Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Populasi Satwa Liar Global Turun Rata-rata 73 Persen dalam 50 Tahun

Kompas.com - 11/10/2024, 20:11 WIB
Monika Novena,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

Sumber Guardian

KOMPAS.com - Populasi satwa liar global telah anjlok rata-rata 73 persen dalam 50 tahun, menurut penilaian ilmiah baru.

Laporan Living Planet dua tahunan WWF dan Zoological Society of London (ZSL) mencatat Amerika Latin dan Karibia mengalami penurunan satwa liar rata-rata paling besar yakni 95 persen.

Disusul oleh Afrika (76 persen) dan Asia Pasifik (60 persen). Sementara Eropa dan Amerika Utara mengalami penurunan yang relatif rendah, masing-masing 35 persen dan 39 persen sejak 1970.

Baca juga:

Dikutip dari Guardian, Jumat (11/10/2024) ilmuwan memperingatkan penurunan tersebut dapat bertambah cepat di tahun-tahun mendatang karena pemanasan global meningkat.

"Kita sangat dekat dengan titik kritis hilangnya alam dan perubahan iklim. Namun kita tahu alam dapat pulih jika diberi kesempatan dan kita masih memiliki kesempatan untuk bertindak," ungkap Mattew Goud, kepala eksekutif ZSL.

Ilmuwan sendiri menyimpulkan temuan mereka dari Living Planet Index yang terdiri dari 35.000 tren populasi dari 5.495 spesies mamalia, burung, ikan, amfibi, dan reptil di seluruh dunia.

Indeks tersebut telah menjadi salah satu indikator utama status populasi satwa liar global.

"Pembobotan dari Living Planet Index tidaklah sempurna tetapi hingga kita memiliki pengambilan sampel keanekaragaman hayati secara sistematis di seluruh dunia, itu masih akan diperlukan," kata Hannah Wauchope, dosen ekologi di Universitas Edinburgh.

Penurunan akan Terus Terjadi

Ia menambahkan bahwa seiring dengan berlanjutnya perusakan habitat dan ancaman lain terhadap keanekaragaman hayati, penurunan akan terus terjadi.

Penurunan yang serupa juga terpapar dalam Daftar Merah IUCN, yang telah menilai kesehatan lebih dari 160.000 spesies tumbuhan dan hewan.

IUCN telah menemukan bahwa hampir sepertiganya berisiko punah. Dari yang dinilai, 41 persen amfibi, 26 persen mamalia, dan 34 persen pohon konifer berisiko punah.

Baca juga:

Perubahan tata guna lahan merupakan pendorong utama penurunan populasi satwa liar seiring meluasnya wilayah pertanian, yang sering kali mengorbankan ekosistem seperti hutan hujan tropis.

"Data yang kami miliki menunjukkan bahwa hilangnya habitat alami disebabkan oleh fragmentasi habitat alami. Apa yang kami lihat melalui angka-angka tersebut merupakan indikator perubahan yang lebih mendalam yang sedang terjadi di ekosistem alami kita," terang Mike Barrett, direktur sains dan konservasi di WWF Inggris.

"Ekosistem tersebut kehilangan ketahanan terhadap guncangan dan perubahan eksternal," tambahnya.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ekonomi Restoratif Dinilai Paling Tepat untuk Indonesia, Mengapa?

Ekonomi Restoratif Dinilai Paling Tepat untuk Indonesia, Mengapa?

LSM/Figur
Populasi Satwa Liar Global Turun Rata-rata 73 Persen dalam 50 Tahun

Populasi Satwa Liar Global Turun Rata-rata 73 Persen dalam 50 Tahun

LSM/Figur
Logam Berat di Lautan Jadi Lebih Beracun akibat Perubahan Iklim

Logam Berat di Lautan Jadi Lebih Beracun akibat Perubahan Iklim

Pemerintah
Tak Hanya Tekan Abrasi, Mangrove juga Turut Dorong Perputaran Ekonomi Masyarakat

Tak Hanya Tekan Abrasi, Mangrove juga Turut Dorong Perputaran Ekonomi Masyarakat

LSM/Figur
Konsumsi Daging Berkontribusi terhadap Kerusakan Lingkungan, Kok Bisa?

Konsumsi Daging Berkontribusi terhadap Kerusakan Lingkungan, Kok Bisa?

Pemerintah
Selenggarakan CSR Berkelanjutan, PT GNI Dapat Penghargaan di PKM CSR Award 2024

Selenggarakan CSR Berkelanjutan, PT GNI Dapat Penghargaan di PKM CSR Award 2024

Swasta
Kisah Warga Desa Mayangan yang Terancam Abrasi dan Inisiatif Kompas.com Tanam Mangrove

Kisah Warga Desa Mayangan yang Terancam Abrasi dan Inisiatif Kompas.com Tanam Mangrove

LSM/Figur
Langkah Hijau Kompas.com, Penanaman Mangrove untuk Selamatkan Pesisir Subang

Langkah Hijau Kompas.com, Penanaman Mangrove untuk Selamatkan Pesisir Subang

Swasta
Konsumen Bingung dengan Klaim Keberlanjutan pada Kemasan Produk

Konsumen Bingung dengan Klaim Keberlanjutan pada Kemasan Produk

Pemerintah
Pemanasan Global Picu Siklon dan Hujan Badai di Seluruh Asia

Pemanasan Global Picu Siklon dan Hujan Badai di Seluruh Asia

Pemerintah
Bank Tetap Biayai Investasi Batu Bara meski Ada Target Iklim

Bank Tetap Biayai Investasi Batu Bara meski Ada Target Iklim

Pemerintah
IEEFA Sebut 'Power Wheeling' Bisa Dorong Investasi Hijau

IEEFA Sebut "Power Wheeling" Bisa Dorong Investasi Hijau

LSM/Figur
Penerapan Karbon Dioksida Tak Lagi Berguna Jika Suhu Bumi Lampaui Batas

Penerapan Karbon Dioksida Tak Lagi Berguna Jika Suhu Bumi Lampaui Batas

Pemerintah
Dosen UI Teliti Limbah Plastik Jadi Penangkap Karbon Dioksida

Dosen UI Teliti Limbah Plastik Jadi Penangkap Karbon Dioksida

LSM/Figur
Berbagai Ancaman Kerusakan Ekosistem Mangrove di Indonesia

Berbagai Ancaman Kerusakan Ekosistem Mangrove di Indonesia

LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau