Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com, 14 November 2024, 15:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Editor

KOMPAS.com - Upaya mitigasi emisi karbon dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029 membutuhkan grand design.

Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) Ahmad Safrudin mengatakan, Indonesia masih tertinggal dalam mitigasi gas rumah kaca (GRK) kendaraan bermotor.

Salah satu ketertinggalan tersebut adalah tidak diaturnya standar karbon kendaraan.

Baca juga: Pemadaman Lampu Serentak di Jakarta Diklaim Turunkan 66,49 Ton Emisi Karbon

"Padahal standar ini akan menjadi acuan bagi produsen kendaraan bermotor dalam memproduksi dan memasarkan kendaraan di Indonesia," kata Ahmad, sebagaimana dilansir Antara, Rabu (13/11/2024).

Kemudian, agenda mitigasi GRK kendaraan bermotor dengan elektrifikasi tertunda, misalnya adopsi bus listrik di Jakarta yang seharusnya sudah mencapai 2.700 unit pada 2024 baru terealisasi 100 unit.

Apalagi kota-kota lain yang lebih kecil seperti Denpasar, Surabaya, Semarang, Solo, Yogyakarta, Bandung, Medan, Makassar, yang sama sekali tidak ada perkembangan terkait elektrifikasi angkutan umumnya karena terbentur pendanaan.

Selain itu, bahan bakar minyak (BBM) berkualitas rendah dengan faktor emisi karbon tinggi masih diedarkan, misalnya Pertalite 90.

Baca juga: Studi: Ada Penumpang Jet Pribadi Hasilkan Emisi 500 Kali Lebih Banyak

BBM dengan kadar belerang di atas 200 ppm tersebut memiliki faktor emisi yang tinggi dan tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada kendaraan berstandard Euro IV.

Ahmad menyampaikan, emisi transportasi sebagai bagian dari emisi sektor energi memberikan sumbangan GRK sekitar 27 persen secara global dan sekitar 23 persen di level nasional.

Selain emisi GRK, transportasi terutama kendaraan bermotor juga berkontribusi pada emisi pencemaran udara yang sudah menjadi masalah kronis di berbagai kota besar di Indonesia berupa gangguan kenyamanan, kesehatan masyarakat, dan keselamatan lingkungan hidup.

Menurut data KPBB masalah kronis pencemaran udara ini mengharuskan warga DKI Jakarta membayar biaya medis Rp 51,2 triliun pada 2016 atau meningkat dari 2010 sebesar Rp 38,5 triliun.

Untuk itu, dia mendesak perlunya solusi penurunan emisi kendaraan bermotor terpadu, sehingga memberikan makna bagi berbagai pihak.

Baca juga: Emisi Penerbangan Pribadi Naik 46 Persen Dari 2019 Hingga 2023

"Guna mengejar ketertinggalan mitigasi emisi karbon kendaraan bermotor, maka RPJMN 2025-2029 harus berdasar grand design dengan amanat penerapan strategi trisula," ujar Ahmad.

Strategi trisula tersebut yakni pelaksanaan mitigasi GRK untuk menyelamatkan dunia dari krisis iklim, membangun industri manufaktur nasional yang mampu menyediakan produk kendaraan bermotor dengan teknologi net zero emission vehicle (ZEV) untuk memitigasi GRK secara efektif, serta menciptakan keuntungan kompetitif.

Deputi Bidang Koordinasi Konektivitas Kementerian Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Wilayah M Rachmat Kaimuddin menyatakan, saat ini sedang proses adjustment RPJMN 2025-2029 dengan visi Presiden, termasuk dalam konteks adopsi net-ZEV ini dalam agenda pembangunan lima tahun ke depan.

Dia menegaskan, agenda net-ZEV harus mampu menjadi persemaian pembangunan industri otomotif nasional dengan fokus memproduksi kendaraan beremisi nol bersih.

Dengan demikian, mitigasi emisi kendaraan bermotor juga memiliki multiplier effect pada pertumbuhan ekonomi nasional.

Baca juga: UEFA Klaim Berhasil Pangkas Emisi Karbon Sepanjang Perhelatan EURO 2024

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
KLH Bakal Periksa 100 Unit Usaha Imbas Banjir Sumatera
KLH Bakal Periksa 100 Unit Usaha Imbas Banjir Sumatera
Pemerintah
Tambang Energi Terbarukan Picu Deforestasi Global, Indonesia Terdampak
Tambang Energi Terbarukan Picu Deforestasi Global, Indonesia Terdampak
LSM/Figur
Food Estate di Papua Jangan Sampai Ganggu Ekosistem
Food Estate di Papua Jangan Sampai Ganggu Ekosistem
LSM/Figur
Perjanjian Plastik Global Dinilai Mandek, Ilmuwan Minta Negara Lakukan Aksi Nyata
Perjanjian Plastik Global Dinilai Mandek, Ilmuwan Minta Negara Lakukan Aksi Nyata
LSM/Figur
Cegah Kematian Gajah akibat Virus, Kemenhut Datangkan Dokter dari India
Cegah Kematian Gajah akibat Virus, Kemenhut Datangkan Dokter dari India
Pemerintah
Indonesia Rawan Bencana, Penanaman Pohon Rakus Air Jadi Langkah Mitigasi
Indonesia Rawan Bencana, Penanaman Pohon Rakus Air Jadi Langkah Mitigasi
LSM/Figur
Hujan Lebat Diprediksi Terjadi hingga 29 Desember 2025, Ini Penjelasan BMKG
Hujan Lebat Diprediksi Terjadi hingga 29 Desember 2025, Ini Penjelasan BMKG
Pemerintah
Kebakaran, Banjir, dan Panas Ekstrem Warnai 2025 akibat Krisis Iklim
Kebakaran, Banjir, dan Panas Ekstrem Warnai 2025 akibat Krisis Iklim
LSM/Figur
Perdagangan Ikan Global Berpotensi Sebarkan Bahan Kimia Berbahaya, Apa Itu?
Perdagangan Ikan Global Berpotensi Sebarkan Bahan Kimia Berbahaya, Apa Itu?
LSM/Figur
Katak Langka Dilaporkan Menghilang di India, Diduga Korban Fotografi Tak Bertanggungjawab
Katak Langka Dilaporkan Menghilang di India, Diduga Korban Fotografi Tak Bertanggungjawab
LSM/Figur
Belajar dari Banjir Sumatera, Daerah Harus Siap Hadapi Siklon Tropis Saat Nataru 2026
Belajar dari Banjir Sumatera, Daerah Harus Siap Hadapi Siklon Tropis Saat Nataru 2026
LSM/Figur
KUR UMKM Korban Banjir Sumatera Akan Diputihkan, tapi Ada Syaratnya
KUR UMKM Korban Banjir Sumatera Akan Diputihkan, tapi Ada Syaratnya
Pemerintah
Kementerian UMKM Sebut Produk China Lebih Disukai Dibanding Produk Indonesia, Ini Sebabnya
Kementerian UMKM Sebut Produk China Lebih Disukai Dibanding Produk Indonesia, Ini Sebabnya
Pemerintah
Walhi Sebut Banjir Sumatera Bencana yang Direncanakan, Soroti Izin Tambang dan Sawit
Walhi Sebut Banjir Sumatera Bencana yang Direncanakan, Soroti Izin Tambang dan Sawit
LSM/Figur
Perubahan Iklim Berpotensi Mengancam Kupu-kupu dan Tanaman
Perubahan Iklim Berpotensi Mengancam Kupu-kupu dan Tanaman
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau