KOMPAS.com - Penelitian baru dari Universitas Pennsylvania, Amerika Serikat menyebut efektivitas program sukarela perusahaan untuk menurunkan polusi dan emisi gas rumah kaca bergantung pada tekanan publik.
Tekanan publik yang dimaksud contohnya seperti pengawasan publik terhadap kinerja lingkungan perusahaan oleh media, organisasi non pemerintah, dan pemangku kepentingan lainnya.
Studi menemukan bahwa perusahaan yang berkontribusi besar terhadap polusi dan emisi lebih berkomitmen untuk menguranginya karena menghadapi pengawasan publik yang lebih besar.
Baca juga:
Sebaliknya, perusahaan yang tak banyak berkontribusi terhadap polusi dan emisi mengalami pengawasan publik yang jauh lebih sedikit, yang menguntungkan reputasi mereka meski tidak secara aktif menurunkan tingkat polusi perusahaan.
Temuan ini pun dapat membantu menginformasikan program dekarbonisasi yang lebih efektif di masa mendatang.
"Studi menunjukkan bahwa tekanan publik dapat dimanfaatkan secara efektif untuk melengkapi regulasi tradisional dan mungkin cukup untuk mencegah perusahaan memanfaatkan program pengurangan polusi mereka," ungkap Ruohao Zhang, asisten profesor ekonomi pertanian di Universitas Pennsylvania dan penulis pertama studi.
Baca juga: Sebagian Besar Perusahaan Tak Punya Rencana Kurangi Emisi dari Perjalanan Bisnis
Mengutip Phys, Jumat (8/11/2024) perubahan iklim yang terus menyebabkan kenaikan suhu dunia menyebabkan tekanan bagi perusahaan untuk mengurangi polusi dan emisi karbon.
Namun kewajiban untuk mematuhi regulasi dapat memakan biaya sehingga program yang diikuti perusahaan secara sukarela bisa menjadi alternatif.
"Meskipun sebagian besar program pengurangan polusi sukarela dikaitkan dengan manfaat finansial langsung, program-program tersebut juga tidak memiliki sanksi untuk memberi insentif pengurangan polusi yang melebihi tingkat yang diamanatkan," kata Zhang.
Peneliti kemudian meneliti lebih lanjut apa yang memotivasi perusahaan untuk berpartisipasi dalam program sukarela pengurangan polusi dan mekanisme yang digunakan untuk memengaruhi kinerja lingkungan perusahaan.
Peneliti kemudian melakukan analisis terhadap potensi perbedaan dalam keputusan partisipasi serta kinerja lingkungan antara perusahaan yang berkontribusi kecil dan besar terhadap polusi.
Analisis menggunakan data dari program 33/50 yang dikeluarkan oleh Badan Perlindungan Lingkungan AS pada tahun 1991, di mana perusahaan berkomitmen untuk mengurangi emisi 17 bahan kimia berbahaya sebesar 33 persen pada tahun 1992 dan 50 persen pada tahun 1995.
Data mencakup 39.201 pengamatan tahunan untuk 8.670 pabrik di 11 industri, termasuk sumber polusi utama dari sektor kimia, logam, dan transportasi.
Secara keseluruhan data menunjukkan bahwa perusahaan yang berkontribusi besar melakukan pengurangan emisi. Ini terjadi karena perusahaan tersebut menghadapi tekanan publik yang lebih besar.
Baca juga: Bank di Eropa Gagal Tetapkan Rencana Emisi Nol Bersih
Sementara perusahaan yang berkontribusi lebih kecil melakukan pengurangan emisi menurut peneliti tetap tidak mengurangi tingkat polusi mereka dan dalam beberapa kasus malah meningkatkan polusinya.
Hal ini disebabkan tidak adanya tekanan publik mengingat perusahaan tersebut memiliki tingkat polusi yang relatif rendah yang memungkinkan untuk tidak diperhatikan publik.
Lebih lanjut, temuan tersebut menyoroti bagaimana efektivitas program pengurangan polusi sukarela dalam menurunkan emisi bergantung pada persepsi publik terhadap perusahaan-perusahaan yang berpartisipasi.
"Pengawasan publik yang lebih besar meningkatkan efektivitas dalam menurunkan emisi," tambah Zhang.
Di masa mendatang, studi tambahan dapat lebih spesifik memeriksa pergerakan strategis masing-masing perusahaan dan mengeksplorasi faktor-faktor lain yang memengaruhi partisipasi perusahaan dan keputusan emisi terkait dengan program sukarela.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya