KOMPAS.com - Institute for Development of Economics and Finance (Indef) mendesak pemerintah mengambil langkah cepat dan tepat untuk mengatasi lonjakan angka pemutusan hubungan kerja (PHK) di Indonesia.
Direktur Program Indef Eisha Rachbini mengatakan, dalam jangka pendek pemerintah harus fokus pada upaya menjaga daya beli masyarakat.
Langkah yang bisa diambil antara lain pemberian subsidi kepada pekerja yang terkena PHK.
Baca juga: Badai PHK Capai 45.762 Orang, Kemnaker Angkat Bicara
Selain itu menyediakan program pelatihan untuk meningkatkan keterampilan mereka agar bisa bekerja di sektor lain dan menghubungkan mereka dengan peluang kerja baru.
"Jadi masa tunggu untuk mencari pekerjaan bisa dipercepat," ujarnya dalam sebuah diskusi di Jakarta, Selasa (27/8/2024), sebagaimana dilansir Antara.
Sementara itu, untuk mengatasi masalah PHK secara mendasar, Eisha menyebut pemerintah perlu melakukan transformasi ekonomi jangka panjang.
Beberapa langkah strategis yang perlu dilakukan, antara lain reindustrialisasi, peningkatan iklim usaha, optimalisasi hilirisasi sumber daya alam, dan mendatangkan investasi yang dapat membuka lapangan pekerjaan untuk masyarakat Indonesia.
Berdasarkan data Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), sejak Januari hingga Mei 2024, terdapat 20 sampai 30 pabrik yang gulung tikar, mengakibatkan 10.800 karyawan kehilangan pekerjaan.
Baca juga: IBM Tutup Kantor Riset di China, 1.000 Karyawan Kena PHK
Kementerian Perindustrian juga melaporkan, ada enam pabrik besar yang telah tutup hingga Juni 2024.
Keenam pabrik tersebut yakni PT Dupantex, PT Kusumahadi Santosa, PT Kusuma Putra Santosa, PT Pamor Spinning Mills, PT Sai Aparel di Jawa Tengah, serta PT Alenatex di Jawa Barat, dengan total 11.000 buruh terkena PHK.
Eisha lebih lanjut menjelaskan, fenomena PHK ini erat kaitannya dengan perlambatan sektor industri manufaktur, yang menjadi salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia.
Industri manufaktur, terutama sektor tekstil, tengah mengalami penurunan daya saing yang signifikan.
Kondisi ini disebabkan oleh beberapa faktor, seperti perlambatan permintaan global, ketergantungan terhadap bahan baku impor, dan kenaikan biaya produksi.
Baca juga: BEI Buka Suara soal Kabar PHK Karyawan Imbas Gratifikasi IPO
"Bahan baku, logistik, dan gejolak geopolitik sudah membuat struktur biaya meningkat. Mungkin mereka sudah mencoba memperkecil margin penjualannya, tetapi ketika tidak bisa menanggung kenaikan biaya, mereka harus mem-PHK beberapa pekerjanya," ujar Eisha.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), pada Februari 2024, tingkat pengangguran terbuka tamatan sekolah menengah kejuruan (SMK) masih merupakan yang paling tinggi dibandingkan tamatan jenjang pendidikan lainnya yaitu 8,62 persen.
Setelah itu, tingkat pengangguran tamatan SMA menempati peringkat kedua dengan proporsi 6,73 persen.
Sementara itu, tingkat pengangguran pada lulusan Diploma IV, S1, S2, dan S3 meningkat dari 5,52 persen pada Februari 2023, menjadi 5,63 persen pada Februari 2024.
Jumlah penduduk usia kerja (15-64 tahun) di Indonesia mencapai 214 juta orang. Dari jumlah itu, hanya sekitar 69,8 persen atau 149,38 juta orang yang bekerja. Masih ada sekitar 7,2 juta orang yang belum mendapatkan pekerjaan.
Baca juga: Khawatir Kena PHK? Lakukan Persiapan Keuangan Ini
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya