KOMPAS.com - Negara-negara menyepakati aturan baru mengenai bursa karbon internasional pada hari pertama KTT Iklim COP29 di Baku, Azerbaijan, Senin (11/11/2024).
Kesepakatan tersebut dinilai menjadi langkah penting untuk memungkinkan negara-negara memperdagangkan sertifikat atau kredit karbon guna memenuhi target iklim mereka.
Presiden COP29 Mukhtar Babayev memuji terobosan tersebut. Akan tetapi, dia menegaskan masih banyak hal yang perlu dilakukan, sebagaimana dilansir AFP.
Baca juga: Pemadaman Lampu Serentak di Jakarta Diklaim Turunkan 66,49 Ton Emisi Karbon
Aspek penting lainnya dari keseluruhan kerangka kerja mengenai bursa karbon internasional juga masih perlu dinegosiasikan.
Di satu sisi, keputusan tersebut membawa bursa karbon internasional lebih dekat untuk direalisasikan, yang telah lama didukung PBB untuk memperdagangkan kredit karbon berkualitas tinggi.
"Ini sangat penting," kata Erika Lenno dari Pusat Hukum Lingkungan Internasional (CIEL) kepada AFP di Baku.
Kredit karbon diterbitkan atas dasar kegiatan yang mengurangi atau menghindari emisi gas rumah kaca.
Beberapa landasan penerbitan kredit karbon tersebut seperti menanam pohon, melindungi hutan, atau mengganti batu bara yang mencemari dengan alternatif energi bersih.
Baca juga: Pasar Karbon Tingkatkan Aksi Iklim di Negara Kurang Berkembang
Satu sertifikat atau kredit karbon nilainya sama dengan satu ton karbon dioksida.
Sejak Perjanjian Paris diratifikasi pada 2015, PBB telah menyusun sejumlah aturan untuk memungkinkan negara dan bisnis berdagang kredit karbon di pasar yang transparan dan kredibel.
Dengan adanya aturan baru yang disepakati di Baku, kemungkinan bakal ada pengembangan aturan lain, termasuk menghitung berapa banyak kredit yang dapat diterima proyek tertentu.
Setelah berjalan, pasar karbon akan memungkinkan negara-negara, terutama penghasil emisi terbesar, "menebus" emisinya dengan membeli kredit karbom dari negara-negara yang memangkas gas rumah kaca melalui sertifikat yang diterbitkan.
Baca juga: 6 Pembicaraan Kunci dalam COP29, Pembiayaan sampai Bursa Karbon
Negara-negara pembeli kemudian dapat menggunakan kredit karbon tersebut untuk mencapai tujuan iklim yang dijanjikan dalam rencana nasional mereka.
Meski demikian, beberapa pihak masih belum puas atas kesepakatan mengenai aturan baru mengenai bursa karbon internasional tersebut.
Mereka menilai kesepakatan tersebut menyelesaikan aspek-aspek penting dari mekanisme pemberian kredit yang lebih luas, sesuai dalam Pasal 6 Perjanjian Paris.
Sebelumnya, upaya PBB untuk mengatur bursa karbon sempat ditolak dalam COP28 Dubai pada 2023 oleh Uni Eropa dan negara-negara berkembang karena dianggap terlalu longgar.
Baca juga: Kunjungi China, Prabowo Diharap Perkuat Kolaborasi Rendah Karbon
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya