Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Koalisi Masyarakat Sipil Desak Target Energi Terbarukan Capai 60 Persen

Kompas.com - 04/09/2024, 11:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Editor

KOMPAS.com - Sejumlah organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam Koalisi Transisi Energi Berkeadilan menginginkan pemerintah mematok target bauran energi terbarukan yang lebih ambisius.

Koalisi tersebut terdiri dari beberapa organisasi masyarakat sipil yakni Forest Watch Indonesia (FWI), Indonesian Centre for Environmental Law (ICEL), Koaksi Indonesia, Trend Asia, dan TransisiEnergiBerkeadilan.id

Mereka menginginkan pemerintah memasang target yang progresif dalam Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Kebijakan Energi Nasional (RPP KEN).

Baca juga: China Investasi Rp 10 Kuadriliun untuk Transisi Energi, 38 Persen dari Total Dunia

Koalisi Transisi Energi Berkeadilan mendesak pemerintah memasang target energi terbarukan menjadi 60 persen pada 2030 dan menghentikan penggunaan energi fosil.

Juru Kampanye FWI Anggi Putra Prayoga mengatakan, target yang dipatok dalam RPP tersebut tidak boleh memasukkan jenis energi berbasis lahan yang menyebabkan pembabatan hutan seperti biomassa.

Menurut dia, pemenuhan biomassa kayu selama ini dilakukan melalui pembangunan Hutan Tanaman Energi (HTE) dengan menebang pohon di sejumlah provinsi.

FWI memproyeksikan, hutan alam seluas 4,65 juta hektare terancam proyek pembangunan HTE dan dari implementasi co-firing biomassa di pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).

Baca juga: Komitmen Pertamina di Afrika, Integrasi Ekspansi Global dan Transisi Energi

Selain itu, Plt Direktur Program ICEL Bella Nathania menyampaikan, pentingnya meninjau kembali prioritas nuklir sebagai tumpuan energi dalam RPP KEN.

"Terlebih, Indonesia belum memiliki kesiapan infrastruktur khususnya untuk pengelolaan limbah nuklir. Dengan kondisi geografis Indonesia, PLTN (pembangkit listrik tenaga nuklir) di Pulau Bangka akan berdampak hingga ke Sumatera Utara," kata Bella sebagaimana dilansir Antara, Selasa (3/9/2024).

Sementara itu, Plt Direktur Program Koaksi Indonesia Indra Sari Wardhani menyampaikan pembaruan KEN mesti menghapus pemanfaatan energi fosil yang terselubung dalam terminologi energi baru.

Conothnya seperti batu bara tercairkan (liquified coal), batu bara tergaskan (gasified coal), gas metana batu bara (coal bed methane), serta tidak menjadikan transisi sebagai ruang ekspansi gas.

Baca juga: 9 Tahun Usai Perjanjian Paris, Transisi Energi Terganjal Kesenjangan Teknologi

Menurut dia, RPP KEN juga tidak mendorong penggunaan teknologi penangkapan dan penyimpan karbon atau CCS/CCUS sebagai jalan pintas yang memiliki risiko finansial dan potensi kegagalan tinggi.

Di sisi lain, perwakilan TransisiEnergiBerkeadilan.id Mahawira Singh Dillon menyampaikan, transisi ke energi terbarukan akan mencetak jauh lebih banyak lapangan pekerjaan.

Hal ini penting agar bonus demografi yang sedang dialami Indonesia tidak berubah menjadi bom waktu bencana demografi.

Dia berujar, opsi pembangkitan energi terbarukan terbukti menciptakan lebih banyak lapangan pekerjaan daripada energi fosil.

"Seperti ditunjukkan dalam laporan tahunan US Energy Employment and Employment Jobs Report oleh Departemen Energi Amerika Serikat, sekalipun bauran energi fosil masih lebih besar," kata Wira.

Baca juga: Seperempat Energi yang Dikonsumsi China Berasal dari Sumber Bersih

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Harapan Orangutan di Tengah Ancaman Kepunahan: Sains, Politik, Publik
Harapan Orangutan di Tengah Ancaman Kepunahan: Sains, Politik, Publik
LSM/Figur
Pulau untuk Dijaga, Bukan Dijual: Jalan Menuju Wisata Berkelanjutan
Pulau untuk Dijaga, Bukan Dijual: Jalan Menuju Wisata Berkelanjutan
Pemerintah
GAPKI Gandeng IPOSS untuk Perkuat Sawit Indonesia di Tingkat Dunia
GAPKI Gandeng IPOSS untuk Perkuat Sawit Indonesia di Tingkat Dunia
Swasta
Bioteknologi Jagung, Peluang Indonesia Jawab Masalah Ketahan Pangan
Bioteknologi Jagung, Peluang Indonesia Jawab Masalah Ketahan Pangan
Swasta
Peluang 'Green Jobs' di Indonesia Besar, tapi Produktivitas SDM Masih Rendah
Peluang "Green Jobs" di Indonesia Besar, tapi Produktivitas SDM Masih Rendah
LSM/Figur
IEA Prediksi Penurunan Permintaan Minyak Global Mulai 2030
IEA Prediksi Penurunan Permintaan Minyak Global Mulai 2030
Pemerintah
PGN Perluas Akses Internet di Lingkungan Kampus Unsri
PGN Perluas Akses Internet di Lingkungan Kampus Unsri
BUMN
Peta Baru Ungkap 195 Juta Hektar Lahan Potensial untuk Perbaikan Hutan
Peta Baru Ungkap 195 Juta Hektar Lahan Potensial untuk Perbaikan Hutan
LSM/Figur
Mata dari Langit: Bagaimana Penginderaan Jauh Bantu Selamatkan Bumi?
Mata dari Langit: Bagaimana Penginderaan Jauh Bantu Selamatkan Bumi?
LSM/Figur
16 Sistem Penambatan Bakal Dipasang untuk Jaga Terumbu Karang Raja Ampat
16 Sistem Penambatan Bakal Dipasang untuk Jaga Terumbu Karang Raja Ampat
Pemerintah
Picu Kerusakan Lingkungan, 2 Perusahaan Tambang Didenda Rp 47 Miliar
Picu Kerusakan Lingkungan, 2 Perusahaan Tambang Didenda Rp 47 Miliar
Pemerintah
Peringati HUT Ke-47, Pasar Modal Indonesia Serahkan Bantuan Ambulans untuk Masyarakat Papua
Peringati HUT Ke-47, Pasar Modal Indonesia Serahkan Bantuan Ambulans untuk Masyarakat Papua
Swasta
Satu Prompt ChatGPT Konsumsi Setengah Liter Air Bersih
Satu Prompt ChatGPT Konsumsi Setengah Liter Air Bersih
Swasta
KKP Ungkap Pendapatan Sektor Perikanan Indonesia Capai Rp116 Triliun
KKP Ungkap Pendapatan Sektor Perikanan Indonesia Capai Rp116 Triliun
Pemerintah
Menelusuri Jejak Kayu Ilegal lewat Forensik DNA, Harapan Baru dalam Penegakan Hukum Kehutanan
Menelusuri Jejak Kayu Ilegal lewat Forensik DNA, Harapan Baru dalam Penegakan Hukum Kehutanan
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau