Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 13/01/2025, 17:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - 1 persen orang paling kaya di dunia telah menghabiskan "jatah" karbon mereka selama satu tahun hanya dalam 10 hari.

Tingginya pelepasan emisi karbon dari orang-orang super kaya tersebut tak lepas dari gaya hidup super mewah mereka yang sangat boros energi dan tinggi gas buang.

Temuan tersebut mengemuka berdasarkan analisis lembaga nirlaba Oxfam yang dirilis baru-baru ini.

Baca juga: Targetkan Netral Karbon pada 2040, Grab Genjot Kendaraan Listrik

Menurut analisis Oxfam tersebut, "jatah" karbon per tahun untuk masing-masing individu adalah 2,1 ton karbon dioksida.

Akan tetapi, hanya adalam 10 hari saja, 1 persen orang-orang paling kaya telah mengeluarkan emisi sebesar "jatah" karbon itu.

Sebagai perbandingan, untuk 50 persen orang termiskin, jatah karbon 2,1 ton tersebut baru bisa habis selama 1.022 hari alias lebih dari tiga tahun.

Agar target pemanasan 1,5 derajat celsius dalam Perjanjian Paris tidak terlampaui, 1 persen orang terkaya harus memangkas 97 persen emisi mereka pada 2030.

Baca juga: Tanaman Sawit Produksi Oksigen Lebih Banyak ketimbang Karbon yang Dihasilkan

Kepala Kebijakan Perubahan Iklim Oxfam International Nafkote Dabi mengatakan, masa depan planet Bumi kini bergantung pada "seutas benang".

"Ruang untuk bertindak sangat tipis, namun orang-orang superkaya terus menyia-nyiakan peluang manusia dengan gaya hidup mewah mereka," kata Dabi, sebagaimana dikutip dari siaran pers, Jumat (10/1/2024).

Dabi berujar, selain gaya hidup mewah, emisi yang dihasilkan dari orang-orang kaya tersebut juga mencakup portofolio saham yang mencemari dan pengaruh politik yang merusak.

Pada 2050, emisi dari 1 persen orang terkaya akan menyebabkan gagal panen yang seharusnya dapat memberi makan 10 juta orang per tahun di Asia Timur dan Selatan.

Baca juga: Bagaimana Karbon Biru Membuat Warga Kolumbia Bahagia?

Di sisi lain, delapan dari setiap 10 kematian akibat panas akan terjadi di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah ke bawah. Sekitar 40 persen dari kematian ini akan terjadi di Asia Selatan.

"Ini adalah pencurian, segelintir orang merampok masa depan miliaran orang untuk memenuhi keserakahan mereka yang tak terpuaskan," papar Dabi.

Dabi mendesak pemerintah di seluruh dunia untuk tidak lagi memanjakan orang-orang super kaya.

Dia juga menyerukan agar orang-orang super kaya dipaksa membayar kerusakan yang mereka timbulkan dari aktivitas mereka.

"Kenakan pajak pada mereka, kurangi emisi mereka, dan larang pemanjaan berlebihan mereka: jet pribadi, kapal pesiar, dan sejenisnya," papar Dabi.

Baca juga: PLN Jakarta Genjot Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik untuk Tekan Emisi Karbon

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau