Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 16/10/2024, 07:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Editor

KOMPAS.com - Nilai konsentrasi gas rumah kaca (GRK) global, termasuk di Indonesia, telah mencapai 420 parts per million (ppm) atau naik 2 ppm per tahun.

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mendesak perlunya langkah mitigasi yang cepat secara bersama-sama untuk memperkecil dampak yang ditimbulkan.

Deputi Klimatologi BMKG Ardhasena Sopaheluwakan mengatakan, 420 ppm tersebut adalah angka yang tinggi.

Baca juga: Ini Ikhtiar Pemprov Jakarta Tekan Emisi dari Transportasi

Untuk diketahui, beberapa tahun lalu dunia sepakat untuk menekan konsentrasi GRK di bawah 400 ppm. Itu berarti, emisi GRK yang dihasilkan telah melampaui batas.

Komposisi GRK 420 ppm berarti jumlah partikel yang terukur dalam satu juta partikel udara terdapat 420 gas karbon.

Kondisi itu sudah menjadi perhatian para peneliti. Pada masa pra-industri konsentrasi gas rumah kaca berada di angka 280 ppm.

"Rata-rata global 420 ppm itu cukup tinggi, termasuk Indonesia. Jadi dapat dilihat tren ini terus naik per tahun 2 ppm," kata Ardhasena sebagaimana dilansir Antara, Selasa (15/10/2024).

Baca juga: Emisi Karbon Naik 50.000 persen Akhir Abad Ini Akibat Hutan Mangrove Rusak

Dia mengungkapkan peningkatan konsentrasi GRK memiliki dampak signifikan terhadap iklim global dan kehidupan di Bumi, seperti peningkatan suhu dan perubahan pola cuaca ekstrem.

Kondisi ini sudah mulai dirasakan Indonesia berbentuk bencana banjir maupun kekeringan yang datang dengan sebaran tak menentu.

"Patut disadari semua itu akibat konsentrasi GRK yang tinggi," imbuhnya.

BMKG menilai, dengan kondisi ini, semua pihak mau tidak mau harus teguh pada pendirian dan bersikap secara nyata melakukan langkah mitigasi.

Baca juga: TBS Energi Utama Jual 2 PLTU Batu Bara, Turunkan Emisi 80 Persen

Hal tersebut dapat ditempuh dengan memanfaatkan energi bersih yakni mengganti penggunaan energi fosil dengan sumber energi terbarukan hingga melindungi dan merehabilitasi hutan sebagai penyerap karbon alami.

Ardha menambahkan, juga dibutuhkan komitmen bertransisi ke transportasi yang berkelanjutan, seperti penggunaan transportasi umum, sepeda, dan kendaraan listrik.

Berdasarkan data Organisasi Iklim Dunia (WMO), suhu rata-rata global dari tahun 1850 - 2023 melonjak signifikan hampir melampaui batas maksimum yang disepakati global yakni 1,5 derajat celsius.

Peningkatan suhu tersebut salah satunya disokong oleh tingginya konsentrasi GRK yang dilepas dari berbagai aktivitas manusia.

"Harus siap menyambut era baru yang tidak pasti, iklim yang terus berubah. Maka memperkuat sinergi pengamatan, pengendalian, dan memperkuat dampak kesehatan juga jadi poin penting," ujarnya.

Baca juga: Dunia Makin Lirik Hidrogen Rendah Emisi, Investasi Berlipat Ganda

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Studi Sebut 8 dari 10 Orang di Dunia Terdampak Perubahan Iklim

Studi Sebut 8 dari 10 Orang di Dunia Terdampak Perubahan Iklim

Pemerintah
Bakti BCA di Labuan Bajo Jangkau 550 Pasien Mata dan Beri Edukasi ke Siswa Setempat

Bakti BCA di Labuan Bajo Jangkau 550 Pasien Mata dan Beri Edukasi ke Siswa Setempat

Swasta
 Uni Eropa Beri Dana 1 Juta Euro untuk Susun Indeks Pengungsian Akibat Iklim di Indonesia

Uni Eropa Beri Dana 1 Juta Euro untuk Susun Indeks Pengungsian Akibat Iklim di Indonesia

Pemerintah
Mamberamo Foja di Papua Ditetapkan Jadi Taman Nasional

Mamberamo Foja di Papua Ditetapkan Jadi Taman Nasional

Pemerintah
Indeks Risiko Perpindahan akibat Iklim Diluncurkan di Indonesia

Indeks Risiko Perpindahan akibat Iklim Diluncurkan di Indonesia

Pemerintah
Mayoritas Negara Belum Ajukan Rencana Pelestarian Jelang KTT Keanekaragaman Hayati COP16

Mayoritas Negara Belum Ajukan Rencana Pelestarian Jelang KTT Keanekaragaman Hayati COP16

Pemerintah
Forward7 dan Sistema.bio Hadirkan Teknologi Biogas Modern bagi Pemilik Peternakan Kecil di Nepal dan Indonesia

Forward7 dan Sistema.bio Hadirkan Teknologi Biogas Modern bagi Pemilik Peternakan Kecil di Nepal dan Indonesia

Swasta
Pemerintah Lakukan Perencanaan Ruang Laut untuk Pengelolaan Lestari

Pemerintah Lakukan Perencanaan Ruang Laut untuk Pengelolaan Lestari

Pemerintah
Pertumbuhan Energi Surya Indonesia Lambat, Pemerintah Perlu Ambisius

Pertumbuhan Energi Surya Indonesia Lambat, Pemerintah Perlu Ambisius

LSM/Figur
Begini Contoh Praktik Baik Masjid Ramah Lingkungan Menurut BRIN

Begini Contoh Praktik Baik Masjid Ramah Lingkungan Menurut BRIN

LSM/Figur
Emisi Gas Rumah Kaca Dunia 420 ppm, Lampaui Batas Kesepakatan

Emisi Gas Rumah Kaca Dunia 420 ppm, Lampaui Batas Kesepakatan

Pemerintah
Industri Nikel Nasional Diminta untuk Sukarela Diaudit Tata Kelolanya

Industri Nikel Nasional Diminta untuk Sukarela Diaudit Tata Kelolanya

Pemerintah
Kemenkes: Polusi Udara Faktor Resiko Kematian ke-5 di Indonesia

Kemenkes: Polusi Udara Faktor Resiko Kematian ke-5 di Indonesia

Pemerintah
BMKG: BBM Kualitas Rendah Jadi Penyebab Utama Buruknya Kualitas Udara

BMKG: BBM Kualitas Rendah Jadi Penyebab Utama Buruknya Kualitas Udara

Pemerintah
Warga Mojosongo Datangi Balai Kota Solo, Keluhkan Limbah PLTSa Putri Cempo

Warga Mojosongo Datangi Balai Kota Solo, Keluhkan Limbah PLTSa Putri Cempo

LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau