Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com, 29 September 2024, 17:30 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Peneliti Pusat Riset Kependudukan (PRK) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Rospita Odorlina P Situmorang mengatakan, suatu kota memerlukan ruang terbuka hijau (RTH).

Menurutnya, setidaknya ada tiga alasan mengapa suatu kota mutlak membutuhkan RTH. Pertama, beban kota semakin meningkat dengan pertumbuhan penduduknya akibat urbanisasi.

Kedua, kualitas lingkungan perkotaan semakin rendah sehingga mengalami banjir dan polusi udara. Kebisingan juga kerawanan sosial mengakibatkan menurunnya produktivitas masyarakat perkotaan.

Baca juga: Peruri Sulap Bekas Pabrik Jadi Ruang Terbuka Hijau di Jakarta Selatan

Ketiga, menurunnya ruang terbuka publik karena kuantitas dan kualitas ruang publik serta kehadiran RTH perkotaan yang makin rendah.

Hal tersebut disampaikan Rospita dalam webinar yang diselenggarakan Kelompok Riset Penduduk dan Pengelolaan Sumberdaya Alam PRK BRIN, Kamis (26/9/2024).

Dia memaparkan, berdasarkan ketiga alasan tersebut, RTH harus ada di sebuah kota. Realisasinya pun perlu mengikuti perencanaan dan implementasinya.

“Kami menyarankan untuk mengalokasikan fungsi kawasan lindung dan melakukan perlindungan terhadap kawasan tersebut,” ujar Rospita dikutip dari situs web BRIN.

Dia memaparkan, ada beberapa cara untuk merealisasikan RTH menurut perencanaan dan implementasinya.

Baca juga: Kota di Asia Kekurangan Ruang Terbuka Hijau

Hal tersebut mencakup pemanfaatan jalur pada jaringan jalan dan utilitas sebagai sarana penyediaan jalur hijau, melakukan pengaturan kepadatan bangunan, serta pemanfaatan berbagai lahan kosong dan bekas kawasan terbangun milik publik.

Selain itu, diperlukan sosialisasi dan pendampingan masyarakat untuk mengisi ruang kosong dengan penanaman vegetasi dan kerja sama dengan swasta.

Di samping itu, perlu penyediaan berbagai variasi rekreasi pada RTH serta penyediaan RTH di ranah privat seperti perumahan, perkantoran, hotel, dan lain-lain.

“Untuk memenuhi standar RTH kota, masyarakat dapat ikut berperan. Peran pemerintah tentunya yang mengatur, menerapkan kebijakan, mengevaluasi, atau monitoring. Masyarakat dalam hal ini bisa swasta, kelompok masyarakat, ataupun warga kota dapat menyediakan lahan, melakukan pembangunan, dan pemeliharaan RTH,” ungkap Rospita.

Menurutnya, peran individu bisa menjadi tenaga ahli, sedangkan peran swasta yang akan membangun lokasi usaha dengan area yang luas.

Baca juga: Jakarta Kota Tinggi Polusi, RK-Suswono Janji Bakal Perbanyak Ruang Terbuka Hijau

Kolaborasi tersebut juga perlu menyertakan konsep pembangunan RTH dan bekerja sama dengan pemerintah dan masyarakat dalam membangun dan memelihara.

Di sisi lain, peneliti independen Karunia Haganta menguraikan, kehadiran RTH juga merupakan alternatif pereda stres.

“Saya menyebutnya sebagai penyangga, sebenarnya saya tidak melihat ini sebagai suatu solusi. Karena solusinya memang harus menyentuh struktur, misalnya pemberian jaminan sosial dan lain-lain,” tegasnya.

Karunia menambahkan, RTH juga harus berfungsi secara penuh. Salah satu indikatornya adalah dapat dijangkau tidak hanya oleh transportasi umum, namun juga pejalan kaki.

“RTH harus didesain murah dan mudah diakses, penyediaannya juga seharusnya gratis,” ucap Karunia.

Baca juga: Lokasi Banjir Bandang Ternate Akan Dijadikan Ruang Terbuka Hijau

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Banjir di Sumatera, Kemenhut Beberkan Masifnya Alih Fungsi Lahan
Banjir di Sumatera, Kemenhut Beberkan Masifnya Alih Fungsi Lahan
Pemerintah
Limbah Plastik Diprediksi Capai 280 Juta Metrik Ton Tahun 2040, Apa Dampaknya?
Limbah Plastik Diprediksi Capai 280 Juta Metrik Ton Tahun 2040, Apa Dampaknya?
LSM/Figur
Koperasi Bisa Jadi Kunci Transisi Energi di Masyarakat
Koperasi Bisa Jadi Kunci Transisi Energi di Masyarakat
LSM/Figur
2025 Termasuk Tahun Paling Panas Sepanjang Sejarah, Mengapa?
2025 Termasuk Tahun Paling Panas Sepanjang Sejarah, Mengapa?
LSM/Figur
Jelajah Mangrove di Pulau Serangan Bali, Terancam Sampah dan Sedimentasi
Jelajah Mangrove di Pulau Serangan Bali, Terancam Sampah dan Sedimentasi
LSM/Figur
Guru Besar IPB Sebut Tak Tepat Kebun Sawit Penyebab Banjir Sumatera
Guru Besar IPB Sebut Tak Tepat Kebun Sawit Penyebab Banjir Sumatera
LSM/Figur
Perkuat Profesionalisme, AIIR Jadi Organisasi Profesi Investor Relations Pertama di Indonesia
Perkuat Profesionalisme, AIIR Jadi Organisasi Profesi Investor Relations Pertama di Indonesia
LSM/Figur
13 Perusahaan Dinilai Picu Banjir Sumatera, Walhi Desak Kemenhut Cabut Izinnya
13 Perusahaan Dinilai Picu Banjir Sumatera, Walhi Desak Kemenhut Cabut Izinnya
LSM/Figur
Agroforestri Karet di Kalimantan Barat Kian Tergerus karena Konversi Sawit
Agroforestri Karet di Kalimantan Barat Kian Tergerus karena Konversi Sawit
LSM/Figur
Perkebunan Sawit Tak Bisa Gantikan Hutan untuk Serap Karbon dan Cegah Banjir
Perkebunan Sawit Tak Bisa Gantikan Hutan untuk Serap Karbon dan Cegah Banjir
Pemerintah
Di Balik Kayu Gelondongan yang Terdampar
Di Balik Kayu Gelondongan yang Terdampar
LSM/Figur
Survei LinkedIn 2025 Sebut Permintaan Green Skills di Dunia Kerja Meningkat
Survei LinkedIn 2025 Sebut Permintaan Green Skills di Dunia Kerja Meningkat
Swasta
Menunda Net Zero Picu Gelombang Panas Ekstrem, Wilayah Dekat Khatulistiwa Paling Terdampak
Menunda Net Zero Picu Gelombang Panas Ekstrem, Wilayah Dekat Khatulistiwa Paling Terdampak
LSM/Figur
Guru Besar IPB Sebut Kebun Sawit di Sumatera Bisa Jadi Hutan Kembali
Guru Besar IPB Sebut Kebun Sawit di Sumatera Bisa Jadi Hutan Kembali
Pemerintah
Banjir Sumatera Jadi Pelajaran, Kalimantan Utara Siapkan Regulasi Cegah Ekspansi Sawit
Banjir Sumatera Jadi Pelajaran, Kalimantan Utara Siapkan Regulasi Cegah Ekspansi Sawit
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau