Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tanpa Inovasi Pembiayaan, Mustahil Bangun Tanggul Laut 700 Km

Kompas.com, 4 Februari 2025, 13:55 WIB
Zintan Prihatini,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pembangunan tanggul laut raksasa atau giant sea wall dari Banten sampai Jawa Timur dinilai sulit untuk dilakukan, karena anggaran yang terbatas.

Pengamat tata kota Universitas Trisakti, Yayat Supriatna, mengatakan anggaran untuk pembangunan infrastruktur di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dipangkas hingga 70 persen.

Selain itu, menurutnya, pemerintah saat ini masih berfokus pada program pangan maupun persoalan peninggulangan kemiskinan.

“Memang di dalam janji kampanyenya presiden sempat punya rencana untuk membangun tangguh laut,” kata Yayat saat dihubungi, Selasa (4/2/2025).

“Tetapi, melihat realitas dari pemotongan efisiensi anggaran, khususnya di Kementerian PUPR rasanya cukup berat untuk bisa dilakukan pembangunan tanggul laut,” imbuh dia.

Dia menyarankan agar pembangunan tanggul laut dibarengi pengembangan infrastruktur lain seperti jalan tol maupun penghubung antara kawasan industri. Dengan begitu, pemerintah dapat menawarkan proyek tersebut kepada investor.

“Jadi misalnya dikaitkan dengan pengembangan itu ya boleh-boleh saja, jadi ada unsur bisnisnya. Tetapi, kalau tidak ada unsur bisnisnya memang agak berat,” ucap Yayat.

 Ia menjelaskan bahwa tanggul laut berfungsi untuk menahan limpasan air ke kawasan pesisir dan lahan pertanian. Kendati begitu, rencana tanggul laut raksasa harus dikaji lebih dalam.

“Wacana itu kan harus dijawab dengan suatu kajian, sementara ini kajian-kajian diblokir semua. Mau tidak mau dengan kondisi yang seperti ini, saya kira mungkin wacana tentang pembangunan tanggul laut belum menjadi prioritas,” ungkap Yayat.

Baca juga: Tak Jawab Akar Masalah, Tanggul Laut Dinilai Bakal Sia-sia 

Sementara itu, Anggota Bidang Politik Sumber Daya Alam (SDA) Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) PP Muhammadiyah Parid Ridwanuddin menilai, kehadiran tanggul laut bakal menggusur nelayan di Pantura.

Ia menyampaikan, krisis iklim juga berdampak pada makin sulitnya nelayan melaut lantaran cuaca tak menentu, serta berkurangnya tangkapan ikan.

“Jadi walaupun tanggul laut diklaim sebagai bagian dari adaptasi krisis iklim, justru itu akan semakin memperparah dampak bagi nelayan-nelayan skala kecil," ucap Parid.

Diberitakan sebelumnya, Utusan Presiden Bidang Iklim dan Energi, Hashim Sujono Djojohadikusumo, mengatakan bahwa presiden memutuskan membangun tanggul laut raksasa sepanjang 700 km. 

Hashim menegaskan, program ini dimaksudkan untuk melindungi sawah-sawah di sisi pantai utara Pulau Jawa.

“Ini semua disebabkan oleh masalah perubahan iklim,” papar Hashim.

Hashim memaparkan desain tanggul laut raksasa sudah dirancang sejak 1994 namun belum terealisasi hingga kini. Proyek pembangunan tanggul laut raksasa diperkirakan memakan waktu antara 10-20 tahun.

Baca juga: Pembangunan Tanggul Laut Dinilai Bakal Sulitkan Nelayan

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Bencana Makin Parah, Kebijakan Energi Indonesia Dinilai Tak Menjawab Krisis Iklim
Bencana Makin Parah, Kebijakan Energi Indonesia Dinilai Tak Menjawab Krisis Iklim
LSM/Figur
Banjir dan Longsor Tapanuli Tengah, WVI Jangkau 5.000 Warga Terdampak
Banjir dan Longsor Tapanuli Tengah, WVI Jangkau 5.000 Warga Terdampak
LSM/Figur
Distribusi Cadangan Beras untuk Banjir Sumatera Belum Optimal, Baru 10.000 Ton Tersalurkan
Distribusi Cadangan Beras untuk Banjir Sumatera Belum Optimal, Baru 10.000 Ton Tersalurkan
LSM/Figur
Menteri LH Ancam Pidanakan Perusahaan yang Terbukti Sebabkan Banjir Sumatera
Menteri LH Ancam Pidanakan Perusahaan yang Terbukti Sebabkan Banjir Sumatera
Pemerintah
KLH Bakal Periksa 100 Unit Usaha Imbas Banjir Sumatera
KLH Bakal Periksa 100 Unit Usaha Imbas Banjir Sumatera
Pemerintah
Tambang Energi Terbarukan Picu Deforestasi Global, Indonesia Terdampak
Tambang Energi Terbarukan Picu Deforestasi Global, Indonesia Terdampak
LSM/Figur
Food Estate di Papua Jangan Sampai Ganggu Ekosistem
Food Estate di Papua Jangan Sampai Ganggu Ekosistem
LSM/Figur
Perjanjian Plastik Global Dinilai Mandek, Ilmuwan Minta Negara Lakukan Aksi Nyata
Perjanjian Plastik Global Dinilai Mandek, Ilmuwan Minta Negara Lakukan Aksi Nyata
LSM/Figur
Cegah Kematian Gajah akibat Virus, Kemenhut Datangkan Dokter dari India
Cegah Kematian Gajah akibat Virus, Kemenhut Datangkan Dokter dari India
Pemerintah
Indonesia Rawan Bencana, Penanaman Pohon Rakus Air Jadi Langkah Mitigasi
Indonesia Rawan Bencana, Penanaman Pohon Rakus Air Jadi Langkah Mitigasi
LSM/Figur
Hujan Lebat Diprediksi Terjadi hingga 29 Desember 2025, Ini Penjelasan BMKG
Hujan Lebat Diprediksi Terjadi hingga 29 Desember 2025, Ini Penjelasan BMKG
Pemerintah
Kebakaran, Banjir, dan Panas Ekstrem Warnai 2025 akibat Krisis Iklim
Kebakaran, Banjir, dan Panas Ekstrem Warnai 2025 akibat Krisis Iklim
LSM/Figur
Perdagangan Ikan Global Berpotensi Sebarkan Bahan Kimia Berbahaya, Apa Itu?
Perdagangan Ikan Global Berpotensi Sebarkan Bahan Kimia Berbahaya, Apa Itu?
LSM/Figur
Katak Langka Dilaporkan Menghilang di India, Diduga Korban Fotografi Tak Bertanggungjawab
Katak Langka Dilaporkan Menghilang di India, Diduga Korban Fotografi Tak Bertanggungjawab
LSM/Figur
Belajar dari Banjir Sumatera, Daerah Harus Siap Hadapi Siklon Tropis Saat Nataru 2026
Belajar dari Banjir Sumatera, Daerah Harus Siap Hadapi Siklon Tropis Saat Nataru 2026
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau