KOMPAS.com - Perusahaan swasta juga harus berkontribusi pendanaan bagi negara berkembang untuk transisi hijau.
Hal tersebut diungkapkan oleh presiden COP29 Mukhtar Babayev, Senin (11/11/2024) di acara COP29 yang berlangsung di Baku, Azerbaijan.
Menurutnya tanggung jawab tidak dapat sepenuhnya dibebankan pada dana pemerintah. Melepaskan pendanaan swasta untuk transisi negara berkembang telah lama menjadi pembicaraan.
"Tanpa sektor swasta, tidak ada solusi iklim. Dunia membutuhkan lebih banyak dana dan membutuhkannya lebih cepat. Sejarah menunjukkan kita dapat memobilisasi sumber daya yang dibutuhkan," katanya.
Baca juga:
Dalam sebuah pernyataan Babayev juga pernah menuliskan bahwa dengan prioritas yang saling bersaing, tidak ada cukup uang di dunia untuk mendanai transisi negara-negara berkembang menuju energi bersih hanya melalui hibah atau pembiayaan konsesi. Apalagi untuk menutupi adaptasi serta kerugian dan kerusakan.
Mengutip Guardian, Kamis (14/11/2024) pada perhelatan COP29, negara-negara dunia mencoba untuk membentuk kerangka global baru untuk menyediakan dana yang dibutuhkan negara berkembang untuk memangkas emisi gas rumah kaca dan beradaptasi dengan dampak cuaca ekstrem yang memburuk.
Negara-negara berpendapatan rendah menginginkan pendanaan iklim meningkat dari sekitar 100 miliar dollar AS per tahun saat ini menjadi setidaknya 1 triliun dollar AS setiap tahun pada tahun 2035.
Hal tersebut membuat negara-negara maju merasa target pendanaan iklim lebih sulit dipenuhi dan berusaha untuk mengurangi komponen pendanaan yang bersumber dari publik yang membentuk tujuan pendanaan iklim.
Itu berarti perlu peningkatan peran sektor swasta dalam memenuhi target 1 triliun dollar AS.
Namun uang tunai dari sektor swasta diperoleh dengan syarat dan dapat mendorong negara-negara lebih jauh ke dalam utang.
Akses terhadap energi bersih pun dinilai lebih sulit bagi negara-negara termiskin yang sangat membutuhkannya, terutama untuk membantu mereka mengatasi dampak cuaca ekstrem karena hanya sedikit perusahaan swasta yang bersedia mendanainya.
Beberapa kelompok masyarakat sipil juga khawatir dengan peran sektor swasta yang semakin luas.
Baca juga:
"Pendanaan pemerintah jauh lebih baik daripada pendanaan swasta dalam hal mengatasi perubahan iklim. Pemerintah adalah satu-satunya pihak yang mampu menyediakan pendanaan dalam bentuk hibah, yang merupakan satu-satunya cara untuk mengatasi kebutuhan negara-negara berkembang yang terus meningkat untuk mengatasi krisis iklim," ungkap Mariana Paoli, pemimpin advokasi global di Christian Aid.
Sementara pendanaan swasta hampir selalu berupa pinjaman, sehingga memperburuk krisis utang yang dihadapi banyak negara berkembang.
Di sisi lain, banyak negara berkembang menerima bahwa keuangan swasta harus berperan.
"Fokus utama negara maju adalah penyediaan keuangan publik untuk negara berkembang dan sebagai pilar tambahannya adalah mobilisasi pembiayaan swasta," papar Seorang juru bicara Aliansi Negara-negara Pulau Kecil.
Lebih lanjut, Simon Stiell, kepala iklim PBB mengatakan inflasi akan terjadi akibat ketergantungan pada bahan bakar fosil sementara mengatasi krisis iklim juga akan membantu mengatasi masalah ekonomi.
“Jika setidaknya dua pertiga negara di dunia tidak mampu memangkas emisi dengan cepat, maka setiap negara akan membayar harga yang sangat mahal. Selain itu jika negara-negara tidak dapat membangun ketahanan dalam rantai pasokan, seluruh ekonomi global akan terpuruk. Tidak ada negara yang kebal,” katanya.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya