NET zero economy menjadi paradigma yang diusung Bank Indonesia (BI), bersama dengan pemangku kebijakan lainnya, dalam penyusunan arah, pedoman dan standar pembangunan ekonomi berkelanjutan, khususnya di industri keuangan.
Intinya, bagaimana kepentingan ekonomi (dalam takaran PDB) tetap selaras dengan kepentingan sosial (equality), tapi tanpa meninggalkan aspek lingkungan (green economy).
Secara harafiah konsep net zero economy diartikan kegiatan perekonomian yang menghasilkan emisi karbon gas rumah kaca (GRK) untuk selanjutnya diseimbangkan/dihilangkan dengan jumlah yang sama dari atmosfer.
Hal ini beralasan, Pristiandaru (2024) dalam Kompas.com menyebutkan Indonesia termasuk dalam 10 negara penghasil emisi GRK (yang disebabkan karbon) terbesar di dunia sepanjang 2023 dari sektor energi.
Menurut Energy Institute, Indonesia menempati peringkat keenam sebagai penghasil emisi GRK terbesar di dunia dari sektor energi yang mencapai 701,4 juta ton karbon dioksida.
Tidak terkendalinya emisi karbon menjadi salah satu penyumbang utama perubahan iklim.
Laporan Risiko Global 2024 menunjukkan bahwa risiko perubahan iklim merupakan risiko terbesar kedua dalam jangka 2 tahun ke depan, dan akan menduduki risiko terbesar dalam 10 tahun ke depan.
Indonesia harus mengantisipasi hal ini. Dari sisi dampaknya terhadap sektor ekonomi dan keuangan, risiko perubahan iklim memiliki potensi besar yang berdampak sistemik karena sifatnya yang tidak dapat dipulihkan (irreversible), multidimensional, simultan dan tidak terduga untuk berbagai sektor ekonomi.
Nah, secara langsung dan tak langsung, dampak perubahan iklim menimbulkan tantangan baru bagi bank sentral dalam menjaga stabilitas sistem keuangan terlebih dalam menghadapi risiko fisik dan risiko transisi.
Risiko fisik seperti bencana banjir akibat perubahan iklim, yang berpotensi menurunkan produktivitas pertanian dan perindustrian yang dapat memicu ketidakstabilan harga.
Sementara risiko transisi adalah risiko kerugian akibat perubahan/transisi kebijakan menuju ekonomi rendah karbon seperti kebijakan penghentian penggunaan batu bara dan perubahan preferensi konsumen menuju produk ramah lingkungan yang dapat berdampak pada perubahan struktur ekonomi.
Ahli berpendapat bahwa lembaga penyedia keuangan dapat dikatakan memberikan andil terhadap emisi karbon penyebab perubahan iklim.
Penurunan emisi lembaga penyedia keuangan, dalam hal ini emisi dari kredit/pembiayaan yang diberikan, merupakan kunci keberhasilan penurunan emisi global.
Oleh karena itu, lembaga penyedia keuangan perlu terus meningkatkan porsi pembiayaan rendah emisi dari total portofolio pembiayaannya.
Sementara itu, lembaga penyedia keuangan dituntut lebih selektif dalam memberikan kredit/pembiayaan antara lain dengan melakukan asesmen keberlanjutan dari debitur atau proyek yang akan dibiayai.
Dukungan kredit/pembiayaan ini sangat diperlukan dalam rangka transisi menuju net zero economy. Hal ini harus diiringi dengan ketersediaan data emisi yang reliable agar lembaga penyedia keuangan dapat mengalokasikan pembiayaan dengan tepat sasaran.
Menjadi masalah adalah masih terbatasnya penghitungan emisi oleh lembaga penyedia keuangan dan pelaku usaha yang akuntabel dan sesuai dengan standar/formula penghitungan global dan nasional.
Selain itu, praktik penghitungan dan publikasi emisi GRK cenderung masih terbatas karena proses penghitungan emisi GRK yang rumit dan mahal.
Menjawab tantangan tersebut, BI bersinergi dengan kementerian/lembaga terkait, berinovasi menghadirkan kalkulator hijau tahap awal (versi 1.0) yang berbasis ponsel. Inisiasi kalkulator hijau dinilai sebagai langkah nasional dalam mencapai target net zero economy.
Inovasi ini menyediakan pendekatan yang mudah dan sistematis dalam menghitung emisi dari aktivitas ekonomi, sekaligus membantu organisasi memahami dan mengurangi dampak lingkungannya.
Kehadiran kalkulator hijau memiliki peran penting dalam beberapa hal. Pertama, bermanfaat untuk memantau tingkat kehijauan aktivitas ekonomi dan tingkat keberhasilan transisi menuju ekonomi hijau.
Kedua, memberikan kemudahan bagi organisasi dalam pemenuhan kebutuhan pelaporan keberlanjutan (disclosure) yang diprasyaratkan oleh regulator dan pasar global.
Ketiga, membuka akses lebih luas kepada investasi dan pendanaan hijau.
Inovasi pengembangan kalkulator hijau akan disempurnakan secara bertahap. Untuk tahap awal (ruang lingkup pengembangan kalkulator hijau masih difokuskan pada penghitungan emisi dari penggunaan bahan bakar (Scope 1) dan listrik (Scope 2).
Kedepannya, ruang lingkup pengembangan kalkulator hijau akan terus diperluas secara bertahap agar sejalan dengan perkembangan global (scope 3).
Beberapa metode perhitungan kalkulator hijau di antaranya dengan menghitung emisi langsung, tidak langsung, dan pengurang emisi.
Emisi langsung adalah emisi yang langsung dihasilkan oleh lembaga penyedia keuangan dan/atau pelaku usaha dalam rangka melaksanakan aktivitasnya.
Misalnya, emisi mesin bakar tidak bergerak (genset dan boiler), mesin bakar bergerak (kendaraan dinas), penggunaan dan perubahan penggunaan lahan serta kehutanan, serta proses industri.
Sementara, emisi tidak langsung adalah emisi yang berasal dari penggunaan listrik yang tidak langsung dihasilkan oleh lembaga penyedia keuangan dan/atau pelaku usaha.
Misalnya, emisi dari pemakaian listrik yang dibeli dari perusahaan listrik, penggunaan produk oleh organisasi termasuk limbah yang dihasilkan, penggunaan produk yang dihasilkan perusahaan oleh pihak lain termasuk investasi dan pembiayaan.
Selain faktor penambah emisi, kalkulator hijau menyediakan faktor pengurang emisi dalam hal penggunaan energi baru terbarukan (EBT) dan kendaraan listrik, dan mengakomodasi carbon offset menggunakan Sertifikat Pengurangan Emisi (SPE), baik yang dibeli melalui bursa karbon, blended dengan instrumen keuangan seperti obligasi hijau, atau SPE dari aktivitas perusahaan.
Penutup, bagi pembaca yang tertarik untuk memahami apa itu kalkulator hijau dapat mengunjungi laman BI dan mengeksplorasinya dengan mengunduh aplikasi kalkulator hijau di ponsel.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya