Oleh Michaela Guo Ying Lo*, Jatna Supriatna**, Matthew Struebig***
KOMPAS.com - Indonesia memproduksi hampir empat kali lipat lebih banyak nikel dalam beberapa tahun terakhir dibandingkan satu dekade sebelumnya.
Pertumbuhan ini berjalan selaras dengan dorongan global untuk mencapai target rendah karbon, yang mendorong peningkatan permintaan terhadap mineral penting bagi kendaraan listrik, teknologi energi terbarukan, dan produksi baja tahan karat.
Namun, lonjakan produksi ini berdampak buruk bagi wilayah kaya nikel seperti Sulawesi, kawasan keanekaragaman hayati unik yang dikenal sebagai ‘Wallacea’.
Berbekal data dari 7.721 desa, studi terbaru kami menyoroti keberlanjutan praktik penambangan nikel dengan mengkaji dampak lingkungan dan sosialnya di Sulawesi.
Hutan dan keragaman hayati Sulawesi terancam
Studi kami menunjukkan bahwa selama 2011-2018, hutan di desa-dekat tambang nikel mengalami deforestasi hampir dua kali lebih cepat dibandingkan wilayah non-pertambangan. Kehilangan hutan ini terjadi akibat meningkatnya kebutuhan lahan untuk pertambangan.
Deforestasi tidak hanya memperburuk pemanasan global, tetapi juga menghancurkan habitat dan mengancam populasi satwa liar.
Kehilangan hutan berisiko memengaruhi kelangsungan hidup 17 spesies primata endemik Sulawesi, seperti monyet hitam sulawesi dan Krabuku Peleng atau Tarsius Pelengensis.
Jika tren deforestasi ini terus berlanjut, upaya kita untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan melestarikan keanekaragaman hayati akan semakin sulit.
Kerugian dan manfaat bagi masyarakat lokal
Penelitian kami menunjukkan bahwa praktik penambangan nikel yang tidak berkelanjutan telah meningkatkan pencemaran dan frekuensi bencana terkait penambangan, seperti tanah longsor dan banjir bandang. Bencana ini berdampak langsung pada masyarakat lokal yang menggantungkan hidupnya pada pertanian, perikanan, dan sumber daya alam lainnya.
Baca juga: Studi: Hilirisasi Nikel Perlu Terapkan ESG untuk Ciptakan Pekerjaan Hijau
Namun, studi kami mengungkap dampak dari penambangan nikel di Sulawesi cukup kompleks dan beragam. Di beberapa wilayah, kerusakan lingkungan dan perolehan lahan memicu konflik. Namun, di beberapa daerah tertentu sekitar area tambang nikel, kesejahteraan sosial justru meningkat.
Desa-desa dengan tingkat kemiskinan tinggi sering kali terkena dampak lingkungan dan kesehatan lebih parah akibat penambangan nikel. Pasalnya, desa-desa ini mengalami keterbatasan sumber daya dan kapasitas untuk mengatasi polusi yang terkait dengan aktivitas tambang.
Meski begitu, studi kami menunjukkan bahwa daerah-daerah miskin ini juga yang memperoleh manfaat terbesar dari penambangan, seperti perbaikan infrastruktur dan kondisi hidup. Pendapatan dari tambang telah berkontribusi pada peningkatan sistem air dan jaringan transportasi.
Informasi lebih lanjut memang masih kita butuhkan untuk memahami apa yang menyebabkan variasi ini. Namun, temuan kami menunjukkan penambangan nikel menciptakan keseimbangan yang rapuh antara manfaat ekonomi dan dampak lingkungan sekitarnya.
Di satu sisi menciptakan peluang pembangunan yang vital, namun di lain sisi penambangan nikel juga mengancam ekosistem dan meningkatkan risiko lingkungan serta kesehatan yang signifikan bagi masyarakat.
Usaha mencapai kemajuan tanpa memperburuk penderitaan masih menjadi tantangan yang kompleks untuk pembangunan berkelanjutan di Indonesia dan negara penghasil nikel lainnya.
Menuju penambangan nikel yang berkelanjutan
Mengatasi tantangan ini memerlukan pendekatan penambangan nikel yang adil dan berkelanjutan. Kerusakan yang terus berlanjut dapat merusak upaya untuk melestarikan keanekaragaman hayati yang unik di Sulawesi.
Oleh karena itu, upaya melindungi ekosistem dari pertambangan menjadi sangat penting.
Beberapa akademisi dan aktor lainnya telah mengajukan rekomendasi. Kami menyoroti tiga di antaranya:
1. Memperkuat standar lingkungan dan sosial
Pemerintah dan perusahaan tambang harus menerapkan standar lingkungan dan sosial yang ketat untuk meminimalkan dampak pada ekosistem dan masyarakat. Ini termasuk regulasi ketat tentang deforestasi dan pengelolaan air, serta perlindungan bagi pekerja dan masyarakat terdampak.
Baca juga: Hilirisasi Nikel Belum Sediakan Green Jobs Sesuai Potensinya
Perusahaan tambang dapat mengacu pada kerangka kerja seperti OECD Due Diligence Guidelines untuk memastikan proses identifikasi, pencegahan, dan pertanggungjawaban dampak buruk yang timbul akibat aktivitas pertambangan mereka.
Pada saat yang sama, aktor negara harus terus memenuhi kewajiban untuk melindungi dan menghormati hak-hak pihak yang terdampak kegiatan penambangan.
2. Memastikan partisipasi masyarakat
Komunitas lokal harus menjadi pusat dalam pengambilan keputusan terkait proyek penambangan. Proses konsultasi dan persetujuan yang inklusif dapat membantu meminimalkan dampak negatif. Ini juga bertujuan untuk memastikan bahwa pertambangan tidak merugikan mereka yang bergantung pada lingkungan dalam mencari nafkah.
Pelibatan komunitas dalam pengambilan keputusan dapat membantu meningkatkan kepercayaan terhadap perusahaan tambang sekaligus pembagian manfaatnya. Studi di Sulawesi membuktikan bahwa pelibatan masyarakat setempat dalam mengevaluasi proses produksi nikel dapat menciptakan aksi korektif (untuk memperbaiki keadaan).
Umpan balik dari masyarakat setempat tidak hanya dapat memastikan kepatuhan hukum aktivitas pertambangan, tetapi juga menyelaraskan aspirasi dan kondisi masyarakat terdampak.
3. Membangun pemantauan dan akuntabilitas yang kuat
Pemantauan dan evaluasi secara rutin terhadap operasi pertambangan, dari awal hingga akhir, sangat penting—tidak hanya untuk nikel tetapi juga komoditas lainnya. Perusahaan harus bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan dan dampak sosial, sementara praktik yang berhasil harus ditonjolkan untuk menjadi model bagi industri lainnya.
Pengawasan independen oleh LSM dan kelompok lokal dapat meningkatkan transparansi, memastikan akuntabilitas, dan mendorong praktik terbaik.
Kita berkejaran dengan waktu. Dengan transisi rendah karbon yang semakin cepat, kita memerlukan tindakan segera untuk mencegah kerusakan lingkungan dan sosial secara global.
Dengan mereformasi praktik penambangan nikel, Indonesia dapat memainkan peran penting dalam membangun masa depan rendah karbon yang adil dan berkelanjutan, serta menjadi model bagi negara lain.
Ini adalah kesempatan untuk menyeimbangkan kemakmuran ekonomi, perlindungan lingkungan, dan keadilan sosial—memastikan bahwa manfaat dari transisi energi hijau bisa melebihi biayanya.
Baca juga: Celios Usulkan 16 Langkah Penguatan Hilirisasi Tembaga dan Bauksit
* Postdoctoral Researcher Environment, Conservation, and Development, University of Kent
** Professor of Conservation Biology, Universitas Indonesia
*** Reader in Conservation Science, University of Kent
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya