Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Proyek KEK Lido Bisa Picu Pencemaran Air dan Udara

Kompas.com, 8 Februari 2025, 19:15 WIB
Zintan Prihatini,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Proyek pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Lido, Bogor, Jawa Barat PT MNC Land disebut berisiko menyebabkan pencemaran air.

Dosen Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, Mahawan Karuniasa, mengatakan dampak lainnya ialah terjadinya pendangkalan pada Danau Lido karena sedimentasi atau endapan akibat aktivitas pembangunan lahan.

"Dampak lingkungan yang paling potensial dari KEK Lido jika tidak hati-hati adalah dari lahan terbangun, lahan terbuka maka erosi akan terjadi. Kalau erosi ditakutkan bisa menambah sedimen di Danau Lido sehingga mengurangi kualitas ekosistem atau air danaunya," ujar Mahawan saat dihubungi, Sabtu (8/2/2025).

Baca juga: Pembukaan Lahan Sebabkan Pendangkalan di Danau Lido, MNC Land Bekukan Izin MNC Land

KEK sendiri, lanjut dia, menyediakan lokasi pariwisata hingga resor. Makin banyak pengunjung yang datang, maka risiko pencemaran udara pun tinggi.

"Di situ orang menggunakan kendaraan datang ke sana, makin intens orang datang ke sana maka kualitas udara, kualitas air, sama kualitas tanah di situ bisa terganggu," imbuh Mahawan.

Karenanya, Mahawan menyarankan agar pembangunan di KEK Lido meminimalkan lahan terbangun termasuk bangunan untuk menjaga kelestarian Danau Lido.

Terlebih, KEK Lido MNC Land digadang-gadang berorientasi pada ekowisata yakni pariwisata yang digabungkan dengan industri kreatif. Potensi alam, seperti danau, sungai, atau area yang dihuni satwa seharusnya dapat menjadi daya tarik wisata.

"Karena ini di Pulau Jawa sudah sangat padat, sudah banyak lahan yang terbuka, justru kalau bisa ya mempertahankan keindahan alam yang ada di sekitar Danau Lido. Kalaupun ada lahan terbangun ya itu fasilitas, tetapi diminimalkan lahan terbangun yang ada di sana," tutur dia.

Mahawan juga berpandangan, pemerintah perlu memberikan sanksi tegas termasuk pengenaan pasal pidana jika KEK Lido terbukti merusak lingkungan.

Diberitakan sebelumnya, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) telah menyegel KEK Lido besutan Hary Tanoe tersebut.

Baca juga: Begini Tanggapan MNC Land soal Penyegelan KEK Lido oleh Kementerian Lingkungan Hidup

Deputi Bidang Penegakan Hukum Lingkungan Hidup KLH, Rizal Irawan, menyatakan perusahaan melanggar sejumlah aturan terkait lingkungan.

Kata Rizal, pengelola tidak mengubah dokumen persetujuan lingkungan dari kepemilikan sebelumnya, yakni PT Lido Nirwana Parahyangan.

"Padahal ketika berganti kepemilikan, berganti nama, harus menunjukkan yang baru. (PT MNC Land) tidak memperbaharuinya sesuai dengan perubahan kegiatan di KEK Lido," ucap Rizal dalam konferensi pers di Kantor KLH, Jakarta Timur, Jumat (7/2/2025).

"Kemudian dokumen AMDAL kegiatan di KEK Lido tidak sesuai dengan kondisi eksisting sesuai dengan perubahan master plan," tambah dia.

Selain itu, pengelola dinilai tak menetapkan Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL) untuk tenant KEK, tidak mengkaji limpasan dan perubahan air, maupun limbah yang mengalir ke Danau Lido.

Rizal berujar, KLH bakal mengecek risiko pencemaran air dari proyek pembangunan.

"Kemudian (perusahaan) tidak mengelola dampak penting lingkungan. Beberapa dampak penting lingkungan yang tidak dikelola meliputi peningkatan erosi dan longsor, peningkatan aliran air, penurunan kualitas udara, penurunan kualitas air, dan peningkatan kebisingan," tutur dia.

Baca juga: Perbaikan Danau Lido, Menteri LH Pastikan Pengelolaan Berkelanjutan

Kini, KLH telah memasang papan peringatan pengawasan di dua titik KEK Lido serta merekomendasikan sanksi administrasi paksaan pemerintah.

Pihaknya tak segan memberikan sanksi pidana dengan ancaman maksimal hukuman 1 tahun dan denda Rp 1 miliar.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Distribusi Cadangan Beras untuk Banjir Sumatera Belum Optimal, Baru 10.000 Ton Tersalurkan
Distribusi Cadangan Beras untuk Banjir Sumatera Belum Optimal, Baru 10.000 Ton Tersalurkan
LSM/Figur
Menteri LH Ancam Pidanakan Perusahaan yang Terbukti Sebabkan Banjir Sumatera
Menteri LH Ancam Pidanakan Perusahaan yang Terbukti Sebabkan Banjir Sumatera
Pemerintah
KLH Bakal Periksa 100 Unit Usaha Imbas Banjir Sumatera
KLH Bakal Periksa 100 Unit Usaha Imbas Banjir Sumatera
Pemerintah
Tambang Energi Terbarukan Picu Deforestasi Global, Indonesia Terdampak
Tambang Energi Terbarukan Picu Deforestasi Global, Indonesia Terdampak
LSM/Figur
Food Estate di Papua Jangan Sampai Ganggu Ekosistem
Food Estate di Papua Jangan Sampai Ganggu Ekosistem
LSM/Figur
Perjanjian Plastik Global Dinilai Mandek, Ilmuwan Minta Negara Lakukan Aksi Nyata
Perjanjian Plastik Global Dinilai Mandek, Ilmuwan Minta Negara Lakukan Aksi Nyata
LSM/Figur
Cegah Kematian Gajah akibat Virus, Kemenhut Datangkan Dokter dari India
Cegah Kematian Gajah akibat Virus, Kemenhut Datangkan Dokter dari India
Pemerintah
Indonesia Rawan Bencana, Penanaman Pohon Rakus Air Jadi Langkah Mitigasi
Indonesia Rawan Bencana, Penanaman Pohon Rakus Air Jadi Langkah Mitigasi
LSM/Figur
Hujan Lebat Diprediksi Terjadi hingga 29 Desember 2025, Ini Penjelasan BMKG
Hujan Lebat Diprediksi Terjadi hingga 29 Desember 2025, Ini Penjelasan BMKG
Pemerintah
Kebakaran, Banjir, dan Panas Ekstrem Warnai 2025 akibat Krisis Iklim
Kebakaran, Banjir, dan Panas Ekstrem Warnai 2025 akibat Krisis Iklim
LSM/Figur
Perdagangan Ikan Global Berpotensi Sebarkan Bahan Kimia Berbahaya, Apa Itu?
Perdagangan Ikan Global Berpotensi Sebarkan Bahan Kimia Berbahaya, Apa Itu?
LSM/Figur
Katak Langka Dilaporkan Menghilang di India, Diduga Korban Fotografi Tak Bertanggungjawab
Katak Langka Dilaporkan Menghilang di India, Diduga Korban Fotografi Tak Bertanggungjawab
LSM/Figur
Belajar dari Banjir Sumatera, Daerah Harus Siap Hadapi Siklon Tropis Saat Nataru 2026
Belajar dari Banjir Sumatera, Daerah Harus Siap Hadapi Siklon Tropis Saat Nataru 2026
LSM/Figur
KUR UMKM Korban Banjir Sumatera Akan Diputihkan, tapi Ada Syaratnya
KUR UMKM Korban Banjir Sumatera Akan Diputihkan, tapi Ada Syaratnya
Pemerintah
Kementerian UMKM Sebut Produk China Lebih Disukai Dibanding Produk Indonesia, Ini Sebabnya
Kementerian UMKM Sebut Produk China Lebih Disukai Dibanding Produk Indonesia, Ini Sebabnya
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau