Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tingginya Kandungan Garam di Tanah Ancam Pertanian Global

Kompas.com, 14 Desember 2024, 19:15 WIB
Zintan Prihatini,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Penelitian terbaru dari Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) mengungkapkan, tingginya kandungan garam di tanah berisiko merusak produksi pangan global. Salinitas atau kadar garam yang terlalu tinggi dapat menggagalkan hasil panen hingga 70 persen.

"Sekitar 1,4 miliar hektare atau sekitar 10 persen dari total lahan global, telah terdampak salinitas, dengan tambahan 1 miliar hektare lagi dikategorikan sebagai berisiko," kata FAO dikutip dari laman resminya, Sabtu (14/12/2024).

Dalam laporannya, FAO menyatakan bahwa beberapa negara terbesar dan terpadat di dunia termasuk China, Amerika Serikat, Rusia, Australia, dan Argentina mengalami dampak signifikan dari peningkatan salinitas tanah.

Baca juga:


Wilayah Asia Tengah yakni Afghanistan, Kazakhstan, dan Uzbekistan, juga menjadi titik panas atau paling berisiko. Sementara Iran dan Sudan tercatat sebagai negara-negara yang paling parah terkena dampaknya.

"Di negara-negara yang paling terdampak oleh masalah ini, tekanan salinitas dapat menyebabkan hilangnya hasil panen padi atau kacang-kacangan hingga 70 persen," ucap FAO.

Para ilmuwan FAO mengidentifikasi perubahan iklim dan praktik pertanian yang buruk merupakan penyebab utama meningkatnya salinitas tanah. Dengan kenaikan suhu global, diperkirakan seperempat sampai sepertiga lahan di dunia akan terdampak.

FAO menjelaskan, tanah dengan kadar garam berlebih kurang subur karena garam menyerap air lalu mengurangi ketersediaannya untuk tanaman. Garam juga merusak struktur fisik tanah, menyebabkan penggumpalan dan meningkatkan risiko erosi.

"Penggunaan air tawar global, khususnya, telah meningkat enam kali lipat selama abad terakhir. Menyebabkan salinisasi air tanah akibat eksploitasi berlebihan akuifer untuk keperluan irigasi," tutur para ilmuwan.

Upaya Mitigasi dan Adaptasi

Laporan FAO menyebutkan, 10 persen dari seluruh daratan dunia saat ini mengalami salinitas. Karena itu, para ilmuwan menggarisbawahi pentingnya pengelolaan tanah yang berkelanjutan untuk memastikan produktivitas tanah, kualitas air, dan keberlanjutan ekosistem.

Baca juga:

Tim menawarkan berbagai strategi untuk mengelola tanah yang terdampak garam secara berkelanjutan, antara lain melindungi permukaan tanah, pemasangan sistem drainase, menanam berbagai jenis tanaman, hingga pengembangbiakan tanaman yang dapat mentralisir garam

"Laporan tersebut menguraikan strategi untuk pemulihan tanah yang terkena dampak garam pertanian, termasuk bidang-bidang yang baru muncul seperti pertanian salin dan bioremediasi salinitas," kata Direktur Divisi Tanah dan Air FAO Lifeng Li.

FAO menekankan perlunya kerangka hukum di tingkat nasional dan internasional untuk melindungi ekosistem salin alami sekaligus mendorong pengelolaan tanah di daerah irigasi.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Banjir Sumatera, BMKG Dinilai Belum Serius Beri Peringatan Dini dan Dampaknya
Banjir Sumatera, BMKG Dinilai Belum Serius Beri Peringatan Dini dan Dampaknya
LSM/Figur
Mengenal Kemitraan Satu Atap Anak Usaha TAPG di Kalimantan Tengah, Apa Itu?
Mengenal Kemitraan Satu Atap Anak Usaha TAPG di Kalimantan Tengah, Apa Itu?
Swasta
KLH Identifikasi Hutan di Aceh Dibuka untuk Sawit dan Tambang Ilegal
KLH Identifikasi Hutan di Aceh Dibuka untuk Sawit dan Tambang Ilegal
Pemerintah
Menjaga Bumi Nusantara Melalui Kearifan Lokal
Menjaga Bumi Nusantara Melalui Kearifan Lokal
Pemerintah
Tingkatkan Produktivitas Lahan, IPB Latih Petani Kuasai Teknik Agroforestri
Tingkatkan Produktivitas Lahan, IPB Latih Petani Kuasai Teknik Agroforestri
Pemerintah
Desa Utak Atik di Serangan Bali Hadirkan Inovasi Lampu Nelayan hingga Teknologi Hijau
Desa Utak Atik di Serangan Bali Hadirkan Inovasi Lampu Nelayan hingga Teknologi Hijau
LSM/Figur
Pasca-Siklon Senyar, Ilmuwan Khawatir Populasi Orangutan Tapanuli Makin Terancam
Pasca-Siklon Senyar, Ilmuwan Khawatir Populasi Orangutan Tapanuli Makin Terancam
Pemerintah
Adaptasi Perubahan Iklim, Studi Temukan Beruang Kutub Kembangkan DNA Unik
Adaptasi Perubahan Iklim, Studi Temukan Beruang Kutub Kembangkan DNA Unik
Pemerintah
Permintaan Meningkat Tajam, PBB Peringatkan Potensi Krisis Air
Permintaan Meningkat Tajam, PBB Peringatkan Potensi Krisis Air
Pemerintah
Bibit Siklon Tropis Terpantau, Hujan Lebat Diprediksi Landa Sejumlah Wilayah
Bibit Siklon Tropis Terpantau, Hujan Lebat Diprediksi Landa Sejumlah Wilayah
Pemerintah
Masyarakat Adat Terdampak Ekspansi Sawit, Sulit Jalankan Tradisi hingga Alami Kekerasan
Masyarakat Adat Terdampak Ekspansi Sawit, Sulit Jalankan Tradisi hingga Alami Kekerasan
LSM/Figur
Limbah Cair Sawit dari RI Diterima sebagai Bahan Bakar Pesawat Berkelanjutan
Limbah Cair Sawit dari RI Diterima sebagai Bahan Bakar Pesawat Berkelanjutan
LSM/Figur
BRIN Catat Level Keasaman Laut Paparan Sunda 2 Kali Lebih Cepat
BRIN Catat Level Keasaman Laut Paparan Sunda 2 Kali Lebih Cepat
Pemerintah
Belajar dari Sulawesi Tengah, Membaca Peran Perempuan Ketika Bencana Menguji
Belajar dari Sulawesi Tengah, Membaca Peran Perempuan Ketika Bencana Menguji
LSM/Figur
ILO Dorong Literasi Keuangan Untuk Perkuat UMKM dan Pekerja Informal Indonesia
ILO Dorong Literasi Keuangan Untuk Perkuat UMKM dan Pekerja Informal Indonesia
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau