KOMPAS.com - Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menawarkan metode penyemaian kapur kalsium oksida atau kalsium hidroksida di area yang mengandung konsentrasi karbon dioksida tinggi untuk mengurangi efek rumah kaca.
Peneliti Pusat Riset Limnologi dan Sumber Daya Air (PRLSDA) BRIN Mahally Kudsy mengatakan, penyemaian tersebut dimaksudkan untuk mengurangi konsentrasi gas karbon dioksida yang terbentuk akibat kebakaran hutan dan atau lahan.
"Penyemaian ini dapat dilakukan baik secara dinamis menggunakan pesawat terbang, maupun secara statis dengan menggunakan base generator," kata Mahally, dalam sebuah webinar pada Kamis (7/11/2024).
Baca juga: IESR Ungkap 3 Strategi Dekarbonisasi Transportasi untuk Pangkas Emisi Gas Rumah Kaca
Kalsium oksida dan kalsium hidroksida dipilih karena memiliki sifat yang secara spontan dapat mengikat gas karbon dioksida dan mengubahnya menjadi kalsium karbonat.
Proses ini membuat kedua senyawa ini sangat tepat digunakan untuk mengurangi gas rumah kaca, khususnya karbon dioksida.
Mahally menyebut, kapur kalsium oksida dan kalsium hidroksida merupakan senyawa yang mudah didapatkan di pasaran dan sangat efektif dalam menyerap gas karbon dioksida dari udara, kemudian mengubahnya menjadi kalsium karbonat.
"Selain itu, invensi ini bertujuan untuk menawarkan metode baru dalam mengatasi pemanasan global dengan cara mengurangi salah satu gas rumah kaca, yaitu karbon dioksida," kata Mahally, dikutip dari situs web BRIN, Selasa (12/11/2024).
Baca juga: Eropa Catat Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca 8,3 Persen pada 2023
Meskipun gas rumah kaca seperti karbon dioksida dalam konsentrasi tertentu diperlukan untuk mendukung kehidupan tumbuh-tumbuhan, kelebihan di atmosfer dapat menyebabkan pemanasan global yang berbahaya.
Mahally mengemukakan, menurut Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), jika laju emisi karbon dioksida terus dibiarkan tanpa upaya pengurangan, suhu global rata-rata diperkirakan akan naik 0,3 derajat celsius setiap 10 tahun.
Menurutnya, karbon dioksida memiliki kemampuan bertahan lama di atmosfer, bahkan bisa terurai dalam waktu 50 hingga 200 tahun.
Akibatnya, konsentrasi karbon dioksdia di atmosfer semakin meningkat seiring berjalannya waktu.
Baca juga: Emisi Gas Rumah Kaca Sebabkan El Nino Ekstrem Lebih Sering Terjadi
Dia menyampaikan, upaya yang dilakukan oleh para ahli selama ini umumnya bersifat pencegahan.
Contohnya sepertu imbauan mengurangi penggunaan material yang menghasilkan gas karbon dioksida berlebihan, atau upaya statis seperti penanaman pohon untuk menyerap karbon dioksida dari atmosfer.
"Namun, seiring dengan semakin berkurangnya luas hutan dan lahan pertanian akibat pertambahan jumlah penduduk dan perluasan daerah industri, maka untuk mempertahankan daerah hijau dan area tanam semakin sulit," ungkap Mahally.
Selain itu, sering terjadinya kebakaran hutan dan lahan semakin memperburuk kondisi ini.
Baca juga: NASA Luncurkan Perangkat Pendeteksi Gas Rumah Kaca
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya