Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kesehatan Tanah Menurun, Swasembada Pangan Butuh Lahan Sehat dan Produktif

Kompas.com, 17 Desember 2024, 07:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Editor

KOMPAS.com - Swasembada pangan membutuhkan lahan yang sehat dan produktif. Akan tetapi, kandungan karbon di lahan pertanian Indonesia sebagai salah satu indikator kesehatan tanah tengah menurun. 

Hal tersebut disampaikan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Rachmat Pambudy dalam acara Expert Group Meeting: Towards Health Policy for Improved Food Security in Indonesia.

"Swasembada pangan sebagai salah satu program unggulan dalam Visi dan Misi Presiden RI dalam lima tahun ke depan membutuhkan lahan yang sehat dan produktif," ujar Rachmat, sebagaimana dilansir Antara, Senin (16/12/2024).

Baca juga: Tingginya Kandungan Garam di Tanah Ancam Pertanian Global

Saat ini, lanjutnya, kandungan karbon tanah organik pada lahan pertanian Indonesia relatif rendah dan semakin menurun. 

Tercatat, sekitar 77 persen lahan sawah di Indonesia, terutama di Pulau Jawa, memiliki kandungan karbon tanah yang rendah yakni 1,25-1,91 persen.

Untuk diketahui, karbon organik tanah adalah komponen yang sangat penting dalam usaha pertanian berkelanjutan. 

Kadar karbon organik menentukan kesehatan tanah mulai dari kesuburan, produktivitas, dan kualitas tanah.

Baca juga: Lebih dari Separuh Tanah di Bumi Akan Mengering Permanen

Berdasarkan Survei Pertanian Terintegrasi dari Badan Pusat Statistik pada 2021, 89,5 persen lahan pertanian Indonesia berstatus tidak berkelanjutan.

"Kondisi ini utamanya disebabkan oleh rendahnya produktivitas lahan pertanian, tingginya risiko dari penggunaan pupuk dan pestisida, serta isu kepemilikan lahan," ungkap Rachmat.

Ada beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kesehatan tanah.

Beberapa upaya tersebut seperti pemanfaatan teknologi dalam penyerapan karbon dan  pengembangan biochar atau bahan padat kaya karbon hasil konversi dari limbah organik.

Baca juga: WWF Indonesia Bikin Kampanye untuk Ajak Masyarakat Jaga Warisan Alam Tanah Air

Upaya lainnya yakni aforestasi atau pembentukan hutan di area yang sebelumnya bukan hutan, reforestasi, serta meningkatkan karbon tanah organik pada lahan pertanian secara berkelanjutan.

Melalui kebijakan penguatan kesehatan tanah, Rachmat berharap ada langkah transformatif guna memastikan peningkatan produktivitas lahan di Indonesia menuju swasembada pangan nasional.

"Kami yakin bahwa agenda kita ini merupakan tonggak dasar dalam membangun kebijakan penguatan kesehatan lahan atau soil health policy dan peningkatan produktivitas lahan di Indonesia, menuju swasembada pangan nasional," paparnya.

Dalam kesempatan itu, Rachmat juga menekankan urgensi anggaran subsidi yang diberikan oleh pemerintah untuk sejumlah jenis pupuk agar tersalurkan secara efektif dan efisien.

Baca juga: COP16 Riyadh: Kesehatan Tanah Jadi Cermin Kualitas Makanan

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Menteri LH Sebut Gelondongan Kayu Terseret Banjir Sumatera Bisa Dimanfaatkan
Menteri LH Sebut Gelondongan Kayu Terseret Banjir Sumatera Bisa Dimanfaatkan
Pemerintah
Bioetanol dari Sorgum Disebut Lebih Unggul dari Tebu dan Singkong, tapi..
Bioetanol dari Sorgum Disebut Lebih Unggul dari Tebu dan Singkong, tapi..
LSM/Figur
Asia Tenggara Catat Kenaikan 73 Persen pada Hasil Obligasi ESG
Asia Tenggara Catat Kenaikan 73 Persen pada Hasil Obligasi ESG
Pemerintah
4 Penambang Batu Bara Ilegal di Teluk Adang Kalimantan Ditangkap, Alat Berat Disita
4 Penambang Batu Bara Ilegal di Teluk Adang Kalimantan Ditangkap, Alat Berat Disita
Pemerintah
Drone Berperan untuk Pantau Gajah Liar Tanpa Ganggu Habitatnya
Drone Berperan untuk Pantau Gajah Liar Tanpa Ganggu Habitatnya
Swasta
6 Kukang Sumatera Dilepasliar di Lampung Tengah
6 Kukang Sumatera Dilepasliar di Lampung Tengah
Pemerintah
RI dan UE Gelar Kampanye Bersama Lawan Kekerasan Digital terhadap Perempuan dan Anak
RI dan UE Gelar Kampanye Bersama Lawan Kekerasan Digital terhadap Perempuan dan Anak
Pemerintah
UNCTAD Peringatkan Sistem Perdagangan Dunia Rentan Terhadap Risiko Iklim
UNCTAD Peringatkan Sistem Perdagangan Dunia Rentan Terhadap Risiko Iklim
Pemerintah
Tak Perbaiki Tata Kelola Sampah, 87 Kabupaten Kota Terancam Pidana
Tak Perbaiki Tata Kelola Sampah, 87 Kabupaten Kota Terancam Pidana
Pemerintah
Bencana di Sumatera, Menteri LH Akui Tak Bisa Rutin Pantau Jutaan Unit Usaha
Bencana di Sumatera, Menteri LH Akui Tak Bisa Rutin Pantau Jutaan Unit Usaha
Pemerintah
DP World: Rantai Pasok Wajib Berubah untuk Akhiri Krisis Limbah Makanan
DP World: Rantai Pasok Wajib Berubah untuk Akhiri Krisis Limbah Makanan
LSM/Figur
KLH Periksa 8 Perusahaan terkait Banjir Sumatera, Operasional 4 Perusahaan Dihentikan
KLH Periksa 8 Perusahaan terkait Banjir Sumatera, Operasional 4 Perusahaan Dihentikan
Pemerintah
TN Way Kambas Sambut Kelahiran Bayi Gajah Betina, Berat 64 Kilogram
TN Way Kambas Sambut Kelahiran Bayi Gajah Betina, Berat 64 Kilogram
LSM/Figur
Menteri LH Sebut Kayu Banjir Bukan dari Hulu Batang Toru
Menteri LH Sebut Kayu Banjir Bukan dari Hulu Batang Toru
Pemerintah
TPA Suwung Bali Ditutup 23 Desember 2025, Ini Alasannya
TPA Suwung Bali Ditutup 23 Desember 2025, Ini Alasannya
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau