KOMPAS.com - Studi yang dilakukan peneliti dari Institute of Environmental Science and Technology at the Universitat Autònoma de Barcelona (ICTA-UAB), Spanyol, mengungkap, urine manusia bisa dipakai sebagai alternatif pupuk ramah lingkungan.
Pengaplikasian urine ini pun dapat memberikan manfaat lingkungan yang signifikan seperti mengurangi emisi CO2 dan konsumsi air.
Hasil studi tersebut diterbitkan dalam jurnal Resources, Conservation and Recycling.
Mengutip Phys, Sabtu (29/3/2025), permintaan global untuk pupuk pertanian terus meningkat setiap hari. Menurut Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) permintaan global untuk nitrogen sebagai pupuk tumbuh setiap tahun sebesar 1 persen, yang berarti peningkatan sebesar 1,074 juta ton setiap tahun.
Baca juga: Sekolah Lapang Pertanian Dorong Petani sebagai Garda Depan Konservasi Air
Produksi pupuk ini sangat bergantung pada sumber energi yang tidak terbarukan seperti gas alam, minyak, dan batu bara, yang mewakili konsumsi energi dan emisi CO2 yang signifikan.
Studi baru ini pun mencoba memberikan solusi dengan menunjukkan bagaimana urine manusia dapat digunakan sebagai sumber nutrisi dalam pertanian perkotaan.
Urine manusia atau yang sering disebut "air kuning" sendiri merupakan sumber nutrisi yang melimpah, terutama nitrogen yang sangat dibutuhkan dalam pertanian.
Pemanfaatan urine memungkinkan penggunaan sumber daya yang ada di sekitar dan mengurangi kebutuhan akan bahan-bahan dari luar, sehingga mendukung praktik pertanian yang berkelanjutan.
Selain itu, penggunaan urine juga mengurangi ketergantungan pada sumber daya yang terbatas dan mendorong siklus yang lebih ramah lingkungan.
Untuk mengukur seberapa praktis penggunaan urine, para peneliti melakukan uji coba di gedung bioklimatik milik ICTA-UAB. Gedung ini dilengkapi dengan fasilitas percobaan pemulihan nitrogen dan rumah kaca di atapnya, di mana efek nitrogen yang diperoleh dari urine terhadap tanaman tomat diuji.
Proses awal dimulai di fasilitas yang terletak di bawah tanah, di mana urine dari urinoir pria tanpa air dikumpulkan dan dialirkan ke sebuah reaktor khusus.
Di dalam reaktor, urine dicampur dengan zat basa untuk mengontrol tingkat keasamannya. Pada saat yang sama, mikroorganisme bekerja mengubah urea yang terkandung dalam urine menjadi nitrat, yaitu bentuk nitrogen yang lebih mudah diserap oleh tanaman.
Baca juga: Upaya Pemulihan DAS Cisadane Lewat Pertanian Regeneratif dan Agroforestri
Nitrat yang dihasilkan dalam reaktor kemudian digunakan untuk mengairi tanaman tomat hidroponik di rumah kaca yang terletak di atap gedung. Menurut penelitian, satu meter kubik air kuning yang diolah menghasilkan 7,5 kg nitrogen, yang memungkinkan penanaman 2,4 metrik ton tomat di luar ruangan.
Walaupun penelitian ini masih dalam tahap laboratorium, hasilnya mengindikasikan bahwa dampak lingkungan dan biaya dapat ditekan jika proses pemulihan urine diterapkan dalam skala yang lebih luas yaitu dengan menghubungkan seluruh urinoir di gedung ke reaktor pemulihan nitrogen.
Penelitian eksperimental hingga kini masih terus berlangsung, termasuk analisis terhadap potensi keberadaan senyawa obat-obatan yang dikonsumsi manusia dalam jaringan tanaman.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya