KOMPAS.com - Asia Tenggara mengalami peningkatan signifikan dalam investasi hijau. Salah satu pemicunya adalah proyek pusat data hijau atau ramah lingkungan.
Menurut analisis yang dilakukan oleh Bain & Company, GenZero, Standard Chartered, dan Temasek berkat dorongan proyek data hijau tersebut, Asia Tenggara bisa meraih investasi hijau senilai 6,3 miliar dollar AS. Angka tersebut mewakili peningkatan 21 persen year-on-year.
Baca juga:
Mengutip CNBC, Sabtu (2/11/2024) permintaan untuk pusat data telah melonjak dengan munculnya teknologi baru yang intensif data seperti AI generatif.
Menurut laporan dari Badan Energi Internasional, konsumsi energi industri AI diperkirakan akan tumbuh setidaknya sepuluh kali lipat antara tahun 2023 dan 2026.
Namun permintaan pusat data ini pun juga diiringi dengan peringatan tentang peningkatan konsumsi energi yang bergantung pada bahan bakar fosil.
Itu mengapa pusat data yang ramah lingkungan pun bisa menjadi solusi untuk mengurangi ketergantungan terhadap penggunaan bahan bakar fosil.
Malaysia dan Singapura termasuk di antara negara di Asia Tenggara yang membantu mendorong investasi besar pusat data hijau.
Tahun lalu saja, Malaysia menarik pembiayaan hijau skala besar lebih dari $500 juta untuk setidaknya dua pusat data.
Pembiayaan untuk proyek-proyek ini membantu negara tersebut membuat lonjakan investasi hijau terbesar dari tahun ke tahun, yakni naik 326 persen dari tahun 2022, dari semua negara di kawasan Asia Tenggara.
Sementara itu, perusahaan telekomunikasi terbesar di Singapura, Singtel, memperoleh pinjaman hijau lima tahun senilai 401 juta dollar AS yang ditujukan untuk meningkatkan efisiensi di semua pusat datanya, termasuk pusat data hijau 58 MW yang mulai dibangun tahun lalu.
Langkah tersebut dilakukan setelah pemerintah Singapura meluncurkan standar keberlanjutan untuk pusat data yang beroperasi di iklim tropis.
Meskipun peningkatan investasi hijau regional menunjukkan pergeseran tren positif, dengan beberapa titik terang dalam investasi pusat data hijau, masih banyak yang diperlukan untuk memenuhi tujuan iklim yang penting.
Baca juga:
Menurut laporan ini, sekitar 1,5 triliun dollar AS investasi kumulatif di sektor energi dan alam akan diperlukan untuk mencapai target kontribusi yang ditentukan secara nasional pada tahun 2030.
Namun, hingga saat ini baru 1,5 persen yang telah diinvestasikan, dan banyak negara berisiko tidak memenuhi janjinya.
“Kami percaya bahwa percepatan upaya oleh negara, perusahaan, dan investor sangat penting karena Asia Tenggara masih sangat jauh dari target iklim," papar Kimberly Tan, kepala investasi di GenZero.
Energi terbarukan sendiri menyumbang kurang dari 10 persen pasokan energi di kawasan Asia Tenggara, dengan subsidi bahan bakar fosil sekitar lima kali lebih tinggi daripada investasi terbarukan.
Sedangkan Investasi hijau untuk listrik di kawasan tersebut turun 14 persen dari tahun ke tahun untuk tahun kedua berturut-turut.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya