Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Setengah Kota Besar Dunia Hadapi Risiko Iklim Parah pada 2050

Kompas.com - 02/11/2024, 15:39 WIB
Monika Novena,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

Sumber Edie

KOMPAS.com - Laporan dari London Stock Exchange Group (LSEG) mengungkapkan puluhan kota padat penduduk di dunia akan hadapi risiko fisik yang tinggi akibat krisis iklim pada 2050.

Laporan tersebut memproyeksikan bahwa separuh dari 49 kota terbesar di dunia akan berisiko tinggi terhadap satu atau lebih bahaya iklim pada tahun 2050.

Mengutip Edie, Sabtu (2/11/2024) bahaya yang tercakup alam analisis tersebut meliputi banjir, siklon, gelombang panas, dan tekanan air.

Baca juga:

Laporan juga menjelaskan bahwa kota-kota di Timur Tengah dan Asia Tenggara sangat rentan terhadap berbagai bahaya itu.

Jakarta misalnya, diperkirakan akan mengalami setidaknya empat kali lipat jumlah hari panas ekstrem pada tahun 2050 seperti yang terjadi tahun lalu.

Sementara kota-kota termasuk Singapura, Surabaya, Dubai, Riyadh, dan Jeddah menghadapi risiko gelombang panas yang sama, yang akan diperparah oleh tekanan air.

Namun ini tidak berarti bahwa kota-kota di wilayah geografis lain kebal terhadap risiko iklim fisik.

LSEG memperkirakan bahwa pada tahun 2050, London akan mengalami peningkatan 133 persen hari-hari dengan gelombang panas dan peningkatan 22 persen dalam tekanan air.

Lalu Manchester akan menghadapi peningkatan 93 persen dalam gelombang panas dan peningkatan 45 persen dalam tekanan air.

Daratan Eropa pun juga tak luput. Hari-hari gelombang panas di Amsterdam bisa hampir dua kali lipat, tekanan airnya bisa melonjak hingga 83 persen dan risiko banjirnya bisa meningkat hingga 60 persen.

Di Madrid, hari-hari dengan gelombang panas bisa lebih dari dua kali lipat dan tekanan air bisa meningkat hingga 63 persen.

“Kota-kota dalam penelitian kami merupakan pusat-pusat ekonomi dunia yang menyumbang hampir 20 persen dari PDB global dan merupakan rumah bagi 440 juta orang. Dan kota-kota tersebut sangat rentan terhadap risiko iklim," ungkap kepala penelitian LSEG Jaakko Kooroshy.

Menurutnya, dampaknya pun sudah mulai terasa meski pemanasan global hanya 1,3 derajat Celsius.

Baca juga:

Ia pun mengungkapkan negara-negara G20 perlu segera mengurangi emisi untuk mencegah bahaya iklim meningkat dengan cepat.

Komitmen iklim berikutnya kan sangat penting, bahkan jika dampak terburuk perubahan iklim dapat dicegah, investasi yang signifikan akan diperlukan untuk menyesuaikan kota-kota dengan iklim ekstrem yang baru.

Lebih lanjut LSEG telah menguraikan berbagai strategi adaptasi dengan merekomendasikan agar kota-kota melakukan beberapa upaya, antara lain menerapkan rencana adaptasi kota yang kuat, pemantauan risiko iklim, dan sistem peringatan dini.

Kemudian mempercepat pembangunan bangunan dan infrastruktur yang tahan terhadap bahaya.

Terakhir menetapkan reformasi perencanaan perkotaan, termasuk solusi berbasis alam seperti taman hijau, koridor hijau, dan lahan basah, yang dapat membantu mengelola banjir dan mengurangi panas perkotaan.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

China Berencana Bangun PLTS di Luar Angkasa, Bisa Terus Panen Energi Matahari

China Berencana Bangun PLTS di Luar Angkasa, Bisa Terus Panen Energi Matahari

Pemerintah
AS Pertimbangkan Tambang Laut Dalam untuk Cari Nikel dan Lawan China

AS Pertimbangkan Tambang Laut Dalam untuk Cari Nikel dan Lawan China

Pemerintah
LPEM UI: Penyitaan dan Penyegelan akan Rusak Tata Kelola Sawit RI

LPEM UI: Penyitaan dan Penyegelan akan Rusak Tata Kelola Sawit RI

Pemerintah
Jaga Iklim Investasi, LPEM FEB UI Tekankan Pentingnya Penataan Sawit yang Baik

Jaga Iklim Investasi, LPEM FEB UI Tekankan Pentingnya Penataan Sawit yang Baik

Pemerintah
Reklamasi: Permintaan Maaf yang Nyata kepada Alam

Reklamasi: Permintaan Maaf yang Nyata kepada Alam

LSM/Figur
Dampak Ekonomi Perubahan Iklim, Dunia Bisa Kehilangan 40 Persen GDP

Dampak Ekonomi Perubahan Iklim, Dunia Bisa Kehilangan 40 Persen GDP

LSM/Figur
Studi: Mikroplastik Ancam Ketahanan Pangan Global

Studi: Mikroplastik Ancam Ketahanan Pangan Global

LSM/Figur
Kebijakan Tak Berwawasan Lingkungan Trump Bisa Bikin AS Kembali ke Era Hujan Asam

Kebijakan Tak Berwawasan Lingkungan Trump Bisa Bikin AS Kembali ke Era Hujan Asam

Pemerintah
Nelayan di Nusa Tenggara Pakai “Cold Storage” Bertenaga Surya

Nelayan di Nusa Tenggara Pakai “Cold Storage” Bertenaga Surya

LSM/Figur
Pakar Pertanian UGM Sebut Pemanasan Global Ancam Ketahanan Pangan Indonesia

Pakar Pertanian UGM Sebut Pemanasan Global Ancam Ketahanan Pangan Indonesia

LSM/Figur
3 Akibat dari Perayaan Lebaran yang Tidak Ramah Lingkungan

3 Akibat dari Perayaan Lebaran yang Tidak Ramah Lingkungan

LSM/Figur
1.620 Km Garis Pantai Greenland Tersingkap karena Perubahan Iklim, Lebih Panjang dari Jalur Pantura

1.620 Km Garis Pantai Greenland Tersingkap karena Perubahan Iklim, Lebih Panjang dari Jalur Pantura

LSM/Figur
Semakin Ditunda, Ongkos Atasi Krisis Iklim Semakin Besar

Semakin Ditunda, Ongkos Atasi Krisis Iklim Semakin Besar

LSM/Figur
Harus 'Segmented', Kunci Bisnis Sewa Pakaian untuk Dukung Lingkungan

Harus "Segmented", Kunci Bisnis Sewa Pakaian untuk Dukung Lingkungan

Swasta
ING Jadi Bank Global Pertama dengan Target Iklim yang Divalidasi SBTi

ING Jadi Bank Global Pertama dengan Target Iklim yang Divalidasi SBTi

Swasta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau