Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cegah Potensi Tanah Amblas, Temuan Gua di JJLS Perlu Survei Geofisika

Kompas.com - 18/10/2024, 07:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Editor

KOMPAS.com - Guru Besar Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada (UGM) Profesor Eko Haryono merekomendasikan survei geofisika untuk mendeteksi kondisi bawah permukaan di sekitar gua yang ditemukan di Planjan, Kecamatan Saptosari, Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Eko Haryono menekankan, survei tersebut perlu dilakukan mengingat temuan gua berlokasi di kawasan proyek Jalur Jalan Lintas Selatan (JJLS).

"Perlu scanning (pemindaian) dengan metode geofisika untuk mengetahui apakah di bawah jalan juga ada fenomena atau keberadaan gua yang lain," ujar dia, sebagaimana dilansir Antara, Kamis (17/10/2024).

Baca juga: Alasan Temuan Gua di JJLS Gunungkidul Ditutup

Apabila masih ada lorong-lorong perguaan di bawah permukaan proyek JJLS, menurut dia, akan berpotensi memicu tanah amblas atau penurunan tanah (land subsidence) di kawasan itu.

"Karena memungkinkan terjadi subsidence atau guanya runtuh maka jalan jadi tidak stabil. Intinya perlu dilakukan pemetaan gua, terus dilihat guanya terkoneksi dengan (gua) yang lain atau tidak," ujar dia.

Menurut Eko, pembentukan gua di daerah karst atau batuan gamping seperti di wilayah Gunungkidul merupakan hal biasa.

Pasalnya, di kawasan semacam itu selalu terjadi proses pelarutan batu kapur yang memungkinkan membentuk bukit-bukit atau gua-gua di bawah permukaan.

Baca juga: Soal Temuan Gua Dalam Sumur, Pemkab Lamongan Sebut Butuh Penelitian Mendalam

"Semua kawasan karst di manapun selalu ditandai oleh keberadaan gua-gua," tutur dia.

Karena itu, Eko memperkirakan masih ada banyak gua yang mungkin belum terpetakan di kawasan itu.

Penemuan mulut gua di permukaan, lanjut Eko, biasanya dipicu berbagai faktor, salah satunya terpotong oleh lembah atau tebing yang terbentuk secara alamiah, atau karena kegiatan manusia, termasuk aktivitas pembangunan JJLS tersebut.

Eko yang memiliki kepakaran di bidang ilmu geomorfologi menyatakan bakal melakukan pemetaan dan penelusuran terkait karakteristik gua itu bersama pemerintah kabupaten setempat.

"Kami akan melakukan pemetaan dan penelusuran apakah gua itu terkoneksi satu sama lain atau mungkin hanya chamber atau ruangan yang tersendiri," ujar dia.

Baca juga: Gali Sumur, Warga di Lamongan Temukan Gua di Bawah Rumahnya, Muncul Kelelawar dari Lubang

Penelitian yang rencananya bakal dilakukan pada November 2024 itu, ujar Eko, termasuk untuk memetakan daya dukung gua manakala kelak difungsikan sebagai destinasi wisata.

"Daya dukungnya seperti apa, bisa dimasuki berapa orang, terus sirkulasi udaranya bagaimana. Itu perlu dilakukan penelitian," ujar dia.

Jika melihat dari video maupun foto yang beredar, Eko menilai gua tersebut memiliki stalaktit dan stalagmit yang masih aktif dan indah.

Karena itu, ia mengapresiasi langkah Pemerintah Kabupaten Gunungkidul yang segera menutup sementara temuan gua tersebut untuk melindungi dari risiko kerusakan sehingga dapat diteliti lebih lanjut.

"Masyarakat tidak perlu mengambil stalagmit di gua karena tidak laku dijual. Selain lunak juga bukan kategori batu mulia," ucap Eko Haryono.

Baca juga: Sambangi Gua Binsari, Pj Gubernur Papua Barat Ingatkan Sejarah Kelam Perang Dunia II di Biak

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau