Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Peneliti UGM: Gua di JJLS Punya Ornamen Terbaik di Gunungkidul

Kompas.com, 12 November 2024, 15:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Editor

KOMPAS.com - Temuan gua di lokasi pembangunan Jalur Jalan Lintas Selatan (JJLS) di Planjan, Kecamatan Saptosari, Gunungkidul, DI Yogyakarta memiliki ornamen gua terbaik di wilayah itu.

Hal tersebut disampaikan Guru Besar Bidang Ilmu Geomorfologi Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada (UGM) Profesor Eko Haryono.

Eko menuturkan, berdasarkan hasil penelitian, gua tersebut termasuk gua tipe freatik yang memiliki ornamen stalaktit dan stalagmit lengkap dan masih aktif.

Baca juga: Cegah Potensi Tanah Amblas, Temuan Gua di JJLS Perlu Survei Geofisika

"Intinya dia lengkap ornamennya. Paling bagus itu di Gunungkidul," ujar Eko, sebagaimana dilansir Antara, Senin (11/11/2024).

Eko menjelaskan, proses pembentukan gua freatik yang ditemukan pada 15 Oktober 2024 tersebut diperkirakan telah berlangsung selama 100.000 tahun lebih.

Gua tersebut, kata dia, terbentuk di dekat muka air tanah. Aliran air dari permukaan kemudian membentuk rongga pada batuan secara terus-menerus dan diikuti dengan pembentukan stalagmit.

"Air tanah yang jauh di bawah kemudian terangkat dan stalagmitnya tumbuh," ujar dia.

Baca juga: Hasil Penelitian Goa JJLS Gunungkidul: Termasuk Goa Freatik dan Ornamennya Paling Bagus

Sementara itu, untuk stalaktit pada gua tersebut terbentuk akibat tetesan dari larutan batuan kapur yang berada di atas gua.

"Batuan di atasnya mudah larut kemudian dia masuk gua, menetes, karbon dioksidanya lepas terus terjadi presipitasi jadi banyak ornamen guanya," kata dia.

Dengan demikian, Eko menilai gua tersebut memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai destinasi wisata kendati harus diikuti dengan penelitian lebih lanjut terkait daya dukung gua.

"Itu potensial untuk wisata tetapi nanti perencanaan wisatanya yang seperti apa itu perlu dilihat daya dukungannya," ujar dia.

Baca juga: Hasil Penelitan Goa JJLS Gunungkidul Memungkinkan Untuk Wisata Terbatas, Ini Penjelasan Tim UGM

Untuk menghindarkan dari ancaman kerusakan, Eko menyarankan stalaktit dan stalagmit gua dilengkapi dengan pelindung kaca dan hanya dibuka secara terbatas bagi wisatawan.

"Saat ini gua ditutup sementara. Nanti kalau ingin dijadikan objek wisata terbatas, bisa dibuka untuk dilakukan penelitian daya dukung gua," ujar dia.

Sebelumnya, sebuah gua dengan stalaktit dan stalagmit ditemukan di lokasi pengerjaan proyek JJLS di wilayah Planjan pada 15 Oktober 2024.

Mengutip laman resmi Pemkab Gunungkidul, selama ini tercatat sebanyak 119 gua karst ditemukan di kabupaten itu.

Baca juga: Hasil Penelitian UGM soal Goa di Gunungkidul Rampung, Pembangunan JJLS Dapat Dilanjutkan

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Banjir Sumatera: Alarm Keras Tata Ruang yang Diabaikan
Banjir Sumatera: Alarm Keras Tata Ruang yang Diabaikan
Pemerintah
Banjir Sumatera, Penyelidikan Hulu DAS Tapanuli Soroti 12 Subyek Hukum
Banjir Sumatera, Penyelidikan Hulu DAS Tapanuli Soroti 12 Subyek Hukum
Pemerintah
Banjir Sumatera, KLH Setop Operasional 3 Perusahaan untuk Sementara
Banjir Sumatera, KLH Setop Operasional 3 Perusahaan untuk Sementara
Pemerintah
Berkomitmen Sejahterakan Umat, BSI Maslahat Raih 2 Penghargaan Zakat Award 2025
Berkomitmen Sejahterakan Umat, BSI Maslahat Raih 2 Penghargaan Zakat Award 2025
BUMN
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Pemerintah
Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
LSM/Figur
Ambisi Indonesia Punya Geopark Terbanyak di Dunia, Bisa Cegah Banjir Terulang
Ambisi Indonesia Punya Geopark Terbanyak di Dunia, Bisa Cegah Banjir Terulang
Pemerintah
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Pemerintah
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
LSM/Figur
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
Pemerintah
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Pemerintah
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Pemerintah
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Swasta
Tuntaskan Program KMG-SMK, BNET Academy Dorong Penguatan Kompetensi Guru Vokasi
Tuntaskan Program KMG-SMK, BNET Academy Dorong Penguatan Kompetensi Guru Vokasi
Swasta
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau