KOMPAS.com - Sekretaris Jenderal Antonio Guterres mendesak para pemimpin dunia untuk menebus segala dosa-dosa perubahan iklim untuk mencegah bencana kemanusiaan.
Guterres menegaskan, waktu yang tersisa hampir habis untuk membatasi kenaikan suhu global yang semakin naik.
Hal tersebut disampaikan Guterres pada hari kedua KTT Iklim COP29 di Baku, Azerbaijan, Selasa (12/11/2024).
Baca juga: Aruki: Agenda Indonesia dalam COP29 Jauh dari Keadilan Iklim
Akan tetapi, ketika Guterres berpidato, banyak kepala pemerintahan yang tidak hadir, sebagaimana dilansir Reuters.
"Mengenai keuangan iklim, dunia harus menebusnya, atau umat manusia akan membayar harganya," kata Guterres dalam pidatonya.
"Suara yang Anda dengar adalah jam yang berdetak. Kita sedang dalam hitungan mundur terakhir untuk membatasi kenaikan suhu global hingga 1,5 derajat celsius dan waktu tidak berpihak pada kita," tutur Guterres.
Di sisi lain, badan pemantau perubahan iklim bentukan Uni Eropa, Copernicus Climate Change Services (C3S), memprediksi 2024 menjadi tahun terpanas yang pernah tercatat.
Baca juga: Hari Pertama COP29, Negara-negara Sepakati Aturan Bursa Karbon Internasional
Para ilmuwan mengatakan, bukti menunjukkan pemanasan global dan dampaknya berlangsung lebih cepat dari yang diperkirakan.
Apabila ambang batas tersebut terlampaui, Bumi berisiko mengalami perubahan iklim yang ekstrem dan tidak dapat dipulihkan.
Saat COP29 dimulai, kebakaran hutan yang tidak biasa melanda pantai timur AS yang memicu peringatan kualitas udara untuk New York.
Di Spanyol, para penyintas mulai berdamai dengan banjir terburuk dalam sejarah modern negara itu dan pemerintah Spanyol telah mengumumkan miliaran euro untuk rekonstruksi.
Baca juga: Hadiri COP29, Delegasi Indonesia Promosikan Nuklir hingga Penangkap Karbon
Pada konferensi pers hari Selasa, sejumlah pejabat COP29 berusaha untuk memfokuskan kembali perhatian pada tujuan utama KTT tersebut.
Tujuan utamanya yakni menyetujui kesepakatan hingga 1 triliun dollar AS dalam pendanaan iklim tahunan untuk negara-negara berkembang.
"Memungkinkan setiap negara untuk mengambil tindakan iklim yang kuat adalah 100 persen demi kepentingan semua negara. Mengapa? Karena krisis iklim dengan cepat menjadi pembunuh ekonomi," kata Simon Stiell, Kepala badan iklim UNFCCC yang memfasilitasi KTT tersebut.
Baca juga: Banyak Pemimpin Dunia Absen KTT Iklim COP29, Ini Daftarnya
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya