JAKARTA, KOMPAS.com - Data Nafas Indonesia mengungkapkan, kualitas udara di Indonesia sepanjang 2024 lebih buruk dibandingkan 2023.
Nafas Indonesia adalah perusahaan pemantau udara, yang memiliki sensor di lebih dari 180 titik di beberapa wilayah.
Co-founder Nafas Piotr Jakubowski menjelaskan, pada Januari-Maret 2024 serta November-Desember 2024 data memperlihatkan kualitas udara dalam kategori moderat.
Artinya, kualitasnya dalam kondisi baik namun bagi sebagian individu yaang sangat sensitif mungkin mengalami beberapa masalah kesehatan.
Baca juga: Organisasi Nirlaba Beri Rekomendasi Atasi Polusi Udara Jakarta untuk Gubernur Terpilih
Sedangkan data pada April-Oktober 2024 menunjukkan kualitas udara di Indonesia dalam kategori tidak sehat bagi kelompok sensitif.
Sensor Nafas mencatat, kualitas udara pada Januari-April 2023 masuk kategori moderat. Sementara Mei-Desember 2023 berkategori tidak sehat bagi kelompok sensitif.
"Menurut jaringan sensor Nafas, kualitas udara dari tahun 2023 ke tahun 2024 cenderung ada penurunan. Hal tersebut karena banyak faktor yang terjadi di atmosfer, salah satunya adalah fenomena El Nino yang terjadi di tahun 2023," ujar Piotr saat dihubungi, Kamis (2/1/2025).
Menurut dia, El Nino menyebabkan wilayah di Indonesia cenderung lebih kering yang berdampak pada penumpukan polutan di atmosfer. Piotr menyebut, El Nino mulai mereda saat memasuki tahun 2024.
Karena itu, iklim lokal yang lebih berperan terkait naik turunnya kualitas udara di Indonesia.
Saat musim hujan di awal dan akhir tahun, kualitas udara cenderung lebih baik karena adanya hujan serta angin kencang.
"Sebaliknya pada musim kemarau di pertengahan tahun, kualitas udara cenderung buruk karena kondisi atmosfer yang mendukung penumpukan polutan karena kurangnya angin kencang serta hujan pada bulan-bulan tersebut," ungkap Piotr.
Nafas Indonesia melaporkan bahwa tren kualitas udara membaik selama periode Natal dan Tahun Baru seiring dengan terjadinya musim hujan.
Baca juga: Perjanjian Polusi Plastik Global di Korea Selatan Gagal Capai Kesepakatan
"Karena atmosfer adalah ruang yang sangat dinamis, maka fenomena yang terjadi di atmosfer akan saling berhubungan," ucap dia.
Angin kencang dan hujan, lanjut Piotr, bisa menyebarkan polutan di atmosfer. Ini menciptakan langit biru dan kualitas udara yang lebih baik.
"Saat musim kemarau, kondisi atmosfer akan lebih stabil dan juga angin cenderung tenang atau tidak kencang membuat polusi," tutur Piotr.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya