Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penginderaan Jauh Bantu Pantau Sampah Plastik di Sungai dan Danau

Kompas.com, 26 Desember 2024, 17:00 WIB
Monika Novena,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Sebuah studi yang dilakukan para peneliti di University of Minnesota, Twin Cities, menunjukkan, penginderaan jarak jauh dapat membantu memantau dan membuang sampah plastik dari lingkungan air tawar.

Penelitian yang dipublikasikan di Nature ini juga membantu meningkatkan pemahaman tentang perilaku sampah plastik di lingkungan air tawar.

Dikutip dari laman resmi University of Minnesota, Kamis (26/12/2024), polusi plastik di lautan sendiri menjadi masalah lingkungan yang terus berkembang. PBB bahkan menyebutnya sebagai salah satu tantangan polusi utama.

Namun, meski sebagian besar plastik lautan berasal dari lingkungan air tawar, penelitiannya kurang mendapat perhatian.

Baca juga: Bagaimana Pasar Bisa Mengurangi Limbah Plastik?

Untuk itu, peneliti dari universitas tersebut mencoba mengisi gap riset.

Dalam studinya, peneliti menggunakan teknologi penginderaan jarak jauh yang dapat memberikan solusi hemat biaya dan menjangkau area yang lebih luas.

Teknologi ini menggunakan sifat reflektansi spektral atau panjang gelombang dalam spektrum elektromagnetik untuk menentukan jenis plastik yang ada di perairan.

Penting untuk menemukan panjang gelombang tertentu dari bahan plastik, sehingga teknologi penginderaan dapat menyaring bahan yang ditemukan di lingkungan air tawar.

“Kita dapat menggunakan teknologi ini untuk mengidentifikasi berbagai jenis plastik di dalam air secara bersamaan. Ini adalah informasi penting yang kita butuhkan saat menggunakan teknologi lain, seperti drone, untuk menangkap dan membuang serpihan plastik di lingkungan alami,” kata Mohammadali Olyaei, mahasiswa Ph.D. di Departemen Teknik Sipil, Lingkungan, dan Geoteknik dan penulis utama makalah tersebut.

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Air Terjun St. Anthony yang memungkinkan para peneliti menggunakan kondisi alam sebenarnya (di Sungai Mississippi) untuk menguji teori mereka. Sungai tersebut mengalir melalui ruang laboratorium.

Selanjutnya, mereka menggunakan kombinasi platform pengiriman jarak jauh (spektroradiometer) dan kamera digital single-lens reflex (DSLR) untuk memantau serta menggolongkan berbagai jenis sampah berdasarkan tanda spektralnya.

Baca juga: Bahan Kimia di Plastik Sebabkan Ratusan Ribu Kematian di Dunia

“Jika kita dapat mengembangkan teknologi di hulu Sungai Mississippi, di tempat seperti Minnesota untuk menangkap sampah plastik, kita dapat melindungi negara bagian di hilir dan seluruh lautan dari polusi plastik. Pasalnya, begitu plastik ini mulai menyebar, pengendaliannya menjadi semakin sulit,” terang Ardeshir Ebtehaj, Associate Professor di Departemen Teknik Sipil, Lingkungan, dan Geoteknik yang juga ikut melakukan riset.

Peneliti berharap untuk melanjutkan penelitian dalam skala yang lebih besar untuk meningkatkan pemahaman mereka tentang asal sampah plastik, bagaimana sampah bergerak melintasi sistem sungai, dan bagaimana mereka dapat membuangnya.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
KLH: Indonesia Darurat Sampah, Tiap Tahun Ciptakan Bantar Gebang Baru
KLH: Indonesia Darurat Sampah, Tiap Tahun Ciptakan Bantar Gebang Baru
Pemerintah
Ecoground 2025: Blibli Tiket Action Tunjukkan Cara Seru Hidup Ramah Lingkungan
Ecoground 2025: Blibli Tiket Action Tunjukkan Cara Seru Hidup Ramah Lingkungan
Swasta
BBM E10 Persen Dinilai Aman untuk Mesin dan Lebih Ramah Lingkungan
BBM E10 Persen Dinilai Aman untuk Mesin dan Lebih Ramah Lingkungan
Pemerintah
AGII Dorong Implementasi Standar Keselamatan di Industri Gas
AGII Dorong Implementasi Standar Keselamatan di Industri Gas
LSM/Figur
Tak Niat Atasi Krisis Iklim, Pemerintah Bahas Perdagangan Karbon untuk Cari Cuan
Tak Niat Atasi Krisis Iklim, Pemerintah Bahas Perdagangan Karbon untuk Cari Cuan
Pemerintah
Dorong Gaya Hidup Berkelanjutan, Blibli Tiket Action Gelar 'Langkah Membumi Ecoground 2025'
Dorong Gaya Hidup Berkelanjutan, Blibli Tiket Action Gelar "Langkah Membumi Ecoground 2025"
Swasta
PGE Manfaatkan Panas Bumi untuk Keringkan Kopi hingga Budi Daya Ikan di Gunung
PGE Manfaatkan Panas Bumi untuk Keringkan Kopi hingga Budi Daya Ikan di Gunung
BUMN
PBB Ungkap 2025 Jadi Salah Satu dari Tiga Tahun Terpanas Global
PBB Ungkap 2025 Jadi Salah Satu dari Tiga Tahun Terpanas Global
Pemerintah
Celios: RI Harus Tuntut Utang Pendanaan Iklim Dalam COP30 ke Negara Maju
Celios: RI Harus Tuntut Utang Pendanaan Iklim Dalam COP30 ke Negara Maju
LSM/Figur
Kapasitas Tanah Serap Karbon Turun Drastis di 2024
Kapasitas Tanah Serap Karbon Turun Drastis di 2024
Pemerintah
TFFF Resmi Diluncurkan di COP30, Bisakah Lindungi Hutan Tropis Dunia?
TFFF Resmi Diluncurkan di COP30, Bisakah Lindungi Hutan Tropis Dunia?
Pemerintah
COP30: Target Iklim 1,5 Derajat C yang Tak Tercapai adalah Kegagalan Moral
COP30: Target Iklim 1,5 Derajat C yang Tak Tercapai adalah Kegagalan Moral
Pemerintah
Trend Asia Nilai PLTSa Bukan EBT, Bukan Opsi Tepat Transisi Energi
Trend Asia Nilai PLTSa Bukan EBT, Bukan Opsi Tepat Transisi Energi
LSM/Figur
4.000 Hektare Lahan di TN Kerinci Seblat Dirambah, Sebagiannya untuk Sawit
4.000 Hektare Lahan di TN Kerinci Seblat Dirambah, Sebagiannya untuk Sawit
Pemerintah
Muara Laboh Diperluas, Australia Suntik Rp 240 Miliar untuk Geothermal
Muara Laboh Diperluas, Australia Suntik Rp 240 Miliar untuk Geothermal
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau