Sementara itu, pakaian katun menyumbang 1,9 juta ton limbah plastik, dengan 0,31 juta ton terakhir berasal dari serat selain tekstil sintetis atau katun.
Namun sampah plastik yang dihasilkan dari pakaian katun dan serat hampir seluruhnya berasal dari plastik yang digunakan dalam kemasan.
Lebih lanjut, peneliti menyebut tempat penjualan pakaian tidak selalu sama dengan tempat berakhirnya sampah plastik.
Untuk pakaian yang awalnya dijual di negara-negara berpendapatan tinggi, seperti Amerika Serikat dan Jepang, sering kali berakhir di negara lain yang berpendapatan rendah dan tidak memiliki sistem pengelolaan limbah yang cukup karena mungkin dijual di pasar sekunder.
Di situlah sejumlah besar plastik bocor ke lingkungan.
Studi tersebut menyimpulkan bahwa perubahan signifikan di sektor pakaian jadi perlu dilakukan untuk menggerakkan industri menuju kerangka kerja yang lebih sirkular, di mana bahan-bahan didaur ulang dan tidak menjadi limbah.
Studi tersebut juga merekomendasikan peningkatan penggunaan tekstil non-sintetis yang dapat diperbarui.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya