KOMPAS.com - Dunia menghasilkan cukup makanan untuk 8 miliar orang penduduknya, sayang hampir 40 persen darinya terbuang sia-sia.
Pemborosan ini tidak hanya berdampak pada ketahanan pangan tetapi juga berkontribusi terhadap emisi karbon, menjadikan sistem pangan sebagai penyumbang terbesar kedua terhadap perubahan iklim.
Di sinilah, menurut Daniel Khachab, CEO Choco, kecerdasan buatan (AI) bisa membantu memerangi sampah makanan.
Baca juga: 18 Fakta Sampah Makanan yang Perlu Jadi Perhatian
Choco merupakan platform yang memungkinkan restoran dan pemasok untuk saling menyederhanakan proses pemesanan, sehingga menghemat waktu, uang, dan makanan, yang menyebabkan sampah makanan.
Petani dan produsen yang menjadi tulang punggung produksi pangan dapat menggunakan AI untuk mengoptimalkan proses mereka, mengurangi inefisiensi, dan membuat produksi pangan lebih berkelanjutan.
Mengutip Sustainability Magazine, Kamis (17/10/2024) perusahaan seperti Google dan Microsoft telah memelopori penggunaan AI di bidang ini.
Google telah memanfaatkan AI untuk transparansi rantai pasokan, menggunakan platform seperti Tracemark untuk melacak bahan baku dan mengekang penggundulan hutan.
AI yang dikembangkan Google juga membantu pengecer meningkatkan perkiraan permintaan dan manajemen inventaris sehingga mengurangi limbah makanan.
Baca juga: Tekan Stunting, Rajawali Nusindo Salurkan 438.000 Bantuan Pangan Pemerintah di NTT
Microsoft berfokus untuk membantu konsumen membuat pilihan yang lebih berkelanjutan.
AI-nya menawarkan bantuan belanja yang dipersonalisasi, dengan mempertimbangkan jumlah anggota keluarga, preferensi makanan, dan anggaran.
Bahkan, AI ini memberikan kiat belanja ramah lingkungan dan menghasilkan ide resep berdasarkan apa yang tersedia, sehingga mengurangi sampah makanan rumah tangga.
Perusahaan makanan pun juga bisa mengadopsi AI untuk membantu mengurangi sampah makanan.
Contohnya, Walmart menggunakan AI untuk meningkatkan pengalaman pelanggan, meningkatkan perkiraan permintaan, dan menyederhanakan operasi.
Alat AI generatif mereka menawarkan rekomendasi produk yang dipersonalisasi, membantu pelanggan membuat pilihan yang berkelanjutan dengan memberikan saran khusus konteks.
Baca juga: Pemerintah Perlu Dorong Bahan Lokal untuk Ketahanan Pangan
Daniel menekankan urgensi untuk mengatasi tantangan sampah makanan, terutama karena perubahan iklim semakin parah dan populasi global diperkirakan akan mencapai 10 miliar pada tahun 2050.
“Kita sudah menghadapi tantangan signifikan akibat perubahan iklim, dan pada tahun 2050, sistem pangan kita perlu memenuhi kebutuhan 10 miliar populasi global,” jelas Daniel.
“Inefisiensi dalam sistem pangan saat ini mempercepat kita menuju masa depan yang memperburuk masalah seperti kemiskinan, kesenjangan, dan ketidakstabilan politik, yang menyoroti urgensi untuk mengatasi krisis kemanusiaan ini,” katanya lagi.
Baca juga: Bank Dunia Ingatkan Indonesia Berpotensi Hadapi Masalah Ketahanan Pangan
Kesadaran akan peran pemborosan makanan dalam perubahan iklim sangat penting dan AI adalah alat yang ampuh dalam mengatasi masalah ini. Kita semua memiliki peran untuk mengurangi sampah makanan.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya