Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tanaman Sawit Serap Karbon Lebih Besar Ketimbang yang Diemisikan

Kompas.com, 10 Januari 2025, 19:46 WIB
Zintan Prihatini,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Tanaman kelapa sawit memiliki Net Primary Production (NPP) positif, yang menunjukkan total karbon bersih yang diserap oleh tanaman dari atmosfer melalui proses fotosintesis.

Kepala Pusat Studi Sawit Institut Pertanian Bogor (IPB) Budi Mulyanto mengungkapkan bahwa dalam satu siklusnya, sawit bersifat net sink atau menyerap lebih banyak karbon dioksida dari pada yang dihasilkan.

“Sawit angka NPP-nya kurang lebih sama dengan hutan tropis. Bahkan, kalau dihitung sawit ini lebih gede NPP-nya daripada hutan tropis, kalau kita ngomong rata-rata,” ungkap Budi saat dihubungi, Jumat (10/1/2025).

Baca juga: Ubah Definisi Deforestasi, RSPO Dituding Permudah Konversi Hutan untuk Sawit

Budi berpandangan bahwa konservasi hutan tropis memiliki evolusi vegetasi klimaks yang terjadi secara bertahap dan berkelanjutan. Penyerapan karbonnya pun cenderung lebih sedikit.

“Kalau ini (sawit) kan vegetasi yang sangat agresif karena dia sedang tumbuh, pasti menyerap karbon banyak. Pada saat setelah 30 atau 25 tahun dipotong, diganti baru, jadi mesin baru menyerap lagi,” tutur dia.

Hal ini diungkapkan Budi sekaligus membantah anggapan bahwa sawit tidak menyerap karbon dioksida ataupun penyebab emisi. Selain itu, angka net ecosystem exchange (NEE) sawit setara dengan pohon di hutan.

“Jadi, berdasarkan NPP-nya dan juga NEE-nya kebun sawit comparable dengan tropical forest,” imbuh dia.

Budi menyebut, dalam satu siklus atau ekosistem perkebunan kelapa sawit neraca gas rumah kaca menunjukkan angka minus 7. Artinya, pohon ini net sink.

“Yang terpenting lagi, sawit tumbuh sangat subur dan produktif di Indonesia. Di hampir setiap lokalite (lokasi geografis), dengan syarat airnya ada,” ucap Budi.

Baca juga: Pemerintah Bisa Manfaatkan Lahan Marjinal untuk Kembangkan Kebun Sawit

Peluang Lapangan Pekerjaan

Kelapa sawit telah ditanam di Indonesia sejak 100 tahun yang lalu. Pertama kali, pohon itu tumbuh di Kebun Raya Bogor dan kini merambah ke lahan seluas 16,8 juta hektare di berbagai wilayah.

“Karena itu, maka dia (sawit) menyumbang devisa, menyumbang ekonomi rakyat. Juga mengembangkan, menggerakkan ekonomi di wilayah pedesaan, nasional maupun internasional,” jelas Budi.

Budi menyebut kelapa sawit sebagai tanaman padat karya. Artinya, memberikan manfaat dengan peluang lapangan kerja, hingga menghasilkan berbagai macam produk.

Dalam catatannya, ada lebih dari 160 jenis produk turunan kelapa sawit yang telah diproduksi.

“Pemahaman peran sawit dalam pembangunan berkelanjutan secara relatif terhadap nilai fisik lingkungan, sosial ekonomi, dan berbagai dimensi kehidupan lainnya perlu kita ketahui. Jadi memandang sawit dibandingkan dengan hutan primer unfair,” sebut Budi.

Hutan Tetap Sangat Diperlukan

Hutan primer hanya menyediakan jasa perbaikan lingkungan, namun tidak untuk lapangan pekerjaan. Kendati demikian, Budi menegaskan bahwa hutan primer masih sangat dibutuhkan.

Halaman Berikutnya
Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
Pemerintah
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Pemerintah
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Pemerintah
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Swasta
Tuntaskan Program KMG-SMK, BNET Academy Dorong Penguatan Kompetensi Guru Vokasi
Tuntaskan Program KMG-SMK, BNET Academy Dorong Penguatan Kompetensi Guru Vokasi
Swasta
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Pemerintah
Jutaan Hektare Lahan Sawit di Sumatera Berada di Wilayah yang Tak Layak untuk Monokultur
Jutaan Hektare Lahan Sawit di Sumatera Berada di Wilayah yang Tak Layak untuk Monokultur
LSM/Figur
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Swasta
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
Pemerintah
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Pemerintah
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
BUMN
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
LSM/Figur
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Pemerintah
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Pemerintah
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau