KOMPAS.com - Air limbah penuh dengan polutan yang mengandung nitrogen dapat diubah menjadi amonia dan air murni serta oksigen sebagai produk sampingannya.
Itu dilakukan dengan mengaplikasikan teknik ramah lingkungan yakni penggunaan reaktor kimia multi-bilik.
Alternatif yang berkelanjutan ini membutuhkan energi yang jauh lebih sedikit daripada metode konvensional.
Seperti dikutip dari New Scientist, Rabu (28/8/2024) pertanian, sistem pendinginan, kertas, perlengkapan pembersih, dan industri lainnya menggunakan ratusan juta ton amonia setiap tahun.
Pembuatan bahan kimia sebanyak itu menggunakan sekitar 2 persen dari total energi dan menyumbang 1,4 persen dari emisi karbon dioksida global.
Sebagian dari harga lingkungan yang harus dibayar ini disebabkan oleh cara konvensional untuk memproduksi amonia yang memerlukan suhu dan tekanan tinggi.
Baca juga: Pemerintah Bakal Kembangkan Bahan Bakar Nabati untuk Penerbangan
Untuk membuat produksi amonia lebih berkelanjutan. Feng-Yang Chen di Rice University di Texas dan rekan-rekannya ingin mengganti teknik tersebut dengan reaktor suhu ruangan.
Reaktor ini menyerap air yang tercampur dengan nitrat-- senyawa nitrogen yang sering ditemukan dalam air limbah, seperti limbah industri atau limpasan pertanian yang terkontaminasi pupuk berbasis nitrogen.
Setelah air nitrat memasuki ruang pertama dari tiga ruang, elektroda, mirip dengan yang ditemukan dalam baterai, menciptakan reaksi elektrokimia yang mengubah cairan menjadi tiga komponen.
Hanya amonia yang tersisa di ruang pertama reaktor, sementara air murni mengalir keluar melalui ruang kedua dan oksigen masuk ke ruang ketiga.
Karena amonia hanya mengandung nitrogen dan hidrogen, reaksi elektrokimia ini tidak memerlukan bahan apa pun selain air limbah.
Sementara air murni yang dihasilkan sebagai produk sampingan cukup bersih untuk memenuhi peraturan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk air minum.
Baca juga: Minyak Sawit Diperebutkan Pangan dan Bahan Bakar, Lingkungan Jadi Korban
Lebih lanjut, dalam percobaan dengan sampel air yang memiliki konsentrasi nitrat yang realistis, reaktor memproses 100 mililiter dalam waktu sekitar satu jam dan tetap bekerja dengan baik saat beroperasi selama 10 hari berturut-turut.
Peneliti pun berharap bisnis dan pertanian lokal bisa menggunakan reaktor tersebut untuk mendaur ulang air limbah, alih-alih mengirimkannya ke pabrik pengolahan yang jauh dan menyia-nyiakan potensi pembuatan amonia.
Dalam skenario terbaik, pertanian bisa memiliki reaktornya sendiri yang ditenagai oleh tenaga surya atau angin.
Petani dapat mengalirkan air limbah lokal melalui perangkat tersebut dan segera menggunakan kembali amonia yang telah terekstraksi sebagai bahan bakar atau pupuk.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya