JAKARTA, KOMPAS.com – Yayasan WWF Indonesia meluncurkan kampanye bertajuk "Beyond Wildlife untuk Indonesia" di Ciputra Artpreneur, Jakarta, Kamis (5/12/2024).
Kampanye tersebut dikemas melalui acara bertema “Eco Echo” yang mempertemukan berbagai tokoh inspiratif dan figur publik, serta sektor swasta, komunitas, sekolah, universitas, dan pemerintah pusat, daerah, serta kota.
Tema itu menjadi simbol untuk menggemakan aksi, memberikan apresiasi, dan mengajak kolaborasi yang lebih luas untuk berpartisipasi aktif dalam upaya pelestarian alam.
Chief Executive Officer (CEO) Yayasan WWF Indonesia Aditya Bayunanda mengatakan, acara tersebut diharapkan dapat menjadi pengingat bagi publik bahwa pelestarian alam bukan hanya tentang satwa liar, melainkan juga tentang keberlanjutan hidup manusia.
“Acara ini mengingatkan kita bahwa setiap langkah kita meninggalkan jejak abadi pada lingkungan, seperti gema yang terus berlanjut,” ucap Aditya.
Baca juga: KKP Gandeng WWF untuk Lindungi Habitat Hiu dan Pari
Dia menambahkan, sejumlah isu, seperti polusi plastik, krisis iklim, dan hilangnya keanekaragaman hayati menjadi tantangan serius. Oleh sebab itu, menggemakan kesadaran terhadap keberlanjutan dan tanggung jawab bersama diharapkan dapat memicu perubahan yang berdampak panjang bagi ekosistem.
Kampanye Beyond Wildlife, lanjutnya, didasarkan pada kondisi Bumi yang tertera dalam laporan Living Planet 2024 yang dikeluarkan WWF.
Laporan itu menyebutkan, dalam kurun waktu 50 tahun, yakni pada periode 1970-2020, jumlah populasi satwa liar di dunia menurun 73 persen.
Artinya, Bumi mendekati titik kritis yang berbahaya dan dapat menimbulkan ancaman besar bagi umat manusia. Oleh sebab itu, itu diperlukan upaya kolektif yang besar selama lima tahun ke depan guna mengatasi krisis iklim dan alam.
Baca juga: WWF: Penurunan Populasi Satwa Liar Bisa Berdampak ke Ekonomi
Pasalnya, krisis iklim serta alam mendorong satwa liar dan ekosistem melampaui batas kemampuan satwa liar. Pada akhirnya, titik kritis global dapat merusak sistem penyangga kehidupan di Bumi dan mengacaukan kehidupan masyarakat.
“Kita punya peran penting dalam menjaga Bumi ini. Melalui aksi kolektif ini, kita dapat menciptakan perubahan positif yang mendukung keberlanjutan kehidupan,” tuturnya.
Gelaran Eco Echo dikemas dengan berbagai keseruan. Salah satunya adalah gelar wicara (nature talks) dengan berbagai topik menarik, mulai dari kontribusi generasi muda dalam pelestarian alam, langkah strategis kota-kota di Asia Tenggara dalam mengimplementasikan Paris Agreement, gerakan cinta alam untuk konservasi, hingga industri kreatif yang menginspirasi gerakan untuk melindungi alam.
Diskusi interaktif itu menghadirkan sejumlah narasumber, seperti Head of Sustainability HSBC Nuni Sutyoko, Penjabat Wali Kota Probolinggo Taufik Kurniawan, tokoh pendidikan Najeela Shihab, pemerhati lingkungan Budisatrio Djiwandono, serta figur publik, seperti Chicco Jerikho, Nadine Chandrawinata, Sherina, dan Jay Subyakto.
Para peserta juga bisa mengikuti sustainable ecopreneurs workshop dan berbelanja produk ramah lingkungan di sejumlah stan di area.
Acara semakin menarik dengan cultural show, penampilan Yura Yunita, serta peragaan busana ramah lingkungan Denyut Semesta yang merupakan kolaborasi antara Asri Welas dengan Aming, Prisia Nasution, Asty Ananta, Indy Barends, Della Dartyan, dan Poppy Sofia.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya