Ketiga, ekonomi hijau dapat membuka hingga 19,4 juta lapangan kerja baru. Keempat, pendapatan pekerja meningkat hingga Rp 902,2 triliun.
Dampak dari ekonomi hijau tidak dapat dicapai tanpa adanya digitalisasi. Digitalisasi menjadi pilar penting dalam ekonomi Indonesia maupun global.
Teknologi digital memungkinkan efisiensi yang lebih besar dalam berbagai sektor, mulai dari manufaktur, transportasi, hingga layanan publik.
Digitalisasi juga membuka peluang besar untuk menciptakan ekonomi lebih inklusif dan berkelanjutan, dengan memungkinkan akses lebih mudah ke informasi, layanan, dan pasar bagi seluruh lapisan masyarakat.
Kita bisa ambil contoh pemanfaatan QRIS. Penggunaan QRIS mengurangi penggunaan kertas, sehingga dapat meminimalkan penebangan hutan.
Pada April 2024, Bank Indonesia mencatat transaksi di QRIS meningkat 175,44 persen secara tahunan. Nilai transaksi digital banking tumbuh 16,15 persen menjadi Rp 15.881,53 triliun.
Penggunaan QRIS menjadi ilustrasi bagaimana digitalisasi berkontribusi pada ekonomi hijau. Pada dasarnya ekonomi hijau adalah ekonomi berbasis lingkungan, bagaimana pemimpin dapat meningkatkan produktivitas ekonomi sembari menjaga kelestarian alam.
Penelitian dari Hao et al. (2023) memvalidasi hubungan antara digitalisasi dengan ekonomi hijau.
Menurut mereka, digitalisasi dan pertumbuhan ekonomi hijau mewakili tren pertumbuhan stabil, dan digitalisasi secara keseluruhan secara signifikan mendorong pertumbuhan ekonomi hijau.
Dengan demikian, digitalisasi di sektor ekonomi hijau harus dilakukan. Kepemimpinan hijau harus mendorong penggunaan energi terbarukan dalam infrastruktur digital dan mempromosikan efisiensi energi dalam operasional teknologi.
Fokus ketiga adalah pembangunan ekonomi berkelanjutan. Pondasi dalam pilar ini adalah pembangunan manusia.
Artinya, kepemimpinan hijau perlu membekali manusia-manusia Indonesia dengan kemampuan yang relevan dengan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.
Mengutip dari DW, Kementerian PPN/Bappenas memperkirakan akan ada 15,3 juta pekerjaan baru di sektor ekonomi hijau hingga 2045.
Meskipun belum ada data spesifik, angka ini merupakan potensi yang perlu pemerintah gali. Pemimpin hijau harus mempersiapkan infrastruktur dan ekosistem yang memungkinkan pertumbuhan talenta-talenta hijau.
Anak muda di Indonesia sangat meminati pekerjaan di sektor hijau ini. Riset UKM Suara Mahasiswa dengan Yayasan Cerah tahun 2023 menemukan, ada 98 persen anak muda yang tertarik bekerja di sektor hijau.
Dari sisi pemberi kerja, mereka juga menginginkan talenta-talenta di sektor hijau. Namun demikian, menurut survei lembaga nirlaba tenaga kerja nasional Jobs for the Future di tahun 2024, sebanyak 80 persen pemberi kerja mengakui bahwa lebih banyak sumber daya seperti akses pendanaan dan informasi akan membantu karyawannya, meningkatkan kesadaran akan bisnis mereka, dan menciptakan lebih banyak pekerjaan.
Indonesia merupakan negara dengan penerima investasi hijau terbesar di Asia Tenggara. Dalam Southeast Asia’s Green Economy 2024 Report, Indonesia menerima sebesar 1,59 miliar dollar AS, meningkat 28 persen dari tahun sebelumnya.
Pemimpin hijau harus manfaatkan capaian tersebut karena investor melihat potensi besar Indonesia dalam ekonomi hijau.
Oleh karena itu, kepemimpinan hijau perlu menerapkan kebijakan yang mendukung ekosistem pembangunan ekonomi hijau.
Ekosistem ekonomi hijau melibatkan masyarakat lokal, perusahaan, pemerintah, akademisi, media, dan organisasi nonprofit.
Perlu adanya kolaborasi dan kemitraan yang komprehensif dari masing-masing pemangku kepentingan agar ekosistem ekonomi hijau bisa terbentuk.
Setidaknya, ada tiga hal yang perlu kita persiapkan secara matang agar bisa meraih ekonomi hijau dengan maksimal.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya