kepemimpinan hijau, ada terminologi yang disebut dengan green transformational leadership (GTL).
Chen & Chang (2013) mendeskripsikan GTL sebagai gaya kepemimpinan yang melibatkan motivasi dan inspirasi bagi karyawan untuk mencapai tujuan lingkungan dan melampaui tingkat kinerja kreatif hijau yang diharapkan.
Sementara itu, Mittal & Dhar (2016) menggambarkan kepemimpinan hijau sebagai kepemimpinan kharismatik seorang individu dalam memengaruhi individu lain untuk melakukan kegiatan yang proterhadap lingkungan.
Kardoyo et al. (2020) menjelaskan bahwa kepemimpinan hijau sebagai kemampuan seorang pemimpin dalam menentukan kebijakan yang proterhadap lingkungan dan harus mampu memengaruhi organisasi untuk mendukung kebijakan yang proterhadap lingkungan.
Peneliti-peneliti di atas menggambarkan kepemimpinan hijau dalam konteks transformatif merupakan hal lumrah.
Nuansa di dunia saat ini melukiskan bagaimana kita perlu mengubah cara kita dalam bernegara, berbisnis, dan berkarya dengan lebih menitikberatkan pada dampak lingkungan.
Alhasil, kepemimpinan hijau muncul sebagai konsep yang dapat pemimpin adopsi sebagai panduan untuk memiliki pola pikir keberlanjutan.
Dampak dari kepemimpinan hijau telah diteliti oleh banyak ahli, terutama aspek pengaruhnya terhadap organisasi dan anggota.
Beberapa hasil yang muncul adalah bahwa pemimpin hijau berpengaruh terhadap proses kreatif anggota, perilaku anggota, serta manajemen manusia.
Garis akhirnya adalah munculnya inovasi-inovasi hijau. Artinya, kepemimpinan hijau berdampak besar pada banyak aspek.
Kepemimpinan hijau menjadi relevan di Indonesia di tengah masifnya pembangunan infrastruktur. Pembangunan infrastruktur harus menitikberatkan pada dampak lingkungan, sehingga pembangunan jadi lebih tepat guna.
Pemimpin di Indonesia memiliki beberapa fokus atau target agar pembangunan bisa lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Sekiranya, ada tiga fokus pembangunan hijau di Indonesia sampai pada 2045. Fokus pertama adalah industrialisasi sumber daya alam.
Sumber daya alam Indonesia sangat melimpah sehingga industrialisasi dapat meningkatkan nilai tambah bagi perekonomian lokal dan menciptakan lapangan kerja di dalam negeri.
Pada 2045, Indonesia ingin menjadi negara maju dengan pertumbuhan industri 7-8 persen.
Industrialisasi saat ini perlu terintegrasi dengan prinsip-prinsip keberlanjutan. Pemimpin pun perlu bertransformasi menjadi pemimpin hijau.
Studi dari CELIOS dan Greenpeace tahun 2023 mengungkapkan tiga manfaat transisi menuju ekonomi hijau.
Pertama, ekonomi hijau berdampak pada output ekonomi nasional sebesar Rp 4.376 triliun. Kedua, memberikan tambahan produk domestik bruto sebesar Rp 2.943 triliun dalam 10 tahun kedepan.
Ketiga, ekonomi hijau dapat membuka hingga 19,4 juta lapangan kerja baru. Keempat, pendapatan pekerja meningkat hingga Rp 902,2 triliun.
Dampak dari ekonomi hijau tidak dapat dicapai tanpa adanya digitalisasi. Digitalisasi menjadi pilar penting dalam ekonomi Indonesia maupun global.
Teknologi digital memungkinkan efisiensi yang lebih besar dalam berbagai sektor, mulai dari manufaktur, transportasi, hingga layanan publik.
Digitalisasi juga membuka peluang besar untuk menciptakan ekonomi lebih inklusif dan berkelanjutan, dengan memungkinkan akses lebih mudah ke informasi, layanan, dan pasar bagi seluruh lapisan masyarakat.
Kita bisa ambil contoh pemanfaatan QRIS. Penggunaan QRIS mengurangi penggunaan kertas, sehingga dapat meminimalkan penebangan hutan.
Pada April 2024, Bank Indonesia mencatat transaksi di QRIS meningkat 175,44 persen secara tahunan. Nilai transaksi digital banking tumbuh 16,15 persen menjadi Rp 15.881,53 triliun.
Penggunaan QRIS menjadi ilustrasi bagaimana digitalisasi berkontribusi pada ekonomi hijau. Pada dasarnya ekonomi hijau adalah ekonomi berbasis lingkungan, bagaimana pemimpin dapat meningkatkan produktivitas ekonomi sembari menjaga kelestarian alam.
Penelitian dari Hao et al. (2023) memvalidasi hubungan antara digitalisasi dengan ekonomi hijau.
Menurut mereka, digitalisasi dan pertumbuhan ekonomi hijau mewakili tren pertumbuhan stabil, dan digitalisasi secara keseluruhan secara signifikan mendorong pertumbuhan ekonomi hijau.
Dengan demikian, digitalisasi di sektor ekonomi hijau harus dilakukan. Kepemimpinan hijau harus mendorong penggunaan energi terbarukan dalam infrastruktur digital dan mempromosikan efisiensi energi dalam operasional teknologi.
Fokus ketiga adalah pembangunan ekonomi berkelanjutan. Pondasi dalam pilar ini adalah pembangunan manusia.
Artinya, kepemimpinan hijau perlu membekali manusia-manusia Indonesia dengan kemampuan yang relevan dengan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.
Mengutip dari DW, Kementerian PPN/Bappenas memperkirakan akan ada 15,3 juta pekerjaan baru di sektor ekonomi hijau hingga 2045.
Meskipun belum ada data spesifik, angka ini merupakan potensi yang perlu pemerintah gali. Pemimpin hijau harus mempersiapkan infrastruktur dan ekosistem yang memungkinkan pertumbuhan talenta-talenta hijau.
Anak muda di Indonesia sangat meminati pekerjaan di sektor hijau ini. Riset UKM Suara Mahasiswa dengan Yayasan Cerah tahun 2023 menemukan, ada 98 persen anak muda yang tertarik bekerja di sektor hijau.
Dari sisi pemberi kerja, mereka juga menginginkan talenta-talenta di sektor hijau. Namun demikian, menurut survei lembaga nirlaba tenaga kerja nasional Jobs for the Future di tahun 2024, sebanyak 80 persen pemberi kerja mengakui bahwa lebih banyak sumber daya seperti akses pendanaan dan informasi akan membantu karyawannya, meningkatkan kesadaran akan bisnis mereka, dan menciptakan lebih banyak pekerjaan.
Indonesia merupakan negara dengan penerima investasi hijau terbesar di Asia Tenggara. Dalam Southeast Asia’s Green Economy 2024 Report, Indonesia menerima sebesar 1,59 miliar dollar AS, meningkat 28 persen dari tahun sebelumnya.
Pemimpin hijau harus manfaatkan capaian tersebut karena investor melihat potensi besar Indonesia dalam ekonomi hijau.
Oleh karena itu, kepemimpinan hijau perlu menerapkan kebijakan yang mendukung ekosistem pembangunan ekonomi hijau.
Ekosistem ekonomi hijau melibatkan masyarakat lokal, perusahaan, pemerintah, akademisi, media, dan organisasi nonprofit.
Perlu adanya kolaborasi dan kemitraan yang komprehensif dari masing-masing pemangku kepentingan agar ekosistem ekonomi hijau bisa terbentuk.
Setidaknya, ada tiga hal yang perlu kita persiapkan secara matang agar bisa meraih ekonomi hijau dengan maksimal.
Hal pertama adalah potensi manusia. Indonesia memerlukan banyak tenaga ahli di ekonomi hijau. Menurut survei dari UKM Suara Mahasiswa dengan Yayasan Cerah, 55 persen belum memahami konsep pekerjaan hijau.
Perguruan tinggi dapat mengambil peran sebagai inkubator bagi anak-anak muda. Menyadur dari The Conversation, beberapa hal bisa perguruan tinggi lakukan untuk mempersiapkan anak muda, yaitu memasukkan kurikulum keberlanjutan, membuat riset, menambahkan kriteria green jobs dalam profil lulusan, kolaborasi dengan beragam pemangku kepentingan, mengadakan workshop, dan mengintegrasikan isu keberlanjutan dalam unit kegiatan mahasiswa.
Dari sisi pemerintah, pemimpin hijau harus menerapkan kebijakan yang holistik dan tegas terkait ekonomi hijau.
Apabila kebijakan pemerintah holistik dan jelas, pemangku kepentingan lainnya akan lebih mudah mengadaptasinya dalam upaya berkontribusi dalam sektor ekonomi hijau. Arah pembangunan untuk mencapai Indonesia 2045 akan menjadi lebih jelas dan terarah.
Misalnya, kebijakan energi terbarukan. Indonesia perlu memasifkan pembangunan infrastruktur energi terbarukan.
Indonesia memiliki potensi energi terbarukan yang melimpah. Namun demikian, kapasitas yang terpasang masih sedikit.
Menurut laporan Global Energy Monitor dalam A Race to the Top: Southeast Asia 2024, kapasitas terpasang PLTS di Indonesia baru mencapai 21 megawatt (MW), yang membuat Indonesia menempati peringkat ke-8 dari 11 negara di Asia Tenggara.
Alhasil, pemerintah perlu melakukan penataan regulasi sehingga makin banyak investor yang ingin berinvestasi di Indonesia.
Sampai saat ini, investasi terkait energi terbarukan terdistribusi tidak merata. Sebanyak 44 persen dana investasi mengalir ke kawasan Asia Timur, 26 persen ke kawasan Eropa, dan kurang dari 4 persen mengalir ke Afrika dan Timur Tengah.
Pada sisi pemangku kepentingan lain, mereka telah berupaya secara mandiri melakukan kolaborasi untuk pertumbuhan ekonomi hijau.
Perusahaan Blibli menerapkan beberapa kebijakan ramah lingkungan di perusahaannya, seperti menggunakan kemasan daur ulang untuk mengirimkan paket kepada pelanggan.
Blibli juga menyediakan produk ramah lingkungan melalui halaman khusus ‘Eco Hub’ di platform e-commerce.
Di sisi lain, media juga berperan penting sebagai penyambung berbagai pemangku kepentingan.
Menurut Direktur Eksekutif Katadata Insight Center (KIC) Adek Media Roza, media harus menjadi katalisator untuk mempertemukan para pemangku kepentingan dalam isu perubahan iklim, dengan melakukan advokasi, diseminasi informasi, riset, dan advokasi kebijakan publik.
Singkatnya, setiap pemangku kepentingan adalah seorang pemimpin hijau. Dengan shifting fokus menuju ekonomi berkelanjutan, setiap pemangku kepentingan memiliki peran yang besar dalam mengawal ekonomi hijau.
Kepemimpinan hijau menjadi kunci untuk mencapai pembangunan berkelanjutan dan inklusif.
Melalui penguatan pertumbuhan ekonomi dengan industrialisasi dan hilirisasi, peningkatan efisiensi melalui digitalisasi, dan pembangunan ekonomi berkelanjutan, Indonesia dapat menciptakan masa depan lebih baik bagi semua.
Pemimpin yang mengadopsi green leadership tidak hanya berfokus pada hasil jangka pendek, tetapi juga berkomitmen menjaga keberlanjutan jangka panjang, memastikan bahwa pertumbuhan ekonomi berjalan seiring dengan pelestarian lingkungan dan peningkatan kesejahteraan sosial.
Indonesia saat ini sedang berproses menjadi teladan bagi negara lain dalam hal bagaimana memadukan pertumbuhan ekonomi dengan keberlanjutan lingkungan melalui kepemimpinan yang visioner dan bertanggung jawab.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya